Dua aset yang dilelang adalah sebuah rumah di Jalan Pratama II, Blok D, Kavling Nomor 20, Kelurahan Jati, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Kedua, rumah di Kelapa Gading Boulevard, Blok QA-1, Kav Nomor 3 dan 4, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Anehnya, aset Budi di Komplek Pratama II telah berpengÂhuni. Padahal, rumah satu lantai ini, masih dalam proses lelang. Satu mobil merek BMW terÂparkir di garasi yang tidak terlalu luas itu. Namun, tidak terdengar aktivitas di rumah dengan luas tanah 153 meter persegi ini.
"Dari pagi, orangnya sudah keluar. Biasanya malam baru datang," ujar Khotib, salah satu petugas keamanan di Perumahan Pratama pada Rabu (18/10).
Tidak ada kesan mewah di rumah bercat putih itu. Malahan, kondisi bangunan kusam. Kalah mentereng dibanding rumah lain di kanan dan kirinya.
"Sejak awal dibangun tahun 1975, rumah ini belum pernah direnovasi," ujar Khotib kembali.
Di depannnya terdapat pagar yang tingginya sekira 170 cenÂtimeter. Di tengah-tengahnya terdapat plang KPK berukuran besar. Isinya, "Tanah dan bangunan ini telah disita dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan driving simulator R-2 dan R-4 dengan tersangka Budi Susanto, dengan tanggal penyitaan 15 April 2013."
"Petugas KPK waktu menemÂpel plang tersebut malam hari, jadi saya kurang tahu," ucap Khotib.
Di sisi kanan terdapat gerbang yang cukup lebar, sekitar lima meter. Tapi, dalam keadaan tergembok dari dalam. "Rumah sering kosong. Suami dan dua anaknya lebih banyak tinggal di luar negeri," ujarnya.
Khotib mengatakan, rumah yang berada dalam proses lelang itu, telah dihuni sejak setahun laÂlu dengan uang sewa sebesar Rp 40 juta per tahun. "Yang menyewa langsung berhubungandengan istri Pak Budi," tandasnya.
Menurut pria berumur 60 tahun ini, Budi Susanto jarang menempati rumah tersebut. "Mungkin hanya buat investasi saja," duganya.
Terkait harga rumah ini yang dilelang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Lelang (DJKNL) Kemenkeu dengan buÂkaan harga Rp 1,7 miliar, Khotib menilai, harga tersebut murah dibanding harga pasaran rumah di komplek ini. "Pasarannya bisa Rp 2,5 miliar," sebutnya.
Namun demikian, Khotib mengaku kurang mengetahui lebih jauh kehidupan keluarga yang menyewa rumah sitaan KPK ini. Pasalnya, keluarga tersebut jarang bersosialisasi dengan warga sekitar.
Senada, aset milik Budi di Jalan Kelapa Gading Boulevard, Blok QA-1, Kav Nomor 3 dan 4 juga berpenghuni. Padahal, bangunan dua lantai tersebut dalam proses lelang. Bangunan tersebut sudah beralih fungsi menjadi restoran.
Belasan meja bundar dan kursi tersedia di lantai satu. Sebuah meja kasir terletak di bagian dalamnya. Banner-banner menu makanan berada di pojok restoran. Begitu pula stiker beruÂkuran besar yang terpasang di kaca dinding.
Restoran ini, menjual berbagai makanan khas Asia. Lokasinya hanya berjarak sekitar 100 meter dari Mal Kelapa Gading, berada persis di pinggir jalan Raya Boulevard.
Pengelola restoran, Sanjaya mengatakan, dirinya sama sekali tidak mengetahui bangunan itu dalam penyitaan KPK. Dia mengakuhanya membuat restoran sesuai perintah atasannya.
"Ada orang yang mengurus. Saya tidak ada urusan apa-apa. Cuma urus restoran saja," ucapÂnya sembari buru-buru pergi.
Tukang parkir bernama Komar mengatakan, bangunan itu meÂmang pernah dipasangi plang segel KPK. Namun, setelah Idul Fitri 2017, plang itu dicopot. "Rumah ini sudah kosong dua tahun. Tapi, mulai Agustus sudah menjadi restoran," ujar Komar.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya sedang memastikan informasi tentang dua aset tersebut. Namun, dia menambahkan, aset yang disita bisa saja ditempati pihak keluarga terpidana.
"Kita tidak bisa larang. Putusan hanya menyatakan rampas tanah dan bangunan. Tapi, saat ada pemenang lelang, maka rumah harus dikosongkan," tandasnya.
Namun, lanjutnya, belum ada satu pun pihak yang mengajukan diri untuk membeli dua rumah tersebut hingga Selasa malam. "Belum ada peminat yang mengajukan diri dalam proses lelang tersebut," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta.
Lantaran itu, Febri mengatakan, KPK akan berkoordinasi lagi dengan DJKNL Kemenkeu mengenai aset tersebut. "Akan dibahas kembali terkait lelang ulang. Waktunya akan dicari lagi," ujarnya.
Latar Belakang
Rp 17,1 Miliar Jadi Rp 88,4 Miliar MA Tambah Hukuman Ganti RugiDua aset milik Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto, salah satu terpidana perkara korupsi pengadaan simulator SIM, akhÂirnya dilelang.
Ada dua aset milik Budi yang dilelang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Lelang (DJKNL) Kementerian Keuangan. Pertama, rumah di Jalan Pratama II, Blok D, Kelurahan Jati, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Kedua, rumah di Kelapa Gading Boulevard, Blok QA-1, Kav Nomor 3 dan 4, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Lelang tersebut berdasarkan Surat Putusan Mahkamah Agung Nomor 1452 K/PID.SUS/2014, yang diputus Hakim Agung, Mohamad Asking dan diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar, dengan Panitera Pengganti Emilia Djaja.
Pada 16 Januari 2014 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Budi Susanto dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun. Selain itu, dia dihukum membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dari proyek tersebut, Budi diunÂtungkan Rp 17,13 miliar.
Tidak terima dengan putusan tersebut, Budi mengajukan banding. Di tingkat banding, vonis terhadap Budi tetap 8 tahun penÂjara. Namun, denda yang harus dibayarkan ke negara semakin besar, mencapai Rp 17 miliar.
Masih tak terima, Budi menÂgajukan kasasi ke MA. Hasilnya, MA menambah hukuman Budi menjadi 14 tahun penjara. Selain itu, MA menambah hukuman pembayaran ganti rugi dari Rp 17,1 miliar menjadi Rp 88,4 miliar.
Selain aset rumah di Jalan Pratama II dan rumah di Kelapa Gading Boulevard, KPK juga menyita sejumlah aset milik Budi lainnya, seperti, 1 Rumah di Royal Gading Mansion, 1 Kijang Innova, 3 Rumah di Jalan Pengangsaan II, 2 Rumah di Kelapa Gading, 1 Rumah di Jakarta Utara, 2 Rumah di Kompleks RSPP, 1 Rumah di kawasan Keler, 1 Rumah di kawasan Cibiuk.
Pada Selasa lalu (17/10), rumah Budi di Jalan Pratama II dan rumah di Kelapa Gading Boulevard dilelang DJKNL Pelelangan dua aset itu dilakuÂkan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, tanah dan banÂgunan milik Budi di Kelapa Gading seluas 153 meter persegi,ditawarkan dengan harga limit Rp 17.368.000.000. Uang jamiÂnan lelangnya Rp 3,48 miliar.
Kedua, tanah dan bangunan di Pulo Gadung seluas 162 meter persegi, ditawarkan dengan harga limit Rp 1.797.600.000. Uang jaminan lelangnya Rp 360 juta.
Febri menyebut, lelang ini diÂlaksanakan secara online melalui open bidding. Siapa pun yang berminat, bisa mengakses www. lelangdjkn.kemenkeu.go.id. Dia juga berkata, calon peserta bisa meninjau langsung rumah ini. Sejak berita lelang diterbitkan, lanjutnya, calon peserta lelang dapat melihat objek yang akan dilelang. Namun, dua aset Budi tersebut belum laku dalam leÂlang ini.
Terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Unit Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK, Irene Putri menÂgatakan, KPK tidak perlu izin dari pengadilan untuk menyita barang, termasuk sita eksekusi uang pengganti. Dia menjelasÂkan, penyitaan dilakukan tanpa izin dari pengadilan berdasarÂkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pasal itu berbunyi, atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyÂidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.
"Sitaan belum hak negara, tapi baru upaya paksa penyidik untuk melakukan penyitaan atas semua dilimpahkan ke penuntut umum," jelas Irene.
Barang sitaan tersebut, kata Irene, dikaji apakah relevan untuk pembuktian atau tidak. "Termasuk penyitaan yang diduga tindak pidana, maka penuntut umum akan melakukan review apakah merupakan hasil tindak pidana atau tidak, belum ada implikasi itu rampasan negara," ucapnya.
KPK, lanjut Irene, juga bisa melelang barang sitaan. Namun, tidak semua barang sitaan itu bisa dilelang KPK. Hanya beÂberapa kriteria barang sitaan saja, seperti benda hidup, yakni hewan dan mobil sesuai Pasal 45 KUHAP. Yakni, barang yang mudah rusak, sulit perawatanÂnya sehingga bisa dilelang lebih dulu. "Mekanismenya, sedapat mungkin dengan persetujuan terdakwa," ujar Irene. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.