Di dalam Islam, tidak ada larangan teÂgas bagi seorang muslim untuk bermigrasi ke negara-negara non-muslim. Yang penting ada jaminan bagi seorang muslim bisa menjalankan ajaran Islam di sana. Masalah muncul jika di sana akan mereduksi keyaÂkinan hidup keislaman umat Islam di sana. Dasarnya ialah Rirman Allah Swt: Hai hamÂba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja. (Q.S. al-'Ankabut/29:56). Nabi juga pernah memberikan respons terhadap umatnya di Mekkah yang mengalami tekanan dari kaum Kafir-Quraish dengan mengatakan: "SesÂungguhnya di negeri Habasyah ada seorang raja yang samasekali tidak akan mendhalimi seorang pun, datanglah ke negeri itu sampai Allah Swt memberikan jalan keluar dari apa yang kalian alami". (HR. Al-Baihaqi).
Dalam Tafsir Al-Qurthubi dan Tafsir Ibn KatÂsir mengomentari ayat di atas dengan bolehÂnya bermigrasi negeri non-muslim. Namun jika negara tempat tujuannya negara non-muslim tidak ada jaminan keamanan, maka Ibn Hazm memberi komentar di dalam kitabnya, Al-MuÂhalla bi al-Atsar, jilid 12, h. 125, seorang musÂlim boleh bermigrasi ke negeri non-muslim jika di dalam negerinya mendapati ancaman, baik dari tekanan pemerintah atau pun tekanan kriÂsis ekonomi yang mengancam hidup mereka. Kebolehan ini dengan catatan sepanjang negÂeri non-muslim tempat tujuan migrasi itu ada jaminan keselamatan, keamanan, termasuk jaminan menjalankan kehidupan menjalankÂan ajaran agamanya di sana maka hukumnya boleh. Akan tetapi jika di sana malah akan menÂimbulkan kemudharatan, baik secara personal maupun akidah dan kepercayaan, apalagi ia akan dimanfaatkan untuk membongkar rahasia negerinya sendiri, maka hukumnya haram.
Dasar pertimbangan larangan Ibn hazm di atas bisa dihubungkan dengan kebijakan Khalifah Umar ibn Khaththab, yang melarang ekstradisi penzina perempuan ke luar negÂeri, sebagaimana dilakukan dalam tradisi Nabi dan Abu Bakr, dengan alasan dunia IsÂlam sudah sedemikian kompleks. DikhawatÂirkan jika pezina itu diekstradisi ke negara lain ia akan dimanfaatkan musuh di sana unÂtuk membocorkan rahasia umat Islam. Umar kemudian mengganti hukum ekstradisi ini dengan penjara. Di penjara, selain yang berÂsangkutan dan negara akan aman juga lebih dimungkinkan untuk melakukan pembinaan.
Dalam konteks masyarakat modern seperti sekarang, dunia internasional relatif sudah jauh lebih baik daripada masa Nabi atau masa sahaÂbat. Badan internasional Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) sudah mengatur secara khusus nasib dan kehidupan para pengungsi. Dengan demikian migrasi muslim ke negeri non-muslim insya Allah sah dan boleh. Nabi sejak dahulu juga memerintahkan umatnya menuntut ilmu walau sampai ke negeri Cina, yang waktu itu mungkin belum ada umat Islamnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: