Seiring dengan berjalannya waktu, PresiÂden Donald Trump rupanya memiliki kesaÂdaran baru bahwa Islam tidak sepenuhnya apa yang selama ini dipersepsikannya. Ia mulai secara proporsional memberikan apreÂsiasi terhadap komunitas Islam di AS. BahÂkan dalam bulan Ramadhan lalu, ia mengunÂdang sejumlah tokoh muslim buka bersama yang diistilahkan dengan "Ramadan CeleÂbrations". Dari acara itu Trump memahami keluhuran komunitas muslim AS. Sejak itu kebijakannya terhadap dunia Islam, khususÂnya komunitas muslim AS berubah. Ia seÂmakin ramah dengan kemunitas minoritas ini. Bahkan di antara pembantunya terdapat beberapa orang yang beragama Islam.
Presiden Thomas Jefferson, sejak awal tidak pernah apriori terhadap Islam dan koÂmunitas muslim di AS. Bahkan sejumlah keÂbijakannya justru terinspirasi oleh Al-Qur'an yang dimilikinya semenjak ia menjadi maÂhasiswa. Hanya beberapa bulan setelah ia mengonsep "
The Declaration if Indepence AS, ia kembali ke Virginia dan di sana ia membuat konsep kebijakan tentang hubunÂgan antar umat beragama. Ia terinspirasi peÂmikiran John Locke, seorang pemikir Eropa yang juga pernah dekat dengan pemikir-pemikir muslim pada masanya. Ia menulis sebuah chapter tentang
Letter on Toleration, yang menginspirasi Thomas Jefferson daÂlam merumuskan konsep regulasi tentang agama di AS. Jefferson menulis bukan kareÂna ia seorang penyembah berhala, seorang muslim atau Yahudi lantas ia akan dihilanÂgkan hak-hak civil dan kesejahteraannya (
neither Pagan nor Mahometan (Muslim) nor Jew ought to be excluded from the civil rights of the commonwealth because of his religion"). Pernyataan Jefferson saat itu sanÂgat menyentuh perasaan orang-orang Islam di AS. Bisa dibayangkan di negeri asalnya ia menderita dan menjadi budak tiba-tiba mendapatkan pengakuan luar biasa dari seÂorang pendiri AS.
Pengakuan akan hak asasi manusia, tanpa membedakan entnik dan agama seÂbagaimana tercermin dari rumusan kebiÂjakan Presiden Thomas Jefferson, membuat sebagian orang menilai bahwa Jefferson memiliki hubungan khusus dengan Islam. Ia sangat akrab dengan sejumlah duta besar dari negara-negara muslim. Ia juga mengÂhargai tatakrama dan ketentuan-ketentuÂan standar seorang muslim, misalnya tidak makan babi, tidak minum alkohol. Sampai acara dinner diundur agak malam karena tidak ingin sahabat-sahabat muslim yang diundangnya menonton saat orang lain maÂkan, karena mereka masih belum bisa maÂkan karena belum tiba waktu magrib. DinÂner diundur sampai setelah tanda magrib atau waktu buka puasa sudah tiba. JefferÂson terlalu dini memperlakukan minoritas IsÂlam sebagai manusia yang memiliki hak-hak khusus. Tidak heran jika para diplomat AS di mana pun selalu memperhatikan kekhusuÂsan praktik keagamaan umat beragama. Mungkin itulah sebabnya, AS yang selalu mengedepankan pengakuan dan pengharÂgaan hak asasi manusia, sehingga tidak ada satu negara manapun yang membenci seÂcara total kebijakan AS. Di mana ada keleÂmahan di situ juga selalu ada kelebihan.