Obama tidak pernah bergeming sedikitpun ketika ia disorot oleh warganya sebagai PresiÂden yang memberi angin terhadap terorisme dengan cara memberi ruang bebas kepada umat Islam di AS. Ia sangat yakin, terorisme dan kekerasan lainnya tidak sejalan dengan substansi ajaran Islam dan agama manapun. Ia tetap kosisten membedakan antara Islam sebagai ajaran universal dan perilaku tertentu umatnya yang melakukan kesalahan dengan menggunakan baju agama (Islam). Obama sekaligus menjawab tantangan yang pernah dipopulerkan Huntington yang terkenal denÂgan diksi "conflict of civilization"-nya. Obama adalah pemimpin AS pertama yang berani berbicara tentang Islam di depan ribuan umat Islam yang diliput secara langsung oleh meÂdia-media internasional. Ia seperti tak punya beban menyampaikan pidato itu. Ia menÂgawali pidatonya dengan menyatakan: "Saya datang ke Kairo untuk mencari sebuah awal baru antara Amerika Serikat dan Muslim di seluruh dunia, berdasarkan kepentingan berÂsama dan rasa saling menghormati – dan diÂdasarkan kenyataan bahwa Amerika dan IsÂlam tidaklah eksklusif satu sama lain, dan tidak perlu bersaing. Justru keduanya berÂtemu dan berbagi prinsip-prinsip yang sama – yaitu prinsip-prinsip keadilan dan kemajuan; toleransi dan martabat semua umat manusia.
Sebagaimana kitab suci Al Qur'an mengaÂtakan, "Ingatlah kepada Allah dan bicaralah selalu tentang kebenaran.") "Saya pengaÂnut Kristiani, tapi ayah saya berasal dari keÂluarga asal Kenya yang mencakup sejumlah generasi penganut Muslim. Sewaktu kecil, saya tinggal beberapa tahun di Indonesia dan mendengar lantunan adzan di waktu subuh dan maghrib. Ketika pemuda, saya bekerja di komunitas-komunitas kota Chicago yang banÂyak anggotanya menemukan martabat dan kedamaian dalam keimanan Islam mereka".
Pidato Obama itu sesungguhnya mencerÂminkan kepribadian dan karakter sejati AS. Ia mempunyai obsesi untuk kembali ke jalan bagi era Kebangkitan dan Pencerahan di EroÂpa yang pernah dirintis sejumlah ilmuan musÂlim. Sebagai mantan mahasiswa jurusan sejaÂrah, ia mengungkapkan: "Prestasi umat Islam di masa lampau menemukan aljabar, kompas, magnet, alat navigasi, optik, keahlian dalam menggunakan pena dan percetakan; dan peÂmahaman mengenai penularan penyakit serta pengobatannya. Budaya Islam telah memberiÂkan kita gerbang-gerbang yang megah dan puncak-puncak menara yang menjunjung tingÂgi; puisi-puisi yang tak lekang oleh waktu dan musik yang dihargai; kaligrafi yang anggun dan tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Dan sepanjang sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perÂbuatan bahwa toleransi beragama dan persaÂmaan ras adalah hal-hal yang mungkin".
Selama dekade terakhir ini AS menganggap Islam sebagai bagian penting dari Amerika. Ia mencontohkan ketika warga Muslim-Amerika pertama terpilih sebagai anggota Kongres beÂlum lama ini, ia mengambil sumpah untuk memÂbela Konstitusi kami dengan menggunakan Al Quran yang disimpan oleh salah satu Bapak Pendiri kami, Thomas Jefferson, di perpustakaan pribadinya". Lebih lanjut ia meyakinkan bahwa: "Jadi janganlah ada keraguan: Islam adalah bagian dari Amerika. Dan saya percaya bahwa Amerika memegang kebenaran dalam dirinya bahwa terlepas dari ras, agama, dan posisi daÂlam hidup, kita semua memiliki aspirasi yang sama – untuk hidup dalam damai dan keamanÂan; untuk memperoleh pendidikan dan untuk bekerja dengan martabat; untuk mengasihi keÂluarga kita, masyarakat kita, dan Tuhan kita. Ini adalah hal-hal yang sama-sama kita yakini. Ini adalah harapan dari semua kemanusiaan".