Di warungnya yang berukuran 3x3 meter, biasanya Iis menyetok gas tiga kg sebanyak 10 tabung. Tabung-tabung itu ditumpuknya di bagian depan warung. Gas yang dia jual hanya gas melon. Sedangkan di sampingnya, dia meletakkan etalase kecil tempat barang dagangan lain.
Namun Senin lalu, tidak semuadari tumpukan gas melon yang ada di warungnya berisi. Hari itu, tabung gas yang berisi di warungÂnya hanya tinggal satu. Itu tampak dari segel yang menutup bagian kepala gas. Sedangkan yang lainnya kosong. Tak ada segel di masing-masing tabung gas.
Tabung-tabung gas yang kosong,dia biarkan begitu saja. Tumpukan tabung gas kosong tampak seperti pajangan di warung yang berada di pinggir jalan itu.
Iis sang pemilik warung mengatakan, sudah seminggu ini gas melon susah didapatkan. "Langka. Itu juga baru ngambil lima tadi, langsung ada yang beli," kata wanita itu, saat berbincang.
Meski sedang langka, Iis tidak menaikkan harga gas tiga kg yang dijualnya. Kata dia, agen tempat dia biasa membeli gas, belum menaikkan harga. Makanya, dia pun tidak ikut menaikkan harga. Dia menjual satu buah gas elpiji seharga Rp 20 ribu per tabung.
Lebih lanjut, Iis berharap kelangkaan gas kemasan tabung tiga kg dapat diatasi. Pasalnya, jika terus menerus langka, hal itu bisa berpengaruh pada pelangÂgannya, dan tentu saja pendapaÂtannya sehari-hari.
"Karena di sini jarang yang jual gas kecil ini. Kalau pun ada, agak jauh," ucapnya.
Setali tiga uang, warung miÂlik Deni di Mampang, Jakarta Selatan juga langka gas melon. Deni merasakan apa yang dirasaÂkan Iis, meski hari itu dia sudah mulai berjualan gas kemasan tiga kg lagi.
"Ini baru saya ambil dari Jalan Bangka IX (Jakarta Selatan) tadi pagi. Memang kemarin-kemarin ini sempat susah," kata Deni.
Deni mengaku mengambil sebanyak 10 buah elpiji dari agen distributor. Kendati tidak mengetahui kepastiannya secara persis, Deni mengatakan, keÂmungkinan akan ada tambahan stok di agen distributor tempatÂnya mengambil elpiji.
"Biasanya ambil 20 tabung per hari. Tapi itu kan juga bagi-bagi sama yang lain," jelasnya.
Meski membenarkan bahwa elpiji tiga kilogram sedang langka di pasaran, Deni menyatakan dirinya tidak tahu menahu apa penyebabnya. Selama susah ditemukan, Deni menyatakan ada banyak masyarakat yang menÂcari stok. "Apalagi, di sini banÂyak yang menggunakan tabung elpiji tiga kg itu," bebernya.
Namun, berbeda dengan Iis dan Deni, gas elpiji bersubsidi tersebut tidak ditemukan stoknya di warung milik Wiwik dan David. Keduanya menyatakan, kelangkaan elpiji telah terjadi selama 2-3 minggu terakhir.
Di kios mereka memang terÂlihat ada tumpukan tabung gas elpiji tiga kg. Namun, tabung-tabung tersebut dikatakan koÂsong dan belum ditukar dengan yang baru.
"Dengar-dengar mau digantisama tabung yang warna pink itu. Selama stok tak ada, masyarakat cukup keberatan," kata Wiwik.
Lebih lanjut, Wiwik menilai, permintaan masyarakat terhÂadap gas elpiji bersubsidi meÂmang tinggi. Wiwik pun tidak menampik bahwa siapa pun bisa membeli gas elpiji tersebut. Katanya, gas ukuran itu lebih murah dan lebih enteng, sehÂingga mudah dibawa.
Sementara itu, David mengatakan, tidak tersedianya gas elpiji bersubsidi juga terjadi pada agen distributor. "Karena di sana kosong, jadi stok di sini juga tak ada. Kelangkaan sudah sejak sekitar 15 hari terakhir," ceritanya.
Di sisi lain, kelangkaan pun turut dirasakan konsumen. Devi, salah seorang konsumen yang baru saja membeli satu buah gas elpiji tiga kg membenarkan, dirinya kesulitan mencari gas elpiji berukuran tersebut sejak seminggu terakhir. "Langka, susah banget carinya. Ini baru dapat lagi," ucap Devi.
Sementara Ahmed, pedagang martabak mini mengatakan, suÂdah dua minggu terakhir gas sulit didapatkan. Sambil berkeliling menjajakan dagangannya, dia pun menanyakan ketersediaan stok di warung-warung yang dilewatinya.
"Saya bawa dua tabung cadangan. Setiap warung, saya tanyai ada gas tidak, tapi selalu dijawab kosong," ujarnya.
Selain itu, dia juga mengeÂluhkan naiknya harga gas di pengecer. Dia mengaku, mendaÂpatkan gas melon dengan harga Rp 23 ribu dari yang biasanya Rp 16 ribu.
Akibatnya, Ahmed ingin meÂnaikkan harga makanannya, naÂmun dia khawatir tidak laku dan tidak terjangkau bagi pelajar. "Mau naikkan Rp 500, tapi takut anak-anak SD nanti malah tak ada yang beli lagi, jadi bingung. Semoga stok dan harga gas melon stabil lagi," ujarnya.
Terkait hal itu, Vice President Corporate Communication PT Pertamina Adiatma Sardjito menilai, situasi yang terjadi sepekan terakhir merupakan akibat tingginya permintaan. "Ini (keÂlangkaan) terjadi karena permintaan elpiji tiga kg meningkat pada akhir tahun," ujarnya.
Adiatma menuturkan, tidak ada persoalan stok elpiji tiga kg. Sebab, saat ini ketahanan stok nasional elpiji berada pada konÂdisi aman, yaitu 18,9 hari, di atas stok minimal 11 hari.
Latar Belakang
Masyarakat Panik Ada Isu Gas Melon Digantikan Non Subsidi
Dalam beberapa minggu terakhir, terjadi kelangkaan gas elpiji ukuran tiga kg. Menurut temuan Pertamina, kelangkaan terjadi, antara lain karena penyalurannya tak tepat sasaran.
"Ada temuan di lapangan, bahwa elpiji tiga kg bersubsididigunakan pengusaha rumah maÂkan, laundry, genset, dan rumah tanggamampu," ujar Vice President Corporate Communication Adiatma Sardjito.
Penyebab lainnya, sambung Adiatma, permintaan gas elpiji pada akhir tahun 2017 meningÂkat. Realisasi penyaluran mencaÂpai 5,750 juta MT atau 93 persen dari kuota yang ditetapkan pada APBN Perubahan 2017 sebesar 6,199 juta MT.
"Sampai akhir Desember 2017, penyaluran LPG tiga kiÂlogram bersubsidi diperkirakan akan melebihi kuota sekitar 1,6 persen di atas kuota APBN-P 2017," ujarnya.
Itu sebabnya, Pertamina memintamasyarakat berekonomi mapan jangan menggunakan elpiji tiga kilogram. Elpiji jenis ini untuk masyarakat tidak mampu.
"Elpiji tiga kg adalah barang subsidi, sehingga penggunaanÂnya ada kuota dari pemerintah. Sesuai tulisan yang ada pada tabung, elpiji tiga kg sesungguhnya hanya untuk masyarakat tidak mampu," ingat Adiatma.
Terpisah, Direktur Pemasaran Pertamina Muchammad Iskandar mengatakan, kelangkaan elpiji di beberapa titik, dipicu faktor psikologis karena masyarakat panik. Kepanikan dipicu rencana penerapan penyaluran subsidi tepat sasaran, dan peluncuran produk nonsubsidi untuk ukuran yang sama.
Masyarakat, katanya, khawatirbila subsidi tepat sasaran yang nantinya akan dikhususkan bagi keluarga kurang mampu dan pelaku usaha kecil dan menengah, pasokan elpiji tiga kg akan terbatas. Meskipun, rencana penerapannya pada 2018. "Ini meÂmang stimulusnya rencana untuk distribusi tertutup," ujarnya.
Rencana beredarnya elpiji gas melon versi nonsubsidi, dikhaÂwatirkan menggantikan elpiji tiga kg bersubsidi. Iskandar menyebut, rencana diluncurÂkannya gas melon nonsubsidi untuk mempermudah akses masyarakat.
Pasalnya, ukuran terkecil untuk produk nonsubsidi yang tersedia, baru 5,5 kg. Dia meÂnilai, produk elpiji ukuran 5,5 kg masih memiliki kekurangan, sehingga diperlukan produk baru. Sebagai contoh, Iskandar menyebut, pada promosi elpiji Bright Gas 5,5 kg, konsumen harus menukar dua tabung tiga kg untuk mendapatkan satu tabung ukuran 5,5 kg.
Lebih lanjut, urainya, elpiji ukuran 5,5 kg dijual Rp 65 ribu untuk isi ulangnya. Sedangkan elpiji tiga kg, pemerintah masih menyubsidi sekitar Rp 6.200 per kg, sehingga harga jual untuk isi ulang per tabungnya sekira Rp 16 ribu.
Realisasi penjualan gas elpiji hingga November, sambung Iskandar, Bright Gas 5,5 kg meÂnyentuh 33.274 ton, Bright Gas ukuran 12 kg sebesar 79 ribu ton dan elpiji 12 kg sebesar 400 ribu ton. Sedangkan konsumsi elpiji tiga kg nonsubsidi, menyentuh 5,75 juta ton.
"Ini elpiji nonsubsidi tiga kg bukan buat ganti yang bersubsidi. Untuk Bright Gas tiga kg ini alÂternatif. Biar lebih mudah. Kalau ganti 5,5 kan susah. Jadi kalau tiga kg kita bisa trade in langsung. Skenarionya gitu," terangnya.
Rencananya, menurut Iskandar, perseroan akan meluncurÂkan elpiji tiga kg nonsubsidi pada Maret 2018. "Maret kita mulai," tandasnya. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.