Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Segera Dibongkar, Toko Karpet Masih Didatangi Sedikit Pembeli

Tiang Stasiun MRT Haji Nawi Sudah Bisa Dibangun

Selasa, 24 Oktober 2017, 10:55 WIB
Segera Dibongkar, Toko Karpet Masih Didatangi Sedikit Pembeli
Foto/Net
rmol news logo Pembangunan Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) di Jalan Haji Nawi, Jakarta Selatan, bisa diteruskan. Soalnya, Mahesh Lalmalani, pemilik toko gorden Serba Indah, akhirnya menyerahkan sebagian lahannya kepada Pemprov DKI.

Kemarin siang, Toko Serba Indah yang berada tepat di samping Stasiun MRT sepi. Satu kendaraan roda empat dan roda dua parkir di depan toko tiga lantai itu. Pagar besi dan atap yang sebelumnya mengelilingi toko bercat kuning itu, telah dibongkar petugas.

Akibatnya, halaman parkir toko seluas 76 meter itu terbuka. Di sekeliling tempat parkir dipasang garis kuning sebagai batas antara toko dengan jalan raya. "Yang dibongkar hanya bagian depan, bagian yang akan dicor lebih dahulu selama sem­inggu ke depan," ujar William Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta di lokasi.

Toko ini merupakan bangunan yang paling menjorok ke depan dibanding toko di kanan dan kir­inya. Lokasinya berada persis di samping stasiun MRT yang se­dang dikebut pengerjaannya. Di sudut depan toko terdapat tulisan Serba Indah bercat merah.

Umbul-umbul merah putih dipasang di depan atas toko tersebut. Tak lama lagi, toko itu akan rata dengan tanah untuk pengembangan kawasan Transit Oriented Development Stasiun MRT Fatmawati. "Untuk bangu­nan tidak akan dibongkar hari ini. Hanya bagian pagar saja yang di­bongkar karena tiang segera diban­gun," ujar William, kemarin.

Menurut William, untuk se­mentara akan dibuat drainase agar bila hujan mengguyur, air tidak masuk ke dalam rumah. "Pengerjaannya harus bertahap. Setelah semua lahan disiapkan, drainase sementara dibuat, baru mulai bisa dikerjakan," ujarnya.

Dari dalam toko, beberapa pegawai masih bekerja melayani beberapa pengunjung yang da­tang. Tumpukan gorden dan kar­pet menumpuk di rak-rak toko tersebut. "Kami masih melayani pembeli seperti biasa," ujar Mila, karyawan toko.

Namun demikian, kata Mila, omzet penjualan gorden dan karpet menurun tajam sejak ada pembangunan MRT ini. "Sebelumnya bisa puluhan orang da­tang ke sini setiap hari. Sekarang sepi," keluhnya.

Pemilik toko gorden Serba Indah, Mahesh Lalmalani men­gaku akan menerima harga yang ditentukan pengadilan. Lantaran itu, dia mempersilakan Pemprov DKI segera membongkar lahan­nya yang terkena proyek MRT. "Bongkar sekarang boleh, saya lebih senang," ujar Mahesh.

Mahesh menceritakan, awal­nya dia menggugat harga pembe­basan lahan sebesar Rp 150 juta per meter setelah menghitung nilai jual tanah beserta kerugian ekonominya. Sebab, Pemprov DKI hanya mau membayar pembebasan lahan dengan harga sebesar Rp 33 juta per meter.

Menurut Mahesh appraisal atau hitungan pemerintah tidak menghitung dampak kerugian ekonomi dari pembebasan lahan itu. Juga, kata dia, ukuran luas lahannya yang disebut pemer­intah hanya 76 meter persegi. "Padahal luasnya lebih dari 76 meter," ucapnya.

Namun demikian, dia men­gaku dengan besar hati men­erima keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah memutuskan penggantian lahan sebesar Rp 60 juta per meter. "Kita sudah ikhlas," ujar pria keturunan India tersebut.

Namun, lanjut Mahesh, Pemprov DKImengajukan kasasi karena tidak puas dengan putusan pen­gadilan dan kini masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA). "Silakan dipakai untuk pemban­gunan nasional. Dengan catatan, tunggu putusan MAatau appraisal ulang,” tegasnya.

Mahesh mengaku rela me­nyerahkan tanahnya, asalkan pengambilalihan lahan menaati peraturan yang berlaku. Yaitu, dengan melakukan appraisal ulang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah. "Itikad baik warga sangat jelas, bahwa ini program nasional, si­lakan diselesaikan," ucapnya.

Dia mengaku, sudah sejak lama merelakan agar tanahnya dieksekusi. Bahkan, beberapa bulan lalu, Mahesh mengaku pernah ke Balai Kota DKI ber­sama kawannya yang senasib untuk menyampaikan informasi setelah pengadilan memutuskan Pemprov DKI harus membayar ganti rugi lahan senilai Rp 60 juta per meter. "Kami menerima putusan itu dan meminta agar lahannya segera dieksekusi," tuturnya.

Namun, kedatangannya dan sejumlah warga tidak diterima Gubernur DKI saat itu, Djarot Saiful Hidayat. Sebab, Pemprov DKI lebih memilih mengajukan kasasi ke MA karena mengang­gap harga Rp 60 juta per meter terlalu mahal. "Kondisi sep­erti ini tidak ada yang untung. Warga rugi, pemerintah juga rugi. Proyek yang harusnya se­lesai tiga tahun malah jadi lima tahun," kritiknya.

Jika proyek MRT bisa cepat selesai, kata dia, maka warga bisa membuka usaha kembali. Sebab, lanjut Mahesh, selama ini banyak tempat usaha yang bera­da di sepanjang Jalan Fatmawati tutup atau disewakan ke pihak lain. "Soalnya, tidak ada yang menempati," tandasnya.

Mahesh menambahkan, toko karpet dan gordennya juga sepi pembeli sejak dua tahun terakhir karena pembangunan MRT yang ditargetkan rampung tahun 2018. "Kalau hari ini gelap, pasti ada sinar pada hari besok," pungkas pria yang sudah 25 tahun tinggal di Jalan Fatmawati ini.

Latar Belakang
Pemprov DKI Diminta Membayar Ganti Rugi Rp 150 Juta Per Meter

 Pemprov DKI Jakarta masih berseteru dengan dua pemilik la­han di Jalan H Nawi, Fatmawati di MA. Mereka yang menuntut berasal dari dua toko, yakni Toko Karpet Serba Indah dan Gramer Mandiri.

Mereka meminta Pemprov DKI mengganti lahannya senilai Rp 150 juta per meter. Pemprov DKI bersikukuh mengganti lahan tersebut Rp 30 juta per meter. Tidak terima, salah satu pemilik lahan, Mahesh menggu­gat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hasilnya, pengadilan memerintahkan, Pemprov DKI membayar Rp 60 juta per meter persegi.

Tidak terima dengan harga yang ditetapkan pengadilan, pe­merintah melayangkan kasasi ke MA. Hingga kini, putusan kasasi belum keluar, sehingga kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan terkait sengketa tanah tersebut.

Di tengah ketidakpastian soal harga tanah tersebut, ada titik terang ketika Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno meninjau lokasi proyek tersebut, Jumát (20/10).

Saat meninjau, Anies dida­tangi pemilik Toko Serba Indah, Mahesh Lalmalani yang se­bagian lahannya terkena proyek tersebut. Saat itu, Anies meminta agar Mahesh tidak menghitung untung rugi dalam proyek na­sional ini. "Kalau kita hanya hitung untung rugi, tidak ada untungnya," ujar Anies.

Mahesh mengerti bahwa lahan­nya dibutuhkan untuk kepentin­gan masyarakat. Dia mengaku, sejak awal telah mengikhlaskan lahannya dipakai. Syaratnya, penggantian lahannya dilakukan sesuai harga appraisal. "Lahan kami boleh dipakai, tapi tolong se­suai Undang-undang," harapnya.

Anies langsung menimpali. "Jadi, boleh nih ya eksekusi?" tanya Anies. "Bongkar sekarang boleh, saya lebih senang," jawab Mahesh.

Tidak lama, keduanya lantas mendatangi toko milik Mahesh. Kendati, belum ada kesepakatan berapa nilai yang harus dibayar Pemprov DKI untuk meng­ganti lahan Mahesh, namun dia bersedia untuk merundingkan masalah pembayaran lahan sambil jalan.

Sembari perundingan bergulir, Mahesh mengizinkan bagunan di atas lahannya dibongkar agar pembangunan MRT tidak terhambat. Setelah itu, Anies dan Mahesh secara simbolis membongkar toko yang se­lama ini belum bisa dieksekusi. Keduanya bersama-sama meme­gang sebuah martil besi dan mer­usak bagian pagarnya. Setelah itu, mereka bersalaman.

Anies lantas meminta wali kota agar segera mengeksekusi lahan tersebut. "Pastikan proyek ini tidak berhenti. Kita meli­hat kepentingan nasional yang amat besar dalam proyek ini. Keterlambatan di sini bisa men­jadi masalah," ujar Anies.

Bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menya­takan, tahapan eksekusi mulai dilakukan pekan depan. Semua lahan di sekitar sana sudah dibe­baskan, tinggal empat bidang lahan saja yang belum. "Lihatlah ini untuk kepentingan nasional dan dipakai untuk memperluas lahan. Ini semua dipakai untuk jutaan orang lewat," ingatnya.

Selain itu, Anies menyampai­kan terima kasih kepada para pihak yang telah terlibat dalam proyek pembangunan sistem transportasi transit cepat terse­but. "Anda sedang membuat sejarah. Setiap butir keringat di bawah terik matahari, seakan tinta cemerlang bagi sejarah Ibu Kota," puji Anies.

Dia mencontohkan, pemban­gunan Candi Borobudur yang dibangun selama lebih dari 300 tahun, menunjukkan Bangsa Indonesia memiliki stamina un­tuk membuat karya monumental lintas masa. "Kita kagum kary­anya, tapi tak pernah kenal nama-nama para perkerjanya. Memang para pekerja di balik karya besar selalu tersembunyi, tapi karyanya dirasakan dan membanggakan," pujinya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA