Bedanya, bangunan tamÂbahan ini menempel di tanah. Sepertinya untuk warung kecil-kecilan. Namun telah tutup. Dinding sampingnya --yang juga dari kayu-- dipakai untuk tempat menjemur pakaian yang telah dicuci.
Tak ada furnitur di ruang tamu rumah yang terletak di ujung Desa Kebun Agung, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah itu. Tamu yang datang duduk di lesehan di lantai kayu yang dilapisi karpet plastik. Hiasan di ruang tamu itu hanyÂalah beberapa kitab yang ditata rapi di atas meja kecil untuk mengaji.
Cahaya matahari menerobos dari lubang jendela menerangi ruangan. Sama seperti pintunya, anak jendela terbuat potonÂgan papan-papan kayu. Dipaku membentuk persegi empat.
Di rumah sederhana inilah Ratna Mutiara ini tinggal bersaÂma keluarga. Sehari-hari peremÂpuan berjilbab ini menyadap karet. Dia aktif dalam kelompok yasinan dan mengajar ngaji anak-anak di desanya. Lantaran aktivitasnya itu, Ratna pun ditoÂkohkan oleh warga desa.
Ratna adalah salah satu saksi yang dihadirkan di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perÂsidangan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringan Barat pada 2010 lalu. Adalah pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto yang mengÂgugat hasil perhitungan KPUD Kotawaringan Barat yang meÂmenangkan rival mereka: pasanÂgan Sugianto-Eko Soemarno.
Bersama 67 lebih saksi lainÂnya, Ratna menceritakan pemÂbagian uang kepada warga di desanya dari tim Sugianto-Eko. Kesaksian-kesaksian itulah yang membuat MK menganulir kemeÂnangan pasang Sugianto-Eko. Ujang yang maju di pemilihan Bupati sebagai incumbent kemÂbali menduduki jabatannya.
Nasib malang justru menimpa para saksi yang dihadirkan di MK. Satu per satu mereka diaduÂkan ke polisi dengan tuduhan memberikan kesaksian palsu. Ratna tak terkecuali. Ia dilaporÂkan ke Mabes Polri oleh tim Sugianto. Ratna pun ditahan.
"Sehabis kejadian itu, saya dibawa ke Mabes, lalu (ditahan) di Pondok Bambu, dianggap beri kesaksian palsu karena beralasan saya hanya mendengar," kata Ratna kepada wartawan yang menemuinya di rumahnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Ratna hukuÂman lima bulan penjara. Lama hukuman ini sama seperti masa penahanan yang dialami Ratna. Tak menempuh upaya bandÂing, Ratna pun dibebaskan dari tahanan. Kasus ini pun berhenti sampai di sini.
Empat tahun berlalu, Sugianto melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Sasarannya adalah Bambang Widjojanto (BW) yang kini pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, Bambang adalah kuasa huÂkum pasangan Ujang-Bambang. Bambang dituduh menyuruh saksi-saksi memberikan ketÂerangan palsu saat persidangan kasus sengketa hasil pilbup Kotawaringan Barat di MK.
Laporan Sugianto, politisi PDIP ini diproses secara kilat oleh Bareskrim Polri. Bambang ditangkap Jumat pekan lalu usai mengantar anaknya di sekolah. Tangannya diborgol saat dibawa ke Mabes Polri. Bambang ditetapkan sebagai tersangka kaÂsus yang dilaporkan Sugianto.
Penangkapan ini disinyalir ada hubungannya dengan penetapan tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan oleh KPK dalam kasus rekening gendut. Pengumuman itu disampaikan sehari menjelang Budi menjalani fit and proper test Kapolri yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ujang Iskandar kaget kasus ini diangkat lagi. "Masalah saksi palsu ini sudah dicabut oleh Sugianto, pelaporannya di Mabes Polri," katanya di Istana Bogor usai menghadiri pertemuan Presiden dan para bupati se-Indonesia.
Bersamaan dengan penangÂkapan Bambang, Sugianto terÂlihat nongol di Mabes Polri. Ia mengaku pernah melaporkan kasus ini pada 2010. Kini dia melaporkan lagi. "Pernah meÂlaporkan pada 2010, pada saat itu Bareskrim tidak melanjutkan kasusnya," kilah bekas anggota DPR dari PDIP itu.
Menurutnya, pelaporan baru ini tidak ada kaitannya dengan kasus Komjen Budi Gunawan yang diproses KPK. "Saya tidak kenal dengan Budi Gunawan," ujar Sugianto yang mengaku tak punya motif politik dalam melaporkan kasus ini.
Benarkah Bambang menyuÂruh saksi untuk berbohong di pengadilan? Ratna mengaku, hanya bertemu sekali dengan Bambang. "Di MK itu saja. Saya itu kan di Jakarta (tinggal) di hotel. Pas di MK ketemu, ya sudah itu saja, Saya nggak tahu Pak Bambang," ujar Ratna.
Selain Sugianto, sejumlah politisi PDIP terlibat dalam kaÂsus yang telah membuat heboh itu. Riska Mariska, kuasa hukum KPUDKotawaringin Barat kini menjadi anggota DPR dari PDIP. Ia duduk di Komisi III yang membidangi hukum.
Ia menolak berkomentar menÂgenai perkara yang pernah ditanÂganinya itu. Lewat stafnya, dia menyampaikan tak bisa bicara soal kasus lama itu. "Ibu belum bisa komentar, tidak etis. Karena Ibu (Risa) anggota (DPR) baru, maaf ya," ujar stafnya.
Berbeda dengan Riska, Sugianto yang juga mencalonkan diri jadi anggota DPR pada Pemilu 2014 gagal meraih kursi. Ia pun harus meninggalkan DPR.
Selama lima tahun dari 2009-2014, Sugianto menempati ruÂang 0611 di Gedung Nusantara I. Ruangan itu kini ditempaÂti Ardiansyah, caleg terpilih dari PDIP. Reni, staf pribadi Ardiansyah mengakui ruang kerja ini pernah ditempati Sugianto.
Sebelum ditempati Ardiansyah, ruangan ini dipakai Willy M Yoseph, anggota Fraksi PDIP. "Ruangan ini selama tiga bulan ditempati Pak Willy," ujar Reni. Ia mengatakan bosnya tak tahu mengenai Sugianto, penghuni ruangan ini sebelumnya.
Eks Kuasa Hukum KPUD Kobar Minta Putar Rekaman MKPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) memenangkan pasangan pertahana Ujang Iskandar-Bambang Purwanto pada sengketa Pilkada Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah pada Juni 2010, kembali dipermasalahkan.
Sugianto Sabran, calon buÂpati yang kalah mengadukan Bambang Widjojanto, kuasa hukum rivalnya pasangan Ujang Iskandar-Eko Soemarno ke Bareskrim Polri. Bambang yang kini Wakil Ketua KPK ditangkap polisi Jumat lalu.
Arteria Dahlan, kuasa huÂkum KPUDyang jadi terguÂgat dalam perkara sengketa hasil pemilihan Bupati-Wakil Bupati Kotawaringan Barat menilai, banyak kejanggalan saat persidangan di MK.
Perkara ini ditangani Ketua Majelis Hakim Konstitusi Akil Mochtar dengan anggota Hamda Zoelva dan Muhammad Alim. Di persidangan, pengguÂgat dan pengacaranya Bambang Widjajanto mengajukan 68 saksi untuk menganulir kepuÂtusan KPUD.
Akil, kata Arteria, mempersilakan para saksi bicara mengenai pemberian uang oleh timSugianto Sabran-Bambang Purwanto. "Ketua Akil bilang silakan teriak-teriak," ujarnya.
Menurut Arteria, ada baiÂknya agar video persidangan-persidangan kasus yang pernah digelar di MK akhir Juni 2010 itu diputar kembali. Tujuannya, untuk membukÂtikan apakah kesaksian para saksi yang dibawa pengacara Bambang Widjajanto, memÂberikan keterangan palsu.
"Putar video sidang MK biar jelas saksi bohong atau tidak," pinta Arteria yang akan dilanÂtik menjadi anggota DPR dari PDIP menggantikan Djarot Saiful Hidayat.
Untuk diketahui, Pilkada yang digelar pada 5 Juni 2010 yang dimenangkan pasanÂgan Sugianto Sabran-Eko Soemarno, diduga diwarnai sejumlah pelanggaran. Di antaranya ada dugaan money politic dan intimidasi.
Berdasarkan rekapitulasi KPUD, pasangan Ujang-Bambang hanya berhasil memperÂoleh 55.281 suara. Sedangkan pasangan Sugianto-Eko berhaÂsil meraup 67.199 suara.
Atas dasar itu, Ujang-Bambang meminta MK agar Pilkada yang diwarnai pelanggaran itu diulang atau meminta MK menetapkan pemohon sebagai pemenang. Dalam sidang, kubu pertahana mengajukan 68 saksi dari enam kecamtatan seluruh Kobar. Alhasil, MK memutusÂkan terjadi pelanggaran pada kemenangan Sugianto-Eko. Kursi kepala daerah pun menjadi milik Ujang.
Putusan MK itu sempat membuat Kotawaringan Barat mencekam. Pendukung pro Sugianto-Eko marah, dan merÂusak kantor Bupati. Aksi vanÂdal itu terjadi pada penghujung tahun 2011 jelang pelantikan pasangan incumbent yang meÂnang bersengketa di MK.
Saat itu suasana daerah ini mencekam. Psca kantor Bupati diduduki dan dirusak hingga semua kaca, pintu dan jendela hancur, giliran rumah jabatan Bupati, dibakar massa. Tidak hanya itu, Stadion Sampuraga pun dibakar sehingga rata denÂgan tanah. Pasar bahkan ditutup paksa sekitar 500 orang. Tidak boleh dibuka sampai waktu yang tidak ditentukan. Semua perÂtokoan harus ditutup, dan massa mengancam membakar.
Sepanjang Jalan Pangeran Antasari, lokasi rumah Bupati petahana (incumbent) Ujang Iskandar, dipenuhi asap akibat banyak ban yang dibakar.
Hampir semua instansi diduduki. Konvoi massa menggunakan atribut suku tertentu bergerak menuju rumah Ujang. Semua Pangkalan ojek dirusak, semua travel tidak ada yang diÂizinkan beroperasi. ***
BERITA TERKAIT: