Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Caleg Ogah Daftar, Surat Undangan Ditumpuk Di Meja

Persiapan PPP Mengejar Target Kuota Perempuan

Rabu, 03 April 2013, 09:12 WIB
Caleg Ogah Daftar, Surat Undangan Ditumpuk Di Meja
Partai Persatuan Pembangunan
rmol news logo Beberapa orang mondar-mandir di ruangan Lajnah Pemenangan Pemilu (LPP) DPP Partai Persatuan Pembangunan, Jalan Diponegoro 60, Jakarta Pusat. Ruangan yang terletak di lantai dua ini juga dijadikan Sekretariat Panitia Pendaftaran Caleg partai berlambang Kabah itu.

“Anda mau mendaftar caleg? Dari daerah mana?” tanya perem­puan berkerudung kepada pria yang menghampirinya. Perem­puan itu menempati meja di dekat pintu masuk. Beberapa orang mendatangi ruangan ini me­na­nya­kan persyaratan menjadi caleg.

Ada juga yang datang untuk mengambil kembali berkas. Ber­kas ditarik karena panitia me­nganggap ada dokumen yang be­lum dilampirkan.  Setelah dil­eng­kapi, berkas bisa diserahkan kem­bali ke panitia.

Mereka hendak mendaftar jadi caleg semuanya kaum Adam. Tak terlihat perempuan yang men­daftar caleg. “Pendaftaran caleg masih terus berlangsung. Tiap hari kader-kader kita masih selalu berdatangan melengkapi berkas,” ujar Kepala Sekretariat Panitia Pendaftaran Caleg PPP Damuris Idris.

Saat ditemui Rakyat Merdeka, pria bertubuh tambun itu sedang duduk di meja di pojok ruangan. Ia sibuk melipat-lipat surat un­da­ngan. Selain Damuris, ada sem­bilan orang yang sibuk dengan ak­tivitasnya masing-masing. Ber­kas dan surat undangan ditumpuk di meja kosong di ruangan itu.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2013 mengharuskan keter­wa­kilan caleg perempuan sebanyak 30 persen di setiap daerah pemi­lihan (dapil). Untuk dapil yang me­miliki 4-5 kursi, setiap partai harus mendaftarkan dua caleg perempuan. Dapil yang 7-8 kursi, tiga caleg perempuan. Sementara dapil dengan 11-12, empat caleg perempuan.

Apakah PPP sudah memenuhi kuota itu? Damuris mengatakan belum mendapat informasi me­ngenai jumlah caleg perempuan yang mendaftar. Menurut dia, urusan urusan kuota 30 persen caleg perempuan ditangani lang­sung LPP.

Sekretaris LPP Fernita Darwis mengatakan, kuota caleg perem­puan itu cukup berat. “PPP tetap berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan,” ujar­nya.

Menurut dia, jika mengacu ke­pada UU Pemilu, PPP sudah me­menuhi kuota perempuan dari total caleg yang hendak didaf­tar­kan. Setiap tiga caleg, salah satu­nya perempuan. Namun dengan keluarnya Peraturan KPU, pi­haknya harus menyisir lagi ca­leg perempuan yang akan dit­em­pat­kan di setiap dapil.

Fernita yakin PPP bisa me­menuhi kuota caleg perempuan di setiap dapil.  “Sebab, dari pemilu ke pemilu perempuan di PPP  ber­minat untuk nyaleg meningkat,” klaimnya.

Sesuai jadwal yang dibuat KPU, mulai 9 April 2013 partai su­dah bisa menyerahkan daftar ca­leg sementara (DCS). Masa pe­nyerahan hingga 22 April 2013.

Menurut Damuris, PPP sece­patnya menyerahkan DCS se­te­lah selesai. “ Paling tidak pada hari-hari terakhir. Nanti di situ akan paling ramai,” ujarnya.

Untuk memenuhi kuota 30 per­sen caleg di daerah, DPP me­nyerahkan urusan itu kepada pe­ngurus di daerah itu. “Yang pe­n­ting, pada saat penyerahan ke KPU nantinya tidak ada per­soalan,” tukasnya.

Kuota Tak Dipenuhi, Dilarang Ikut Pemilu

Bos KPU Wanti-wanti Parpol

Apa sanksi bagi parpol tidak bisa memenuhi kuota keterwakilan perempuan 30 persen? Menurut Anggota KPU Ida Budhiati, sanksinya tidak bisa ikut pemilu
“Itu kan perintah undang-un­dang. Artinya kalau norma hu­kum tidak dipenuhi, akan be­r­akibat hukum. Jadi ada sanksi yang bisa diterapkan,” ujarnya.

Ida melanjutkan, dalam Un­dang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, sudah jelas me­ngatur soal itu.

“Kalau perin­tah tidak di­la­ks­a­nakan, artinya partai tersebut tidak memenuhi syarat. Aki­bat­nya bisa dikenakan sanksi tidak bisa ikut berkompetisi di dapil tersebut,” ujar
Untuk itu, dia meminta parpol memperhatikan soal kuota pe­rempuan ini. Ia juga meminta parpol selektif menyusun daftar caleg sementara (DCS). Sebab, nama-nama yang ada di DCS tak bisa dibongkar pasang.

“Partai politik memang dapat mengajukan nama bakal calon pengganti DCS yang sebelumnya diserahkan. Tapi hanya untuk tiga sebab. Yaitu karena nama dalam DCS tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diharuskan, ca­lon tersebut menyatakan mun­dur dan karena meninggal dunia,” ujarnya.  Jika parpol mengganti caleg bukan karena ketiga sebab itu, KPU tak akan menerima.

Ketua KPU Husni Kamil Ma­nik, menegaskan bahwa UU Pe­milu dengan sangat jelas me­nga­tur syarat 30 persen keterwakilan perempuan.

“Kita beri tahu kepada parpol jika hitungannya harus dibu­la­t­kan ke atas. Karena undang-un­dang kan memerintahkan syarat 30 persen itu sekurang-ku­rang­nya,” ujarnya.

Ia mencontohkan, partai politik mengajukan dua nama DCS dalam satu daerah pemilihan. Maka satu orang dari DCS ter­sebut harus merupakan pe­rem­puan. Demikian juga jika me­ngajukan 11 caleg, maka ke­terwakilan perempuan harus 4 orang.

Aneh, Kok Sulit Cari 15 Ribu Perempuan

Politisi perempuan PDIP Eva Kusuma Sundari berpen­dapat penyusunan 30 persen caleg perempuan hanya jadi ritual lima tahunan yang me­nya­kitkan kaum hawa.

“Partai cenderung menolak memenuhi dengan alasan ti­dak ada perempuan yang mau jadi caleg, sementara para pe­rempuan memprihatinkan tia­da komitmen politik dari par­pol,” ujarnya.

Anggota DPR mengatakan diskusi soal persyaratan 30 per­sen kuota caleg perempuan telah berlangsung sejak Pemi­lu 2004. Diulang 2009 dan kembali m­e­ngemuka 2014.
“Untuk penduduk Indone­sia yang mencapai 260 juta dan pe­rempuan sebesar 5 per­sen­nya, tampaknya aneh kalau kesulitan mencari 15 ribu perempuan jadi caleg,” ujar Eva heran.

“Problemnya memang di soal komitmen politik parpol un­tuk serius merekrut, men­didik, mem­beri ruang kepada perempuan politisi selama 5 tahun sebekum pemilu. Jadi isu­nya bukan para perempuan su­lit dicari, jumlah berlimpah tapi tidak diberi ke­semptan berpartai,” sambung Eva yang sudah dua periode du­duk di DPR ini.

Menurut dia, dalam keter­wakilan perempuan di parle­men, Indonesia tertinggal dari Timor Leste. Negara yang ma­sih berusia muda itu sudah bisa menerapkan keterwakilan perempuan hingga 36 persen. “Mereka baru dua kali p­e­milu lho,” ujar Eva.

PPP Ngaku Repot Rekrut 170 Caleg Perempuan

Ketua Umum Partai Persa­tuan Pembangunan (PPP), Sur­yadharma Ali terang-terangan mengatakan partai sulit me­menuhi keterwakilan per­em­puan 30 persen.

Menurut dia, mencari caleg perempuan itu tak mudah. Ba­nyak perempuan yang tidak be­gitu tertarik dengan politik. “Saya tidak bermaksud me­nga­baikan undang-undang maupun mengesampingkan kaum pe­rempuan. Namun faktanya me­rekrut caleg perempuan itu sulit sekali,” katanya.

Menurut Surya, di Jawa Te­ngah dan Jawa Barat saja susah mencari caleg perempuan, apa­lagi di daerah seperti Maluku, Pa­pua, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Untuk memperebutkan 560 kursi DPR, partai politik diba­tasi hanya mengajukan 560 persen. Sebanyak 170 di anta­ra­nya caleg perempuan. Ini un­tuk memenuhi kuota ke­te­r­wa­kilan perempuan 30 persen.

Surya mengakui banyak kaum perempuan yang pandai dan berkualitas. Namun mereka belum tentu ingin terjun di du­nia politik. Makanya, menurut dia,  KPU dalam membuat pe­ra­turan harus melihat kondisi ini. “Aturan kuota 30 persen caleg perempuan  sangat me­nyu­litkan dan tidak berdasar pada realitas,” terangnya.

Menurut dia, bukan hanya PPP yang kesulitan memenuhi kuota 30 persen itu. Ia yakin par­tai-partai lain juga meng­ha­da­pi kendala yang sama.

Suryadharma yang juga menjabat sebagai Menteri Aga­ma itu menuturkan saat ini se­mua partai berorientasi untuk mendapatkan kursi sebanyak mungkin. Namun, lantaran hanya sedikit perempuan yang tertarik dengan politik, se­hing­ga partai menempatkan caleg perempuan hanya untuk me­me­nuhi aturan KPU.

Pria yang akrab disapa SDA ini mengatakan partainya me­miliki sejumlah organisasi yang mewakili perempuan. Misalnya majelis taklim perempuan se­perti Mar’ah Solehah dam pe­r­sa­tuan ustazah. 

“Tapi belum ten­tu semuanya berminat (jadi caleg). Justru me­reka banyak yang lebih me­milih untuk men­jadi ustadzah saja,” ujarnya.

Karena itu, Ketua Umum PPP ini mendesak KPU agar men­cabut peraturan kuota yang mem­beratkan partainya itu.

“Saya sih menyarankan itu dicabut. Karena semua aturan harus realistis,” katanya lagi.

“Caleg perempuan itu nggak mudah. Harus rasional. Tidak ada maksud sedikitpun untuk mengabaikan undang-undang. Tidak ada maksud sedikitpun untuk mendiskreditkan perem­puan. Tapi realitasnya merekrut caleg perempuan itu sulit, mau di kota besar atau di kota kecil. Di mana-mana kami sulit me­rekrut caleg perempuan,” jelas Suryadharma. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA