“Anda mau mendaftar caleg? Dari daerah mana?†tanya peremÂpuan berkerudung kepada pria yang menghampirinya. PeremÂpuan itu menempati meja di dekat pintu masuk. Beberapa orang mendatangi ruangan ini meÂnaÂnyaÂkan persyaratan menjadi caleg.
Ada juga yang datang untuk mengambil kembali berkas. BerÂkas ditarik karena panitia meÂnganggap ada dokumen yang beÂlum dilampirkan. Setelah dilÂengÂkapi, berkas bisa diserahkan kemÂbali ke panitia.
Mereka hendak mendaftar jadi caleg semuanya kaum Adam. Tak terlihat perempuan yang menÂdaftar caleg. “Pendaftaran caleg masih terus berlangsung. Tiap hari kader-kader kita masih selalu berdatangan melengkapi berkas,†ujar Kepala Sekretariat Panitia Pendaftaran Caleg PPP Damuris Idris.
Saat ditemui
Rakyat Merdeka, pria bertubuh tambun itu sedang duduk di meja di pojok ruangan. Ia sibuk melipat-lipat surat unÂdaÂngan. Selain Damuris, ada semÂbilan orang yang sibuk dengan akÂtivitasnya masing-masing. BerÂkas dan surat undangan ditumpuk di meja kosong di ruangan itu.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2013 mengharuskan keterÂwaÂkilan caleg perempuan sebanyak 30 persen di setiap daerah pemiÂlihan (dapil). Untuk dapil yang meÂmiliki 4-5 kursi, setiap partai harus mendaftarkan dua caleg perempuan. Dapil yang 7-8 kursi, tiga caleg perempuan. Sementara dapil dengan 11-12, empat caleg perempuan.
Apakah PPP sudah memenuhi kuota itu? Damuris mengatakan belum mendapat informasi meÂngenai jumlah caleg perempuan yang mendaftar. Menurut dia, urusan urusan kuota 30 persen caleg perempuan ditangani langÂsung LPP.
Sekretaris LPP Fernita Darwis mengatakan, kuota caleg peremÂpuan itu cukup berat. “PPP tetap berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan,†ujarÂnya.
Menurut dia, jika mengacu keÂpada UU Pemilu, PPP sudah meÂmenuhi kuota perempuan dari total caleg yang hendak didafÂtarÂkan. Setiap tiga caleg, salah satuÂnya perempuan. Namun dengan keluarnya Peraturan KPU, piÂhaknya harus menyisir lagi caÂleg perempuan yang akan ditÂemÂpatÂkan di setiap dapil.
Fernita yakin PPP bisa meÂmenuhi kuota caleg perempuan di setiap dapil. “Sebab, dari pemilu ke pemilu perempuan di PPP berÂminat untuk nyaleg meningkat,†klaimnya.
Sesuai jadwal yang dibuat KPU, mulai 9 April 2013 partai suÂdah bisa menyerahkan daftar caÂleg sementara (DCS). Masa peÂnyerahan hingga 22 April 2013.
Menurut Damuris, PPP seceÂpatnya menyerahkan DCS seÂteÂlah selesai. “ Paling tidak pada hari-hari terakhir. Nanti di situ akan paling ramai,†ujarnya.
Untuk memenuhi kuota 30 perÂsen caleg di daerah, DPP meÂnyerahkan urusan itu kepada peÂngurus di daerah itu. “Yang peÂnÂting, pada saat penyerahan ke KPU nantinya tidak ada perÂsoalan,†tukasnya.
Kuota Tak Dipenuhi, Dilarang Ikut PemiluBos KPU Wanti-wanti ParpolApa sanksi bagi parpol tidak bisa memenuhi kuota keterwakilan perempuan 30 persen? Menurut Anggota KPU Ida Budhiati, sanksinya tidak bisa ikut pemilu
“Itu kan perintah undang-unÂdang. Artinya kalau norma huÂkum tidak dipenuhi, akan beÂrÂakibat hukum. Jadi ada sanksi yang bisa diterapkan,†ujarnya.
Ida melanjutkan, dalam UnÂdang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, sudah jelas meÂngatur soal itu.
“Kalau perinÂtah tidak diÂlaÂksÂaÂnakan, artinya partai tersebut tidak memenuhi syarat. AkiÂbatÂnya bisa dikenakan sanksi tidak bisa ikut berkompetisi di dapil tersebut,†ujar
Untuk itu, dia meminta parpol memperhatikan soal kuota peÂrempuan ini. Ia juga meminta parpol selektif menyusun daftar caleg sementara (DCS). Sebab, nama-nama yang ada di DCS tak bisa dibongkar pasang.
“Partai politik memang dapat mengajukan nama bakal calon pengganti DCS yang sebelumnya diserahkan. Tapi hanya untuk tiga sebab. Yaitu karena nama dalam DCS tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diharuskan, caÂlon tersebut menyatakan munÂdur dan karena meninggal dunia,†ujarnya. Jika parpol mengganti caleg bukan karena ketiga sebab itu, KPU tak akan menerima.
Ketua KPU Husni Kamil MaÂnik, menegaskan bahwa UU PeÂmilu dengan sangat jelas meÂngaÂtur syarat 30 persen keterwakilan perempuan.
“Kita beri tahu kepada parpol jika hitungannya harus dibuÂlaÂtÂkan ke atas. Karena undang-unÂdang kan memerintahkan syarat 30 persen itu sekurang-kuÂrangÂnya,†ujarnya.
Ia mencontohkan, partai politik mengajukan dua nama DCS dalam satu daerah pemilihan. Maka satu orang dari DCS terÂsebut harus merupakan peÂremÂpuan. Demikian juga jika meÂngajukan 11 caleg, maka keÂterwakilan perempuan harus 4 orang.
Aneh, Kok Sulit Cari 15 Ribu PerempuanPolitisi perempuan PDIP Eva Kusuma Sundari berpenÂdapat penyusunan 30 persen caleg perempuan hanya jadi ritual lima tahunan yang meÂnyaÂkitkan kaum hawa.
“Partai cenderung menolak memenuhi dengan alasan tiÂdak ada perempuan yang mau jadi caleg, sementara para peÂrempuan memprihatinkan tiaÂda komitmen politik dari parÂpol,†ujarnya.
Anggota DPR mengatakan diskusi soal persyaratan 30 perÂsen kuota caleg perempuan telah berlangsung sejak PemiÂlu 2004. Diulang 2009 dan kembali mÂeÂngemuka 2014.
“Untuk penduduk IndoneÂsia yang mencapai 260 juta dan peÂrempuan sebesar 5 perÂsenÂnya, tampaknya aneh kalau kesulitan mencari 15 ribu perempuan jadi caleg,†ujar Eva heran.
“Problemnya memang di soal komitmen politik parpol unÂtuk serius merekrut, menÂdidik, memÂberi ruang kepada perempuan politisi selama 5 tahun sebekum pemilu. Jadi isuÂnya bukan para perempuan suÂlit dicari, jumlah berlimpah tapi tidak diberi keÂsemptan berpartai,†sambung Eva yang sudah dua periode duÂduk di DPR ini.
Menurut dia, dalam keterÂwakilan perempuan di parleÂmen, Indonesia tertinggal dari Timor Leste. Negara yang maÂsih berusia muda itu sudah bisa menerapkan keterwakilan perempuan hingga 36 persen. “Mereka baru dua kali pÂeÂmilu lho,†ujar Eva.
PPP Ngaku Repot Rekrut 170 Caleg PerempuanKetua Umum Partai PersaÂtuan Pembangunan (PPP), SurÂyadharma Ali terang-terangan mengatakan partai sulit meÂmenuhi keterwakilan perÂemÂpuan 30 persen.
Menurut dia, mencari caleg perempuan itu tak mudah. BaÂnyak perempuan yang tidak beÂgitu tertarik dengan politik. “Saya tidak bermaksud meÂngaÂbaikan undang-undang maupun mengesampingkan kaum peÂrempuan. Namun faktanya meÂrekrut caleg perempuan itu sulit sekali,†katanya.
Menurut Surya, di Jawa TeÂngah dan Jawa Barat saja susah mencari caleg perempuan, apaÂlagi di daerah seperti Maluku, PaÂpua, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Untuk memperebutkan 560 kursi DPR, partai politik dibaÂtasi hanya mengajukan 560 persen. Sebanyak 170 di antaÂraÂnya caleg perempuan. Ini unÂtuk memenuhi kuota keÂteÂrÂwaÂkilan perempuan 30 persen.
Surya mengakui banyak kaum perempuan yang pandai dan berkualitas. Namun mereka belum tentu ingin terjun di duÂnia politik. Makanya, menurut dia, KPU dalam membuat peÂraÂturan harus melihat kondisi ini. “Aturan kuota 30 persen caleg perempuan sangat meÂnyuÂlitkan dan tidak berdasar pada realitas,†terangnya.
Menurut dia, bukan hanya PPP yang kesulitan memenuhi kuota 30 persen itu. Ia yakin parÂtai-partai lain juga mengÂhaÂdaÂpi kendala yang sama.
Suryadharma yang juga menjabat sebagai Menteri AgaÂma itu menuturkan saat ini seÂmua partai berorientasi untuk mendapatkan kursi sebanyak mungkin. Namun, lantaran hanya sedikit perempuan yang tertarik dengan politik, seÂhingÂga partai menempatkan caleg perempuan hanya untuk meÂmeÂnuhi aturan KPU.
Pria yang akrab disapa SDA ini mengatakan partainya meÂmiliki sejumlah organisasi yang mewakili perempuan. Misalnya majelis taklim perempuan seÂperti Mar’ah Solehah dam peÂrÂsaÂtuan ustazah.
“Tapi belum tenÂtu semuanya berminat (jadi caleg). Justru meÂreka banyak yang lebih meÂmilih untuk menÂjadi ustadzah saja,†ujarnya.
Karena itu, Ketua Umum PPP ini mendesak KPU agar menÂcabut peraturan kuota yang memÂberatkan partainya itu.
“Saya sih menyarankan itu dicabut. Karena semua aturan harus realistis,†katanya lagi.
“Caleg perempuan itu nggak mudah. Harus rasional. Tidak ada maksud sedikitpun untuk mengabaikan undang-undang. Tidak ada maksud sedikitpun untuk mendiskreditkan peremÂpuan. Tapi realitasnya merekrut caleg perempuan itu sulit, mau di kota besar atau di kota kecil. Di mana-mana kami sulit meÂrekrut caleg perempuan,†jelas Suryadharma. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: