Seperti yang terjadi pada Sabtu, 30 Desember 2023, sebanyak 157 orang pengungsi Rohingya mendarat di Desa Karang Gading, Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Tak cukup, 170 pengungsi Rohingya juga mendarat di Desa Kwala Besar, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).
Berdasarkan data United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR), lebih dari 1.200 orang Rohingya telah mendarat di Indonesia sejak November 2023.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino, menilai masalah pengungsi Rohingya akan terus berlarut apabila diplomasi pertahanan masih lemah seperti sekarang. Pasalnya, gelombang pengungsi Rohingya ini diduga kuat ada keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Menurut Arjuna, masalah perdagangan manusia erat kaitannya dengan kontrol perbatasan yang menjadi domain fungsi pertahanan negara. Arjuna menjelaskan, kontrol perbatasan menjadi aspek penting sebagai pintu masuk mencegah adanya gelombang pengungsi Rohingya sebagai korban perdagangan manusia. Lemahnya kontrol perbatasan membuat perdagangan manusia merajalela.
“Harusnya bisa dicegah apabila fungsi pertahanan negara, salah satunya kontrol perbatasan, berjalan baik. Namun tampaknya lemah, kurang antisipatif,” ucap Arjuna, melalui keterangannya kepada redaksi, Rabu (3/1).
Salah satu opsi kebijakan yang bisa menjadi solusi, menurut Arjuna, adalah dengan diplomasi pertahanan. Diplomasi pertahanan yang bisa ditempuh yakni dengan kerja sama multilateral berbasis kawasan layaknya General Border Committee di ASEAN.
Diplomasi pertahanan dalam bentuk kerjasama multilateral berbasis kawasan, lanjut Arjuna, menjadi penting mengingat perdagangan manusia merupakan
transnational organized crime sehingga Indonesia tak bisa menyelesaikan masalah ini sendirian.
“Masalah ini harus diselesaikan dalam perspektif kawasan dan pendekatan multilateral. Tak bisa kita sendirian. Namun sepertinya tidak ada upaya menuju ke arah itu,” tambah Arjuna
Atas masalah tersebut, Arjuna pun mengkritik pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang menyebut tidak fair kalau Indonesia harus menerima semua pengungsi itu menjadi beban. Menurut Arjuna, itu bukanlah pernyataan yang bijak.
Seharusnya Prabowo selaku Menteri Pertahanan menghadirkan solusi dengan melakukan upaya diplomasi pertahanan berbasis kawasan dan pendekatan multilateral untuk membendung gelombang pengungsi yang terus berdatangan.
“Seharusnya menghadirkan solusi. Bukan justru mengeluarkan pernyataan bernada provokasi yang berpotensi memancing kebencian rakyat sehingga bisa terjadi persekusi. Itu tidak bijak,” jelas Arjuna.
Untuk itu Arjuna meminta masalah pengungsi Rohingya tidak menjadi komoditas politik yang bisa menyuburkan sentimen rasial dan kekerasan yang melanggar perikemanusiaan. Para kontestan Pilpres harus menghadirkan solusi yang tidak melanggar perikemanusiaan, misalnya dengan diplomasi pertahanan dengan kerja sama multilateral pendekatan kawasan. Sehingga melahirkan solusi yang sesuai dengan perikemanusiaan, adil, dan beradab.
Dengan menghadirkan solusi berbasis kawasan dan kerja sama multilateral, terang Arjuna, maka akan bisa menyentuh akar persoalannya. Dengan perspektif multilateral melalui ASEAN bisa dimanfaatkan untuk memetakan jaringan sindikat pelaku perdagangan manusia, mulai dari daerah perekrutan, penampungan, hingga daerah tujuan eksploitasi di berbagai negara di kawasan Asia Tenggara.
“Diplomasi pertahanan berbasis kawasan melalui kerja sama multilateral bisa dimanfaatkan mengurai masalah perdagangan manusia. Itu bisa dilakukan oleh Menteri Pertahanan. Jangan hanya memanfaatkan isu itu untuk komoditas politik saja,” tutup Arjuna.
BERITA TERKAIT: