Selain Jimly, Lembaga Pengkajian MPR juga mengundang Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) FISIP UI, Chusnul Mar'iyah.
Dalam pemaparan awalnya, Jimly mengupas seputar partai politik. Menurutnya, kedudukan hukum partai politik sudah jelas. Di seluruh dunia, demokrasi pilarnya adalah partai politik. Partai politik itu adalah sebuah keniscayaan, maka mau tidak mau selama bangsa ini memilih jalan demokrasi, partai politik harus dibangun dengan desain yang dipersiapan untuk jangka panjang karena tidak ada demokrasi tanpa partai politik.
"Parpol kita ini harus menjadi instrumen demokrasi itu sendiri. Nah secara internal parpol itu sendiri harus menjadi instrumen demokrasi secara internal, demokratis dalam dirinya masing-masing. Jadi ada mekanisme internal yang didesain supaya dia bisa mempengaruhi demokrasi pada tingkat bernegara," katanya.
Diutarakan Jimly, yang harus disadari bersama adalah jumlah partai politik di Indonesia banyak sekali itu fakta dan kenyataan. Sebab,
freedom of association tidak bisa dicegah. Bahkan bangsa ini sudah membuat organisasi di luar struktur negara jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Intinya, masyarakat Indonesia sudah lama biasa berorganisasi. Dari situlah sebenarnya kekuatan
civil society Indonesia muncul dan merupakan kekuatan yang sangat luar biasa.
"Partai ini harus dilihat sebagai
intermediate structure dari
social infrastructure ke
political super structure. Intinya bagaimana hubungan antara organisasi-organisasi bermasyarakat dan organisasi bernegara. Maka struktur antaranya adalah partai politik, jadi posisi parpol sangat penting sekali. Di dalam konstitusi kita, kita terima (parpol) sebagai subjek hukum tersendiri/menjadi subjek hukum konstitusi. Parpol diberi hak oleh konstitusi untuk mengusung capres padahal dia bukan lembaga negara," terangnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: