Beberapa waktu lalu, peneliti CSIS, Arya Fernandes, mengatakan ada peningkatan dalam tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo. Peningkatan itu terjadi di hampir semua sektor, terutama di sektor maritim.
Namun, di mata politikus senior, Rachmawati Soekarnoputri, hasil survei itu terbantahkan oleh pernyataan KPK. Rachmawati menyorot kritik KPK yang menyayangkan peluang terpidana percobaan untuk mencalonkan diri dalam Pilkada. KPK juga menyayangkan jika koruptor masih diberi kesempatan menjadi kepala daerah.
"Lain kata CSIS yang memuja-muji rezim Jokowi, lain pula kata KPK. Negeri ini sakit. Koruptor bisa ikut pilkada, jadi puas dan bahagiakah rakyat jika negeri ini jadi sarang penyamun? Dipimpin oleh bandit-bandit pemeras rakyat?" kata Rachmawati.
Rachma mengatakan, jika survei CSIS itu benar berarti rakyat mengatakan puas dan bahagia dipimpin para koruptor. Maka itu adalah benar jika rakyat Indonesia disebut "sakit".
"CSIS bisa terima award dari Jokowi atas hasil surveinya selama ini. Sejak Orba sampai rezim proxy sekarang bahwa rezim berhasil membohongi rakyat," kata dia.
Putri Bung Karno ini mengingatkan bahwa korupsi sistemik dalam mega skandal BLBI pada masa peralihan Orde Baru ke rezim Megawati Soekarnoputri telah merugikan negara Rp 700 triliun.
Rachmawati tidak heran dengan hasil survei CSIS yang mengangkat pamor pemerintahan Jokowi. Apalagi sudah bukan rahasia bahwa CSIS bekerja ikut mengamankan sistem liberalisme dan kapitalisme sejak berdirinya rezim Orde Baru.
"Lembaga itu bekerja demi kepentingan sistem liberal kapitalisme sejak peralihan ke tangan rezim Soeharto melalui
coup d'etat tahun 65, inheren dengan upaya desoekarnoisasi sampai detik ini," pungkas Rachma.
[ald]
BERITA TERKAIT: