Banyak yang bereaksi denÂgan foto keluarga Anda saat peÂmakaman cucu Anda, terutama soal cadar. Bisa ditanggapi? Saya memberikan kebebasan kepada keluarga saya, untuk menjadi apa saja dan melakukan apa saja sepanjang tidak keluar dari rambu-rambu kehidupan yang telah saya pesankan kepada mereka.
Apa pesan Anda? Saya selalu berpesan kepada keluarga untuk tidak menjadiÂkan busana muslim sebagai alat memamerkan kadar keislaman. Meski anak cucu saya mengenakan cadar dan sorban, tapi tetap ditekankan nilai-nilai Pancasila.
Dengan berbusana cadar, ada yang menuding keluarga Anda sudah terpapar paham radikal. Bagaimana itu? Silakan berpakaian seperti itu, tapi mutlak nilai-nilai Pancasila harus dianut oleh keluarga kami. Tak ada itu paham radikalis di keluarga kami. Dengan modal itu saya ajari mereka untuk merasa memiliki, mencintai, membela negeri ini di manapun posisi mereka, apapun pekerÂjaan mereka. Di sinilah kita dilahirkan, dibesarkan, dididik, mendapatkan kehidupan, bahÂkan tempat peristirahatan yang terakhir.
Anda juga dikenal dekat dengan kalangan petinggi ormas yang kerap bersuara teÂgas dan lantang pada kemakÂsiaatan. Tanggapan Anda? Saya ingatkan, jangan camÂpur adukkan agama dengan ideologi negara. Jangan jual agama untuk kepentingan politik dan jangan jual agama untuk mencari keuntungan finansial.
Maksudnya? Saya sudah 50 tahun mengabÂdi untuk Indonesia, baik sebagai tentara maupun pemangku jabaÂtan negara. Karena itu, sudah terÂbiasa difitnah memiliki kerabat radikal. Seperti saat anaknya, Zainal Nurizky meninggal dunÂia di Afrika Selatan beberapa waktu lalu. Zainal dituduh ikut gerakan teroris. Padahal, Zainal sedang mendalami Al Qur'an untuk memantapkan akhlak dan moralnya sebagai basis pengabÂdiannya.
Apakah Anda akan mengÂgunakan jalur hukum atas tudingan dan fitnah itu? Saat ada orang yang mencibir dan memfitnah, saya pun hanya tertawa karena memang tidak perlu saya layani.
Bisa Anda contohkan tudinÂgan fitnah radikalisme terseÂbut? Beberapa tahun yang lalu, di saat anak saya Zainal Nurizky (alm) meninggal dunia pada saat belajar Al -Qur'an di Afrika Selatan, ada sebagian orang mengatakan anak saya mengaÂnut Islam radikal, masuk Islam garis keras, kader terorisme dan seterusnya. Padahal dengan kesadarannya sendiri, dia minta ijin untuk keluar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sanÂgat bergengsi itu, karena kepriÂhatinan dan kesadarannya meliÂhat perilaku sebagian generasi muda yang tidak lagi memiliki kepribadian yang tepuji.
Kenapa anak Anda tidak mengikuti jejak Anda di miÂliter? Anak saya ingin mendalami Al-Qur'an untuk memantapkan akhlak dan moralnya sebagai basis pengabdiannya ke depan nanti sebagai generasi penerus. Lewat internet, dia memilih temÂpat belajar Al-Qur'an yang beÂbas politik, ponpes internasional di wilayah land Asia Afrika Selatan. Saya beruntung pernah dipercaya menjadi panglima ABRI/TNI tetapi tak seorangpun anak atau menantu saya mengiÂkuti jejak saya sebagai militer, atau menjadi rekanan pengadaan Alutsista. Saya memang memÂinta dengan sungguh-sungguh kepada mereka untuk jangan sekali-kali memanfaatkan jaÂbatan saya untuk kepentingan pribadi.
Bagaimana kiprah pesantÂren di Afrika ini, benarkah ada paham-paham garis keras? Pesantren ini khusus memanÂtapkan pemahaman Al-Qur'an yang mengedepankan persauÂdaraan dan kedamaian, bukan sekolah teroris. Sayang sekali baru satu tahun belajar dari 7 tahun yang harus dijalaninya, dia meninggal di sana karena sakit saat membaca ayat-ayat suci.
Nah, kini pada saat cucu saya Ahmad Daniyal Al Fatih (alm) meninggal dunia, ibu, ayah dan kakak-kakaknya mengenakan busana muslim yang bercadar, bersorban, banyak masyarakat terkejut, media sosial ramai membincangkan tentang mereka.
Bagaimana respon Anda meÂlihat persepsi masyarakat? Ada yang senang dan ada pula yang mencerca dengan prasÂangka dan cara mereka. Bahkan mencoba menghubung-hubungÂkan dengan tugas dan jabatan saya sebagai Menko Polhukam. Saat ini, di tahun 2018 sudah genap setengah abad (50 tahun) saya mengabdikan diri saya keÂpada ibu pertiwi, 32 tahun dalam penugasan sebagai militer aktif dan sisanya 18 tahun dalam poliÂtik dan pemerintahan. Prestasi, pujian juga fitnah dan cercaan sudah tak terbilang banyaknya, namun tidak menggoyahkan kecintaan saya kepada negeri ini dan keyakinan saya tenÂtang ideologi negara Pancasila, Saptamarga yang telah merasuk dalam jiwa raga saya.
Soal kedekatan dengan ormas-ormas Islam selama ini, apa pesan yang Anda ingin berikan kepada para petinggi ormas? Dalami agama untuk bekal di akhirat dan memberikan kebaikan bagi sesama, bangsa dan negara. Kita boleh kenakan baju apa saja, selama kamu merasa nyaman, tetapi yang penting janganlah penampilanÂmu hanya untuk pamer tentang ke-Islamanmu, karena kedalaÂman agamamu bukan diukur dari pakaianmu atau penampilanmu, tetapi akhlak dan perilakumulah yang lebih utama.
Makna seperti apa? Kami selalu minta kearifan tokoh agama (intern) Islam. Mereka masing-masing punya komunitas dan perlu kearifan. Seperti aksi bela negara meruÂpakan suatu kewajiban dan keharusan bagi setiap warga negara. Hal tersebut tentunya dilakukan dengan berpegang pada Pancasila. Kewajiban kita untuk melakukan bela negara. Kata kuncinya adalah Pancasila. Ada satu kata kunci yang harus kita pegang untuk persatuan Indonesia, Indonesia yang satu.
Bagaimana dengan komitÂmen kebangsaan bagi orÂmas-ormas agama selama ini berkembang?
Terbentuknya Indonesia karÂena adanya persatuan. Persatuan merupakan hal yang penting untuk selalu dijaga. Sebab, tanpa persatuan, maka Indonesia akan mudah terpecah-belah. Kemerdekaan karena Indonesia satu.
Kita bisa membangun karena Indonesia satu. Kita bisa aman, bisa mencapai suatu masyarakat adil dan makmur dalam pemÂbangunan kalau kita bersatu. Jangan melupakan sejarah keÂmerdekaan Indonesia. Sebab, bangsa yang besar adalah bangÂsa yang menghormati jasa para pahlawannya. ***
BERITA TERKAIT: