Dalam forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), China menilai langkah tersebut tidak hanya melanggar aturan perdagangan internasional, tetapi juga berpotensi memicu resesi global.
Seperti dikutip dari
CNA pada Rabu 19 Februari 2025, China menjadi salah satu negara yang terkena dampak langsung dari kebijakan proteksionisme AS setelah Trump kembali menjabat sebagai presiden. Tak lama setelah dilantik, ia menerapkan tarif impor tambahan sebesar 10 persen terhadap China.
Selain itu, Trump juga menandatangani Instruksi Presiden yang memberlakukan tarif 25 persen untuk impor baja dan aluminium yang mulai berlaku pada 12 Maret. Kebijakan serupa kemudian diterapkan pada mobil impor baru, yang akan efektif per 2 April.
Duta Besar China untuk WTO, Li Chenggang, menyatakan bahwa dunia saat ini menghadapi gelombang kebijakan tarif yang mengejutkan dan berisiko tinggi.
"Tarif-tarif ini menciptakan ketidakpastian ekonomi, mengguncang perdagangan global, serta meningkatkan risiko inflasi domestik, distorsi pasar, atau bahkan resesi global," ujarnya.
China menilai kebijakan AS yang menargetkan negara-negara mitra dagang dengan surplus perdagangan melanggar aturan WTO dan menciptakan ketidakstabilan ekonomi global. Selain China, Trump juga sempat merencanakan tarif tambahan sebesar 25 persen untuk impor dari Kanada dan Meksiko, meskipun akhirnya ditunda setelah kedua negara itu menyepakati tuntutan Washington terkait isu imigran ilegal dan peredaran narkoba.
Namun, kebijakan serupa tetap diberlakukan terhadap China. Sebagai respons, Beijing membalas dengan mengenakan tarif impor terhadap komoditas batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS.
Li menegaskan bahwa kebijakan tarif AS bersifat sepihak dan sewenang-wenang. Ia mendesak Washington untuk segera membatalkan kebijakan tersebut serta mengedepankan dialog berbasis prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan keuntungan bersama.
BERITA TERKAIT: