Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Di Bambu Apus, Blangko e-KTP Terakhir Diterima 8 Bulan Lalu

Warga Curiga Apa Ada Kaitannya Dengan Kasus Korupsi

Senin, 13 Maret 2017, 10:13 WIB
Di Bambu Apus, Blangko e-KTP Terakhir Diterima 8 Bulan Lalu
Foto/Net
rmol news logo Masyarakat semakin mengeluhkan lamanya pengurusan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Penyebab utamanya, yakni kosongnya blanko e-KTP. Kekosongan blanko e-KTP melanda banyak wilayah.

Di Jakarta Timur, kekosongan blangko juga terjadi di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung. Hal itu antara lain dialami warga bernama Riko.

Jumat siang lalu (10/3), Riko mendatangi kantor kelurahan yang berada di Jalan Bambu Hitam Nomor 28, Cipayung, itu. Turun dari sepeda motor berwarna merah, Riko bergegas ke bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Langkahnya agak terburu-buru. Pasalnya, dia harus kembali lagi ke tempat­nya bekerja setelah dari kantor kelurahan.

Siang itu, dia ingin menanya­kan proses pembuatan e-KTP miliknya. Riko pun mendap­atkan penjelasan dari seorang petugas. Namun, raut wajah­nya tampak tidak bersemangat setelah mendengar penjelasan. Penyebabnya, e-KTP yang di­harapkan, belum selesai karena keterbatasan blangko.

"Sudah tiga bulan belum selesai juga. Kata petugas, blangkonya belum ada," ucap Riko saat berbincang dengan Rakyat Merdeka.

Dia mengaku, hanya diberi alasan bahwa kekosongan blangko karena memang belum ada kiri­man dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, Riko curiga, kekosongan blangko ada hubungannya dengan kasus korupsi proyek e-KTP yang sedang ditangani KPK.

"Mungkin saja. Yang pasti, pemerintah yang lebih tahu," katanya, sambil berjalan menin­ggalkan kantor kelurahan.

Selain di Kelurahan Cipayung, kekosongan blangko e-KTP juga terjadi di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung. Angga, salah satu warga Kelurahan Setu, Jumat siang itu, mendatangi Kantor Kelurahan Setu. Tujuannya, mengurus administrasi kependudukanya.

Mengenakan jaket hitam, Angga duduk di kursi barisan paling depan, dari tiga baris yang disediakan pihak kelura­han. Dia mengaku, sebelumnya sudah mengurus e-KTP di kelu­rahan tersebut.

"Saya sudah mengurus e-KTP pekan lalu, karena KTP saya belum elektronik. Tapi kata pihak kelurahan, saya harus menunggu tiga bulan," kata Angga saat ngobrol dengan Rakyat Merdeka di kursi antrean.

Saat ini, Angga hanya diberikan Surat Keterangan (Suket) yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta. Dia bilang, Suket tersebut bisa digu­nakan untuk mengurus berbagai hal yang membutuhkan e-KTP. Suratnya dikeluarkan dengan tandatangan Kepala Kelurahan.

"Waktu saya ngurus, petugas tidak bilang blangkonya habis. Waktu itu saya langsung dikasih Suket," ucapnya.

Lia, Kepala Seksi Dukcapil Kelurahan Setu mengatakan, sebenarnya tidak ada kekosongan blangko e-KTP. Blangko untuk pembuatan e-KTP, menurutnya, selalu dikirim dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Blangko selalu dikirim, namun jumlahnya memang terbatassejak beberapa bulanlalu. Sehingga, ada warga yang me­mang e-KTP-nya tidak langsung jadi," terang Lia saat berbincang.

Lebih lanjut, kata Lia, perekamane-KTP tetap berlangsung meski saat ini tidak tersedia blang­ko. "Kalau perekaman memang tetap kita lakukan. Arahan dari Dinas, kita kasih Suket yang bisa dipakai untuk mengurus berbagai keperluan warga," tuturnya.

Tak hanya Kelurahan Setu, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur pun mengalami hal yang sama. Sejumlah warga harus menunggu beberapa bulan sampai e-KTP-nya jadi.

Tommy Andreas, staf di loket Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Kelurahan Bambu Apus menyebut, blangko e-KTP di Kelurahan Bambu Apus selama beberapa bulan terakhir sangatterbatas. Hal itu, kata Tommy, sering dikeluhkan warga, padahal mereka telah melakukan pereka­man data e-KTP.

"Kita sering diprotes warga karena dikira kita lambat men­gurusnya. Ada juga yang sampai tidak mau tahu. Padahal, selama beberapa bulan terakhir, blangko memang tidak ada," kata Tommy saat berbincang.

Tommy menambahkan, tera­khir kali blangko e-KTP dikirim ke Kelurahan Bambu Apus pada 21 Juli 2016. Artinya, itu delapan bulan lalu. Itu pun, lanjut Tommy, blangkonya telah dipakai untuk warga yang sudah merekam iden­titas sebelum tanggal tersebut.

"Warga yang merekam data identitas setelah tanggal tersebut, belum dapat e-KTP sampai sekarang," tandasnya.

Selanjutnya, jelas Tommy, warga yang e-KTP-nya belum jadi, akan diberikan Suket yang dikeluarkan Disdukcapil. Dalam sehari, dia bilang, pihaknya mengeluarkan 15-20 Suket sebagai pengganti sementara e-KTP.

"Untuk sementara, kita kasih Suket dulu. Suket berlaku untuk semua keperluan. Secara seder­hana, semua fungsi e-KTP bisa digantikan surat itu," jelasnya.

Pihak Kelurahan Bambu Apus, sambung Tommy, telah menye­diakan layanan telepon maupun aplikasi pesan singkat whatsapp untuk memfasilitasi warga yang ingin mengetahui proses pembuatan e-KTP miliknya.

"Sehingga, warga tidak perlu bolak-balik ke kantor kelurahan. Selain itu, kita kasih tahu ke Ketua RT tempat warga tersebut tinggal," tutupnya.

Latar Belakang
Tidak Hapus Pidana, Pengembalian Duit Rp 250 Miliar Diterima KPK


Pengadaan e-KTP bergulir sejak tahun 2011 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Megaproyek itu, menghabis­kan anggaran dengan sistem multiyears sekitar Rp 6 triliun, menggunakan pagu anggaran 2011-2012.

Sebelum digulirkan, be­sarnya nilai anggaran sempat memunculkan aroma tak sedap. Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi, yakin proyek tersebut tidak tersentuh tangan-tangan koruptor.

"Kalau ada pelanggaran, ungkapkan saja. Saya malah dari awal minta tolong ke KPK, dua kalipresentasi ke mereka. ICW saya surati, saya juga minta ke BPKP. Kalau ada pelanggaran, buka semua," kata Gamawan saat itu.

Sebenarnya sosialisasi untuk e-KTP sudah dilakukan sejak 2003. Kemudian pada 2011, proses pengadaan barang dan pembuatan e-KTP dilakukan. Saat itu, Gamawan mengatakan, pemenang tender akan segera diumumkan.

Pemenang tender adalah kon­sorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Konsorsium itu terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Sandipala Arthaputra dan PT Quadra Solution.

Dalam perjalanannya kemu­dian, proyek itu dilaporkan ke KPK oleh Government Watch (Gowa) pada 23 Agustus 2011. Direktur Eksekutif Gowa Andi W Syahputra saat itu menyebut, proses pelelangan sejak peren­canaan hingga lelang diarahkan ke konsorsium tertentu.

KPK pun merespons laporan tersebut, meski sebelumnya KPK telah melakukan kajian se­jak Februari 2011, sebelum pros­es tender dilakukan. Kemudian, KPK pun memberikan rekomen­dasi kepada Kemendagri terkait dengan proyek itu, yang disebut KPK tidak dilakukan. Meski, kemudian Gamawan mengklaim lima dari enam rekomendasi itu telah dilakukan.

KPK lalu melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keteran­gan) sebelum menyelidiki perka­ra itu. Hingga akhirnya pada 22 April 2014, KPK menaikkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan.

KPK kemudian menetapkan seorang tersangka dalam kasus tersebut, yakni Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sugiharto merupakan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri. Dia dijerat dengan pasal penyalah­gunaan wewenang serta memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain.

Ketua KPK saat itu, Abraham Samad menyebut, kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut diperkirakan mencapai Rp 1 triliun. KPK juga tidak membantah adanya informasi tambahan kasus e-KTP dari terpidana kasus Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin.

Ketika itu, atas permintaan KPK, sejumlah nama dicegahDitjen Imigrasi bepergian ke luar negeri. Mereka adalah Sugiharto, Irman (Dirjen Dukcapil), Isnu Edhi Wijaya (bekas Dirut Perum PNRI), Anang Sugiana Sudihardjo (Dirut PT Quadra Solution), dan Andi Agustinus (wiraswasta).

Proses penyidikan pun dilakukan KPK seperti biasa, dari pemeriksaan saksi hingga se­jumlah penggeledahan. Waktu berlalu, tetapi penanganan kasus itu belum ada progres signifikan. Hingga pada akhirnya pucuk pimpinan KPK berganti dan diisi Agus Rahardjo Cs pada Desember 2015.

Saat itu, Agus berkomitmen menyelesaikan utang-utang penanganan kasus, termasuk e- KTP. Agus juga menyebut penghitungan kerugian keuangannegara mencapai lebih dari Rp 2 triliun dalam kasus e-KTP. "Yang kita terima kerugiannegaranya lebih dari Rp 2 triliun, menghi­tungnya itu dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)," kata Agus.

Pada akhirnya, KPK men­gumumkan tersangka lain setelah penanganan kasus ini lebih dari dua tahun. Tersangka yang ditetapkan saat itu adalah Irman, bekas Dirjen Dukcapil. "Penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan IR, mantan Dirjen Dukcapil, sebagai tersangka," kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati beberapa waktu lalu.

KPK lalu semakin intens memeriksa saksi-saksi kasus itu. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyatakan, sepa­njang 2016, KPK menerima pengembalian uang dari berba­gai pihak terkait kasus ini. Total pengembalian uang senilai Rp 250 miliar, dengan rincian Rp 220 miliar dari 5 korporasi dan 1 konsorsium, serta Rp 30 miliar dari perorangan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA