Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rumah Pribadi Patrialis Punya Dua Akses Gerbang

Sempat Digeledah Tim KPK

Senin, 30 Januari 2017, 10:47 WIB
Rumah Pribadi Patrialis Punya Dua Akses Gerbang
Foto/Net
rmol news logo Tidak ada aktivitas mencolok di rumah pribadi Patrialis Akbar, sehari usai hakim MK ini ditangkap KPK. Kediamannya cenderung sepi.

Patrialis dan keluarganya tinggal di rumah pribadi yang terletak di Jalan Cakra Wijaya V, Blok P, Nomor 3, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Di antara sejumlah bagunan di sekitarnya, rumah Patrialis bisa dikatakan yang paling megah.

Cat putih dengan aksen coklat pada bagian kayu, membuat ru­mah Patrialis mencolok. Tembok pagar bangunan 2,5 lantai itu pun kokoh dengan pemakaian bahan dari batu kali.

Karena letaknya yang berada di hook, rumah tersebut memiliki dua akses gerbang denganukuran berbeda. Gerbang utama yang berada di Jalan Cakra Wijaya V lebih besar. Sepertinya, gerbang itu sebagai akses keluar masuk kendaraan milik keluarga.

Dari pantauan pada Jumat lalu, gerbang tersebut dalam keadaan tertutup rapat. Sebuah mobil se­dan Toyota Camry berkelir hitam, diparkir tepat di mulut gerbang. Hingga sore hari, tidak ada pergerakan dari mobil tersebut.

Sedangkan gerbang kedua ukurannya lebih kecil. Letaknya meng­hadap Jalan Cakra Wijaya VII. Sekitar pukul setengah lima sore, seorang wanita turun dari sebuah mobil menuju gerbang tersebut.

Namun, saat Rakyat Merdeka mencoba mendatangi, wanita berkerudung warna gelap itu bergegas masuk. Dia menolak dimintai keterangan. Paginya, pada hari yang sama, KPK menggele­dah rumah Patrialis. Ada delapan orang yang menggunakan rompi bertulisan 'KPK'. Selama sekitar satu jam, tim KPK menggeledah kediaman Patrialis.

Seusai penggeledahan, mereka membawa satu boks karton war­na cokelat dan satu koper kecil warna hitam. Barang-barang tersebut, diduga merupakan buk­ti kasus yang menjerat Patrialis. Saat coba dimintai keterangan, tak sepatah kata pun keluar dari mulut tim tersebut. Mereka lang­sung masuk ke dalam mobil.

Rizman, Ketua RT tempat tinggal Patrialis, membenarkanpenghuni rumah di alamat terse­but merupakan Hakim MK. Hanya saja, dia tidak mengetahui terkait penggeledahan KPK di hunian tersebut. "Memang ru­mah Bapak Patrialis, tapi nggak tahu ada penggeledahan KPK. Beliau tinggal di situ sudah lima tahun lebih," ucapnya.

Sejumlah tetangga menyebut, Patrialis mudah bersosialisasi. Meski memiliki jabatan sebagai salah satu hakim MK, jika memi­liki waktu senggang, Patrialis kerap berbaur dengan warga.

"Kalau dari segi sosialnya bagus. Ramah sama tetangga," kata seorang pria yang menolak menyebut identitasnya saat ngo­brol dengan Rakyat Merdeka.

Pria paruh baya itu juga mengaku kenal dengan sosok Patrialis. Dia kerap berbincang santai dengan bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) itu. "Kemarin sore, saya masih ketemu dia. Cuma dia tak bicara masalah apa-apa. Kita ngobrol sebagai tetangga saja," ujarnya

Dia mengaku terkejut atas kasus yang menerpa Patrialis. Menurutnya, warga mengenal Patrialis sebagai orang yang reli­jius. "Pak Patrialis mengadakan pengajian rutin setiap pekan," tambahnya.

Di kompleks tersebut, Patrialis disebut memiliki sejumlah aset berupa enam rumah serta mobil-mobil. Bahkan, pria itu menye­but, orang-orang yang bekerja untuk Patrialis disediakan satu rumah khusus yang berada di de­pan rumah utama. "Pegawainya tinggal di rumah itu semua. Dari pembantu rumah tangga sampai penjaga rumah," katanya.

Pantauan Rakyat Merdeka, rumah tempat tinggal pegawai Patrialis cukup megah. Namun, sama seperti rumah utama, tak tak tampak aktivitas berarti di sekitar rumah tersebut.

Rumah ketiga masih berada di kawasan yang sama, namun ber­beda jalan. Rumah ketiga berada di Jalan Cakra Wijaya I. Informasi yang didapatkan, rumah ini disiap­kan Patrialis untuk anaknya.

Sedangkan rumah keempat Patrialis, berada persis di samp­ing rumah ketiga. Rumah terse­but biasa digunakan untuk kegia­tan majelis ta’lim. Sementara itu, untuk dua rumah lainnya masih belum diketahui keberadaannya.

Kamis lalu, Patrialis ditangkap KPK di sebuah pusat perbe­lanjaan di Jakarta Pusat. Saat ditangkap, dia bersama seorang wanita muda dan keluarga wanita tersebut.

Kilas Balik
Tersangka Basuki Hariman Minta KPKTunjukkan Barang Bukti Uang


KPK menetapkan hakim konstitusi Patrialis Akbar sebagai tersangka. Patrialis disangka menerima suap terkait permohonan uji materi Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"KPK meningkatkan status ke penyidikan dengan penetapanem­pat orang tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di kantornya.

Empat orang tersangka itu adalah Patrialis Akbar, Kamaludin, Basuki Hariman, dan Ng Feni. Dua nama pertama merupakan penerima suap, sedangkan dua nama lainnya merupakan pemberi suap.

Dalam penangkapan kali ini, KPK tidak mengamankan ba­rang bukti berupa uang. Namun, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK memiliki alat bukti yang cukupuntuk menetapkan Patrialis Akbar dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus ini.

Menurutnya, ada sejumlah dokumen yang diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT). "KPK yakin dengan kecukupan minimal dua alat bukti setelah OTT dan dilakukan pemerik­saan. Serangkaian komunikasi antara pihak-pihak terkait dalam perkara ini, termasuk para ter­sangka, serta dokumen-dokumen telah kami miliki," kata Febri.

Dia juga menyebut, saat OTT tersebut, petugas KPK menga­mankan tiga barang bukti berupa dokumen. Salah satunya adalah draf putusan MK dalam bentuk informasi elektronik.

"Benar, saat OTT kita tidak mengamankan uang. Tapi, ada sejumlah bukti yang signifikan menjelaskan indikasi tindak pidana suap," jelasnya.

Kata dia, saat mengamankan salah satu tersangka, KPK menemukan draf putusan dalam bentuk informasi elektronik. Dokumen lain berupa voucher pembelian mata uang asing dan dokumen pembukuan perusa­haan. Dokumen tersebut diper­oleh saat petugas KPK menga­mankan Basuki Hariman dan Ng Feni di kantornya di Sunter, Jakarta Utara.

Sebelumnya, Basuki Hariman mempertanyakan bukti uang suap ke Patrialis Akbar. Dia meminta KPK menunjukkan bukti hasil OTT. "Ini adalah OTT. Coba tunjukkan buktinya hari ini, mana buktinya OTT," ucap Basuki seusai menjalani pemeriksaan di KPK.

Beberapa waktu lalu, asosiasipeternak menggugat UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ke MK. UU ini digugat karena dinilai membolehkan impor sapi baka­lan maupun daging berdasarkan zone based.

Sistem zone based mengizinkanimpor sapi atau kerbau dari negara yang belum bebaspe­nyakit mulut dan kuku (PMK), namun dengan sejumlah per­syaratan. Berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni country based yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbe­bas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru.

Namun, gugatan tersebut tersangkut kasus dugaan suap yang membelit Hakim MK Patrialis Akbar. "Konteks kita gugat untuk melindungi peternak kita dari potensi penyakit mulut dan kuku. Kita ingin negara tidak mengimpor ruminansia dari negara zone based," ujar Ketua Umum Dewan Peternakan Nasional yang juga koordinator penggugat, Teguh Boediyana.

Teguh menjelaskan, impor daging atau sapi dari negara zone based dikhawatirkan bisa memicu wabah penyakit pada hewan ternak lokal. Dia mencontohkan, Inggris pernah mengalami wabah penyakit ternak, sehingga terpaksa memusnahkan 600 ribu ekor sapi dan 4 juta domba.

"Melindungi peternak lokal, itu tujuan kami menggugat. Kami ingin pemerintah memberikan perlindungan maksimum pada peternak lokal," tegas Teguh.

KPK menyangka, Patrialis Akbar menerima 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura. Selain itu, KPK menyita doku­men pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf Putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan Perkara Uji Materi UU Nomor 41 Tahun 2014.

Dalam kasus itu, Patrialis dan Kamaludin dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian, terhadap Basuki dan Feni, KPK mengena­kan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA