Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

76 Balita Divaksin Ulang Di Bawah Tenda Besar

Di Puskesmas Ciracas Ditangani 10 Petugas Medis

Selasa, 19 Juli 2016, 09:14 WIB
76 Balita Divaksin Ulang Di Bawah Tenda Besar
foto:net
rmol news logo Mereka datang untuk imu­nisasi ulang juga konsultasi, setelah menjadi korban vaksin palsu di Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda dan Klinik Bidan Elly.

Mereka berdatangan mulai pukul 08.00 WIB. Para orang­tua itu diarahkan ke lapangan yang berada tepat di samping Puskesmas Kecamatan Ciracas. Lapangan yang biasanya men­jadi area parkir itu, terletak di Jalan Haji Baping, Susukan, Jakarta Timur.

Pada bagian tengah hingga be­lakang lahan sekitar 20x10 meter tersebut, berdiri sebuah tenda besar. Di bawahnya, tersedia puluhan kursi plastik yang dis­usun menghadap ke panggung yang ada tepat di sebelah tembok puskesmas. Semua kursi tersebut untuk para orangtua yang akan memeriksa kondisi anaknya.

Di atas panggung, terdapat para petugas dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dinas Kesehatan DKI dan dokter Puskesmas Ciracas. Di panggung itu tersedia beberapa bangku yang disusun menjadi beberapa stan. Dimulai dari bagian reg­istrasi, penimbangan balita dan pencatatan stasus imunisasi, pe­meriksaan dokter spesialis anak, serta stan pemberian vaksin.

Sebelum divaksinasi ulang, setiap anak harus melewati hingga ke bagian pemeriksaan oleh dokter spesialis anak. Para dokter spesialis tersebut berasal dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Dari sini, dokter akan memberikan re­komendasi perlu atau tidaknya seorang balita divaksin ulang. Jika dianggap perlu, balita tersebut langsung divaksin atas persetujuan orangtua. Orangtua pun diwajibkan mengisi folmu­lir mengenai data mereka dan balitanya.

Vaksin yang digunakan ada dua macam. Pertama, vaksin DPT (Difetri Pertusis dan Anti Tetanus), HB (Hepatitis B) dan HiB (Haemophilus Influenza type B), atau vaksin pentavalen yang memberikan kekebalan terhadap lima jenis penyakit. Kedua, oral polio vaccine (OPV) yang mampu memberikan keke­balan terhadap penyakit polio. Vaksin pentavalen dan OPV merupakan vaksin yang ter­masuk dalam program nasional imunisasi dasar lengkap.

Dwi Febrianti, salah satu orangtua balita mengaku, datang ke posko untuk vaksin ulang anaknya yang berinisial FA(7 bulan). Terlebih, ia pada Jumat malam ditelepon petugas Satgas Penanganan Vaksin Palsu, dan diminta untuk vaksin ulang pada Senin kemarin. "Ya, kita datang ke sini," kata Dwi saat ditemui di Posko Vaksin Palsu Puskesmas Ciracas.

Ia mengaku telah memvaksin anaknya di RS Harapan Bunda pada bulan lalu. Pembayaran vaksin jenis pediacel dilakukan resmi di kasir sebesar Rp 600 ribu dan ada kwitansi resmi rumah sakit. Ia heran karena di berita media massa, kebanyakan korban vaksin palsu adalah yang bayarnya tidak melalui kasir, melainkan dokter atau perawat. "Ternyata, yang bayar resmi pun menjadi korban vaksin palsu." sesalnya.

Pengakuan berbeda disampai­kan Lilis, orangtua balita lain yang menjadi korban vaksin palsu. Dia mengatakan, lang­sung memboyong anaknya dari rumah, begitu mendengar ada kabar kegiatan vaksin ulang di puskesmas tersebut. Hal itu di­lakukan agar kesehatan anaknya terjaga. "Pas tahu di sini ada vak­sin ulang, saya langsung datang. Yang penting, anak saya sehat dulu, biar saya tak khawatir," kata dia.

Ia mengaku awalnya mem­bawa anaknya divaksinasi di Klinik Bidan Elly, yang bela­kangan diketahui menggunakan vaksin palsu. Anaknya sudah divaksinasi hepatitis B dan DPT. Tapi setelah tahu ada vaksin palsu, maka ia ingin buah hat­inya divaksinasi ulang.

"Sekarang berdoa saja. Mudah-mudahan usai divaksin ulang, anak-anak saya sehat terus," harapnya.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Ciracas, Winarto men­gatakan, untuk memberikan layanan vaksin ulang, pihaknya menyiapkan 10 petugas medis yang siaga di lima meja pelayan­an. Mereka berasal dari unsur dokter spesialis anak, tenaga gizi, perawat, bidan dan tenaga administrasi. "Data yang harus divaksin di sini ada 197 balita. Jumlah vaksinnya kita lebihkan, takutnya ada penambahan," ucap Winarto.

Kekhawatiran pun terjadi. Winarto menambahkan, dari 197 balita itu, kemarin pihaknya hanya berencana memvaksinasi 26 balita yang menjadi korban bidan Elly. Namun kenyataan­nya, jumlah balita yang divak­sinasi kemarin mencapai 76 orang. Hal itu terjadi lantaran ada penambahan balita dari tempat lain, termasuk dari RS Harapan Bunda.

"Tahunya ada yang dari Harapan Bunda dan tempat lain. Supaya masalah ini cepat tuntas, langsung kami tangani semua semampunya. Itu pun masih banyak yang tidak kebagian, dan harus diimunisasi besok," jelas dia.

Menurutnya, yang datang ke posko ini tidak hanya korban vaksin palsu. Namun, mereka yang penasaran dan khawatir juga datang untuk konsultasi, apakah perlu vaksin ulang atau tidak.

"Prinsipnya, semua yang da­tang akan dilayani, didata dan di­verifikasi. Klarifikasi dilakukan melalui interview dan buku imu­nisasi balita. Jika diindikasikan terkena vaksin palsu, maka akan divaksin ulang," tandasnya.

Di tengah berlangsungnya proses vaksin ulang, Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Negara Iriana dan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, serta Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu, yakni Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Maura Linda Sitanggang tiba di lokasi.

Rombongan Presiden datang pukul 09.00 WIB, untuk men­injau vaksinasi ulang terhadap masyarakat yang anaknya men­jadi korban vaksin palsu.

Latar Belakang
Kebanyakan Vaksin Palsu Jenis Pediacel Dan Tripacel

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, tidak semua jenis vaksin yang digu­nakan di 14 rumah sakit adalah palsu. Mayoritas jenis vaksin palsu yang digunakan di sejum­lah RS tersebut, adalah pediacel dan tripacel.

"Imunisasi di 14 rumah sakit itu tidak semuanya menggunakan vaksin palsu. Hasil pendalaman Satgas, setiap rumah sakit itu berbeda rentang waktunya," ujar Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Maura Linda Sitanggang di Kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan.

Maura menjelaskan, pediacel dan tripacel merupakan vaksin impor. Pediacel berisi vaksin kombinasi untuk menangkal penyakit difteri, pertusis, teta­nus, polio dan Hib (haemophilus influenza tipe b). Pada buatan dalam negeri, vaksin untuk menangkal penyakit tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu DPT (difteri, pertusis, tetanus), vak­sin polio, dan Hib. Sedangkan, tripacel adalah vaksin impor berisi DPT.

"Kedua jenis vaksin ini, dis­ebut tidak memberikan efek samping demam pada anak atau setidaknya hanya risiko demam ringan. Ini menjadi alasan se­jumlah orangtua memilih vaksin impor dengan harga yang lebih mahal," jelas dia.

Mengenai waktu penggunaan vaksin tersebut, Maura menga­takan, tidak semua RS meng­gunakan produk vaksin palsu itu pada tahun yang sama. Ada yang beberapa bulan di tahun 2016, ada yang tahun lalu, ada juga mulai tahun 2014. "Jadi tidak sama," kata Ketua Satgas Vaksin Palsu ini.

Menurut dia, Satgas hingga saat ini masih mendata anak-anak yang pernah mendapat vaksin palsu di 14 RS tersebut. Nantinya, kepada mereka akan diberikan vaksinasi ulang secara gratis. "Kami siap untuk melaku­kan itu," kata Maura

Ia juga menuturkan, Kemenkes telah memiliki agenda sendiri dalam seminggu ke depan untuk bertandang ke 14 rumah sakit tersebut. Maura mengatakan, Kemenkes telah menghubungi pihak rumah sakit.

"Kami sedang menghubungi nama-nama itu, meski sudah diumumkan tapi bisa bertambah. Bukan hanya rumah sakit, setiap anak yang kedapatan terkena vaksin palsu pun akan dihubungi satu per satu," tuturnya.

Mauran menjelaskan, ada dua proses yang sedang berjalan. Pertama investigasi, dan kedua tindak lanjut hasil investigasi. Ada 5 tim dari Kemenkes yang akan diterjunkan ke RS. "Saya ingin masyarakat percaya, kami akan jamin dan kawal ini dengan sebaik-baiknya. Meski kami tak janji hari ini bisa selesai semua, tapi kami ingin masyarakat tidak khawatir," jelasnya.

Maura menegaskan, vaksin wajib selalu tersedia dan tak pernah langka. Kelangkaan hanya terjadi pada vaksin impor. "Kami sudah menjamin keterse­dian vaksin wajib. Jadi kalau kelangkaan, itu kelangkaan apa? Kalau vaksin impor memang kami ketahui ada kelangkaan," tegasnya.

Menurut Linda, vaksin impor tersebut langka lantaran situasi ekspor dan impor yang tak me­nentu. Pemerintah sebenarnya juga sudah menyediakan alter­natif vaksin yang sama dari vak­sin impor tersebut. Vaksin yang sempat langka itu di antaranya Pediacel untuk TPT dan Tripacel untu DPT.

"Untuk itu, kami menyarankan masyarakat menggunakan vak­sin wajib dari pemerintah yang sudah terjamin keamanan dan ketersediaannya," sarannya.

Linda mengatakan, vaksin tersebut tersedia dengan harga murah dan kualitasnya tak kalah dengan vaksin impor. "Vaksin Indonesia juga sudah diekspor ke 130 negara," terangnya.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek sebelumnya telah mengungkap nama-nama rumah sakit yang menerima vaksin pal­su, yakni RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Bekasi), RS Sentral Medika (Gombong), RSIAPuspa Husada, RS Karya Medika (Bekasi), RS Kartika Husada (Bekasi), RS Sayang Bunda (Bekasi), RS Multazam (Bekasi), RS Permata (Bekasi), RSIAGizar (Bekasi), RS Hosana (Bekasi), RS Elizabeth (Bekasi), RS Harapan Bunda (Jakarta Timur), dan RS Hosana (Bekasi). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA