Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemain Valas Bergegas Jual Dolar Amerika

Jumat, 09 Oktober 2015, 10:37 WIB
Pemain Valas Bergegas Jual Dolar Amerika
ilustrasi/net
rmol news logo Mendapat informasi rupiah agak menguat, Edward Manik, warga Tomang, Jakarta Barat  bergegas mendatangi money changer yang berada di lantai dua area sebuah toko buku itu. Dia mau menjual sebagian tabungan dolarnya.

Bersama putrinya, Edward menyambangi teller wanita jual beli valuta asing (valas). Edwad, sepertinya pelanggan tetap di tempat itu. Sebagian petugas teller hafal wajah Edward. Setiap nilai dolar melambung atas rupiah, konsultan hukum ini menjual stok dolarnya.

"Mau jual dolar ya Pak," tanya teller kepada Edward. "Iya," jawab Edward. Sejurus kemudian, Edward diberikan secarik kertas kecil berupa formulir pengajuan penjualan valas.

Sering jual beli valas di money changer ini, Edward terlihat hafal segala prosedurnya. Tanpa diminta, pria berkulit cokelat itu langsung menyerahkan KTP asli sebagai syarat identitas jual beli valas.

Sambil berdiri di depan meja teller, Edward mengisi formulir. Dia menulis angka 800 dolar AS. Usai menulis, dia menyerahkan formulir itu kepada petugas teller. "Tunggu dipanggil ya Pak," ucap teller itu.

Saat itu, tidak terlihat banyak orang yang ingin jual beli valas. Terpantau, hanya ada lima orang yang menunggu namanya di­panggil. Tidak sampai 10 menit, nama Edward pun dipanggil teller melalui pengeras suara.

Edward kemudian menghampiri teller sambil membawa sebuah map cokelat kecil. Ukurannya pas untuk menaruh delapan lembar pecahan uang 100 dolar AS. Pas delapan lembar, dolar pun berpindah tangan.

Petugas teller kemudian memeriksa keaslian dolar tersebut. Begitu dolarnya dinyatakan asli, Edward kemudian diberikan uang Rp 10.960.000. Segepok rupiah diterima Edward dan dibawanya menuju bangku tunggu. Sambil tersenyum, dia menghitung ru­piah di genggamannya.

"Sebenarnya masih ada stok dolar beberapa. Tapi, saya rasa dolar ASakan terus merosot, jadi saya jual saja," ucap Edward.

Sambil berhitung, Edward menceritakan bahwa dirinya sudah lama berkecimpung dalam bisnis jual beli valas. Harga selisih, menjadi keuntungan tersendiri baginya. Modal investasi ini, dia dapat dari tabungan upahnya sebagai konsultan hukum.

Tidak setiap hari menangani kasus, waktu senggang dia man­faatkan untuk bermain valas. Saat dolar mencapai Rp 14.600 pada Senin lalu, Edward mengaku untung besar. Saat itu, dia menjual 1.000 dolar AS. Mata uang negeri Paman Sam itu, dia beli saat nilai dolar ASterhadap rupiah masih sekitar Rp 12 ribu. Tepatnya, Juni 2014.

Sebagai pemain valas, Edward sudah memprediksi dalam satu tahun dolar akan meroket. Dia menganalisis informasi dalam negeri hingga luar negeri, seperti kondisi ekonomi politik di Amerika Serikat, hingga persoalan perang di Timur Tengah.

Alhasil, saat rupiah melemah atas dolar AS, Edward meraup keuntungan. Dengan modal Rp 12 juta untuk membeli 1000 dolar AS, Edward menjual di tahun ini seharga Rp 14,6 juta. Selisih keuntungan yang didapat, sebesar Rp 2,6 juta. "Lumayanlah selisihnya," katanya.

Uang rupiah hasil menjual dolar sudah dihitung, dan pas. Edward meninggalkan area money changer dengan wajah tersenyum. Sekalipun keuntun­gannya mengecil, dia mengaku senang karena rupiah menguat. Dia berharap, penguatan ini terus berlanjut.

Pantauan Rakyat Merdeka, tidak banyak yang menjual uang asingnya. Tempat jual beli valas ini sempat membludak ketika dolar ASmelambung hingga di atas Rp 14 ribu. Saat itu, ant­rean mengular hingga ke luar area penjualan vallas. Petugas kemanan pun ditingkatkan saat itu. Namun kemarin, kondisinya sepi. Tidak lagi membludak. Satu per satu warga datang untuk transaksi jual beli valas. Ada yang menjual, ada pula yang membeli.

Salah satu pengunjung yang justru membeli dolar ASadalah Ani, warga Grogol, Jakarta Barat. Dia membeli 300 dolar ASuntuk keperluan kuliah sau­daranya di luar negeri. Nantinya, mata uang Paman Sam itu akan dia kirim untuk keperluan bu­lanan saudaranya itu.

Sepinya aktivitas jual beli valas diamini Eka, teller di Money Changer Ayu Masagung. Menurutnya, jumlah pengunjung terus menurun dalam satu pekan ini. Hingga siang hari kemarin, jumlah warga yang jual beli valas hanya sekitar 100 orang. "Sebelumnya, bisa lebih 500 orang dari pagi sampai siang begini," katanya.

Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, penguatan rupiah terjadi karena berbagai faktor, antara lain kon­disi ekonomi Amerika Serikat yang tidak terlalu baik dan perbaikan-perbaikan yang di­lakukan pemerintah, seperti deregulasi kebijakan.

Menurut dia, penguatan ru­piah ini sebenarnya bergerak ke arah normalisasi kurs, yakni mendekati nilai fundamental. "Kalau kita ukur, sebenarnya rupiah masih undervalue, terlalu rendah nilainya. Jadi, arah rupi­ah akan bergerak menguat," kata Darmin di Jakarta, Rabu lalu.

Dijelaskan Darmin, penguatan rupiah kali ini bergantung pada perkembangan kondisi ekonomi global. Darmin mengaku kesuli­tan menentukan faktor dominan yang mempengaruhi pengua­tan rupiah, baik melalui fak­tor eksternal maupun internal. Soalnya, kedua faktor tersebut sama-sama bekerja.

Senada dengan Darmin, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara berharap penguatan rupiah terus berlanjut. Dia menilai, pen­guatan rupiah belum mencapai batas fundamental atau masih undervalue.

"Dihitung Bank Indonesia sampai 13 ribu masih bagus. Tiga belas ribu lebih-lebih sedikit itu masih bagus," ujar Mirza.

Mirza mengatakan, adanya paket kebijakan pertama, kedua, dan ketiga menunjukkan komit­men pemerintah melakukan reformasi struktural, meski masih membutuhkan waktu untuk eksekusi dan kebijakan tersebut benar-benar terealisasi, sehingga menjadi sumber valas. Seperti dari kebijakan sektor pariwisata.

"Kalau jangka pendek, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menambah suplai valas di spot dan forward market. Tapi tak cukup dengan jangka pendek, structural reform de­regulasi ini harus diapresiasi karena itu yang diperlukan," katanya.

Dolar Juga Turun Terhadap Uang Asing Lain
Didik J Rachbini, Peneliti Indef

Sepekan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) agak mendingan. Hingga kemarin, satu dolar ASdihargai Rp 13.700. Pekan lalu, nilai tukar rupiah masih bertengger di angka Rp 14.600 per satu dolar AS.

Apakah ini murni keber­hasilan pemerintah? Menurut ekonom dari Institute for Development for Economic and Finance (Indef) Didik Junaedi Rachbini, paket ke­bijakan pemerintah tidak ber­pengaruh langsung terhadap penguatan rupiah ini.

Pada Senin lalu, pemerintah meluncurkan paket ekonomi jilid tiga. Selama empat hari berjalan, rupiah agak menguat.

Isi paket ekonomi jilid tiga itu; Pertama, kredit modal kerja bagi perusahaan yang berkomitmen tidak melaku­kan pemutusan hubungan kerja. Kedua, kredit ekspor diprioritaskan bagi perusa­haan yang banyak mengem­bangkan industri padat karya. Ketiga, peningkatan investasi. Keempat, pemulihan daya beli masyarakat.

"Deregulasi pemerintah itu baru pengumuman saja," ujar Didik, kemarin.

Tapi, Didik merespons positif upaya pemerintah men­dongkrak nilai tukar rupiah melalui beragam program ekonomi. Menurutnya, jika pemerintah konsisten bekerja, maka rupiah akan terus menguat.

"Penguatan rupiah ini bukan pengaruh langsung dari paket-paket pemerintah, tapi diper­kirakan ada ekspektasi baik dan ada aksi di pasar, di mana rupiah diminati," katanya.

Merinci program pemerintah mendongkrak rupiah, Didik mengaku ada beberapa kebijakan yang cukup sulit untuk direalisasikan. Misalnya, me­mangkas perizinan investasi kawasan industri dari delapan hari menjadi tiga jam.

Didik menjelaskan, meskipun peran pemerintah saat ini tidak berpengaruh langsung terhadap kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Namun, kebijakan pemerintah melalui program-programnya, dapat memberikan keper­cayaan publik dan menjadikan respon positif terhadap pasar. "Tetapi, paket pemerintah merupakan usaha untuk meningkatkan percaya diri," terangnya.

Menurut Didik, penyebab nilai rupiah menguat saat ini adalah faktor eksternal. Pasalnya, nilai tukar dolar ASterhadap nilai tukar mata uang asing lainnya juga sedang menurun. Selain itu, sinyal kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate) saat ini juga cenderung mereda.

Dia menyarankan, faktor eksternal yang menguntung­kan rupiah harus dimanfaat­kan pemerintah untuk serius menjalankan program paket ekonomi jilid tiga.

"Jadi, bagus dan perlu diteruskan. Tantangannya adalah implementasi yang masih diragukan karena kualitas birokrasi yang masih rendah dan ruwet," nilainya.

Didik menambahkan, penguatan rupiah ini menjadi tanda-tanda baik, sehingga kepercayaan harus dijaga dengan cara melanjutkan paket-paket deregulasi dan implementasinya yang benar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA