Ketujuh karyawan itu akan memulai shift kerja kedua, mulai pukul 2 siang sampai 10 malam. Dalam pengarahannya, ketiga orang berseragam hitam itu tak satu pun yang menyinggung soal penggunaan empat alat pemÂbaÂtasÂan BBM.
SPBU yang terletak di Jalan Abdul Muis Nomor 68, Jakarta Pusat itu, telah dilengkapi alat pendeteksi konsumsi BBM. DipaÂsang di tiang yang dicat warna peÂrak, ditaruh di samping jalur pengÂisian. Tinggi tiang sekitar 1 meter.
Alat yang menggunakan tekÂnologi
radio frequency idenÂtiÂfication (RFID) dilengkapi tomÂbol-tombol angka dan huruf untuk meÂmasukkan data. Juga ada layar unÂtuk menampilkan data. Di baÂgian ada tempat untuk meÂnempelkan kartu. Tidak ada pelindung dari huÂjan maupun sinar matahari.
“Belum ada pelatihan dari PerÂtamina untuk mengoperasikan alat itu. Ini masih percontohan,†papar Taufik, ketua tim. Keempat alat pembatasan BBM itu belum difungsikan. Sebuah kabel mirip kabel telepon tergulung rapi di badan tiang. Kawat tembaga menjulur ke luar dari badan kaÂbel, belum disambung.
Taufik menjelaskan, empat alat itu dipasang PT Industri TelekoÂmunikasi Indonesia (Inti) dua peÂkan silam. Alat itu akan terhuÂbung dengan server yang ada di kantor SPBU. Server itu terÂsambung langsung ke Pertamina.
“Servernya baru dua hari diÂcabut PT Inti,†terang Taufik samÂbil menunjuk ruangan kantor yang berjarak 10 meter dari alat peÂmantau itu.
Ruangan server berada di daÂlam kantor SPBU. Letaknya di sebelah kanan pintu masuk, tepat di depan pintu ruang pimpinan SPBU. Servernya sudah tidak ada. Di tembok bercat putih temÂpat server itu pernah dipasang, tamÂpak ada empat lubang. LuÂbang-lubang itu bekas baut pengÂikat dudukan server dengan tembok.
Di bawah tempat server dipaÂsang ada kabel yang terlindungi plastik setinggi setengah meter. Kabel menjuntai ke lantai. Di ruangÂan berukuran 4x5 meter tidak ada seperti komputer yang meÂnunjang server.
“Kemarin (Mingg-red), peÂtugas servernya ada. Bukan dari kami, tapi dari PT Inti,†ujar Taufik yang tahu bagaimana mengÂoperasikan server itu. NaÂmun, Taufik sudah diberiÂtahu bahwa sistem alat itu.
Pertama, setiap kendaraan baik motor maupun mobil akan diÂpasangi sebuah alat pengendali BBM. Kemudian alat itu akan terhubung dengan pemantau di setiap dispenser. “Jadi terpantau, nggak bisa isi bahan bakar lebih dari yang ditentukan,†ujar Taufik.
Kementerian Energi dan SumÂber Daya Mineral (ESDM), akan memasang alat pemantau pemÂbelian BBM bersubsidi berbasis teknologi informasi pada setiap kendaraan di DKI Jakarta mulai bulan Juli. Setelah alat terpasang, akan dilakukan pembatasan pemÂbelian BBM bersubsidi hingga batas kewajaran.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, tujuan pemasangan alat pemantau ini untuk pengendalian penggunaan BBM bersubsidi agar tidak melebihi kuota yang telah diteÂtapkan.
“Monitoring itu dalam rangka pengendalian. Kalau di-monitoring melulu tanpa ada pengendalian, percuma saja,†papar Susilo.
Dengan alat ini, lanjutnya, daÂpat diketahui jumlah BBM subÂsidi yang telah dipergunakan kendaraan tersebut adan apakah masih dalam batas kewajaran atau sebaliknya.
Berdasarkan data pemerintah, peÂmakaian wajar BBM kendaÂraan jenis sepeda motor yang wajar 0,7 liter per hari dan untuk mobil pribadi sekitar 3 liter per hari. Sementara untuk angkutan umum 5 liter per hari. “PemÂbaÂtasÂan akan dilakukan dalam jangÂka waktu tertentu, misalkan satu minggu,†tambah Susilo.
Rencananya, pemasangan alat pemantau BBM subsidi sekaligus pembatasan pembeliannya, diÂlakukan secara bertahap. Setelah diawali di Jakarta pada Juli 2013, diharapkan pada akhir 2013, sudah dapat meliputi seluruh Pulau Jawa. Mengenai rencana ini, sejumlah aturan hukum pendukung tengah dipersiapkan pemerintah.
Untuk diketahui, proses tender pengadaan sistem pemantauan dan pengendalian BBM bersubÂsidi berbasis teknologi informasi telah dilaksanakan PT Pertamina (Persero). Hasilnya, PT INTI diÂteÂtapkan sebagai pemenang tenÂder pengadaan sistem pengenÂdaÂlian BBM bersubsidi dengan menggunakan teknologi.
Dalam tender itu, PT Inti menÂdaÂpat proyek pengadaan dan peÂmaÂsangan alat pengendalian BBM untuk sekitar 100 juta kenÂdaraan, 5.027 SPBU, dan 92 ribu
nozzel. Saat ini, alat tersebut seÂdang diujicoba di tiga SPBU di Jakarta. Yaitu, SPBU di Jalan Abdul Muis Jakarta Pusat, TB Simatupang, Jakarta Selatan, dan Margasatwa, Ragunan, Jakarta Selatan.
Jakarta, Kaltim & Kalbar Jadi Target PertamaPemasangan Alat Deteksi BBM Di Kendaraan ÂPT Pertamina menetapkan PT InÂdustri Telekomunikasi IndoÂnesia (Inti) sebagai pemenang proyek pengÂadaan alat pemantau konÂsumsi bahan bakar minyak mengÂgunakan perangkat
Radio FreÂquency Identification (RFID).
PT Inti berkewajiban memaÂsang alat kendali yang akan dipaÂsang pada kendaraan bermotor dan SPBU se-Indonesia. Target waktunya satu tahun, dimulai pada Juli 2013, dan selesai Juni 2014.
Jumlahnya tidak sedikit. Untuk kendaraan bermotor diprediksi mencapai 100 juta unit yang akan dipasangi alat kendali berupa ring. Rinciannya, 11 juta mobil penÂumpang, 80 juta motor, tiga juta bus, dan enam juta truk. SeÂlain kendaraan, 5.027 SPBU se-Indonesia juga akan dipasangi alat monitoring.
“Kami juga akan ikut meÂmantau penyaluran premium dan solar bersubsidi yang keluar dari 91.311 kepala selang pompa BBM atau nozzel di 5.027 SPBU,†papar Direktur Utama PT INTI Tikno Sutisna.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya menÂjanÂjikan pemasangan alat kendali distribusi BBM bersubsidi jenis premium dan solar tuntas pada Juni 2014.
Ia menargetkan pada Juli menÂdatang, pemasangan alat kendali ditargetkan sudah selesai di seÂluruh kendaraan di tiga provinsi, yakÂni Jakarta, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat dengan jumlah SPBU mencapai 437 unit.
Kemudian, pada Agustus 2013, direncanakan terpasang di kenÂdaraan yang berada di KaliÂmanÂtan Tengah, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Lampung dengan 323 unit SPBU.
Pada September 2013, akan terpasang di 395 unit SPBU di Riau, Sumatera Barat, Jambi, SuÂmatera Selatan, dan BangÂkaÂbeÂlitung.
Mobil Hanya Dijatah Premium 3 Liter Per HariBBM Bersubsidi DibatasiPembatasan konsumsi menÂÂjadi salah satu opsi untuk menahan agar subsidi BBM tak membengkak. Tiga SPBU suÂdah dipasang alat pendeteksi konsumsi BBM.
Setelah SPBU dipasangi oleh alat, giliran kendaraan roÂda dua dan roda empat yang akan diÂpasangi alat RFID. TuÂjuannya, agar kendaraan berÂmotor terÂpantau tidak berlebih mengÂgunakan BBM bersubÂsidi.
Pemerintah punya ancer-ancer soal berapa pembatasan BBM bersubsidi. Di rata-rata untuk kendaraan motor 0,7 liter per hari. Sedangkan mobil tiga liter per hari.
Dalam seminggu, setiap seÂpeda motor hanya boleh mengÂkonÂsumsi BBM bersubsidi seÂbanyak 4,9 liter. Sedangkan moÂbil berkisar 18 sampai 21 liter.
Wakil Menteri ESDM SusiÂlo Siswoutomo mengatakan, pemÂbatasan itu hanya untuk BBM bersubsidi. Untuk BBM non subsidi, tidak ada pemÂbatasan.
“Jangan sampai, ada kenÂdaÂraan yang mengisi di SPBU maÂna sebanyak 200 liter, dan keÂmudian nanti jam 5 mengisi lagi. Itu kalau misalnya sudah dibatasi nggak bisa diisi lagi,†kata Susilo.
Hitung-hitungan pemerintah itu dianggap tak masuk akal. Jaka, warga Tanah Abang, JaÂkarÂta Pusat mengaku mengisi seÂpeda motornya lebih 1 liter seÂhari. Per dua hari dia mengisi Rp 10 ribu untuk premium. Harga preÂmium Rp 4.500 per liter.
“Kurang lah segitu (0,7 liter). Paling berapa jauh. Gaji saya pas-pasan. Anak dua. Kalau beli pertamax bisa nggak beli susu,†gerutu Jaka.
Jaka datang ke SPBU Abdul Muis, kemarin sore. Ia rela antre sekitar 10 motor demi mengisi preÂmium di tanki motor bebekÂnya. “Kalau bisa untuk motor nggak usah dibatas-batasi. Nggak usah naik,†pintanya.
Madun, tukang ojek yang biasa mangkal di Kementerian ESDM tak keberatan BBM berÂsubsidi dibatasi maupun diÂnaikÂkan hargÂanya. Kalau premium dibaÂtasi, dia akan mengisi perÂtaÂmax.
“Naikin aja ongkosnya, yang penting motor ada benÂsinÂnya dan bisa jalan,†ujarnya polos.
Kondisi Jakarta yang macet membuat banyak orang yang memanfaatkan jasanya. Ia tak khawatir tidak dapat peÂnumÂpang gara-gara menaikkan ongÂkos ojek. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: