Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kabel Belum Disambung, Server Dicopot Lagi...

Ngintip Alat Pembatasan BBM Di SPBU

Selasa, 14 Mei 2013, 09:01 WIB
Kabel Belum Disambung, Server Dicopot Lagi...
ilustrasi/ist
rmol news logo Tujuh karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 31.102.02 dikumpulkan di depan dispenser 21. Karyawan yang sudah mengenakan seragam merah itu membentuk dua barisan. Mereka mendengarkan pengarahan dari tiga orang berseragam hitam.

Ketujuh karyawan itu akan memulai shift kerja kedua, mulai pukul 2 siang sampai 10 malam. Dalam pengarahannya, ketiga orang berseragam hitam itu tak satu pun yang menyinggung soal penggunaan empat alat pem­ba­tas­an BBM.

SPBU yang terletak di Jalan Abdul Muis Nomor 68, Jakarta Pusat itu, telah dilengkapi alat pendeteksi konsumsi BBM. Dipa­sang di tiang yang dicat warna pe­rak, ditaruh di samping jalur peng­isian. Tinggi tiang sekitar 1 meter.

Alat yang menggunakan tek­nologi radio frequency iden­ti­fication (RFID) dilengkapi tom­bol-tombol angka dan huruf untuk me­masukkan data. Juga ada layar un­tuk menampilkan data.  Di ba­gian ada tempat untuk me­nempelkan kartu.  Tidak ada pelindung dari hu­jan maupun sinar matahari.

“Belum ada pelatihan dari Per­tamina untuk mengoperasikan alat itu. Ini masih percontohan,” papar Taufik, ketua tim. Keempat alat pembatasan BBM itu belum difungsikan.  Sebuah kabel mirip kabel telepon tergulung rapi di badan tiang. Kawat tembaga menjulur ke luar dari badan ka­bel, belum disambung.

Taufik menjelaskan, empat alat itu dipasang PT Industri Teleko­munikasi Indonesia (Inti) dua pe­kan silam. Alat itu akan terhu­bung dengan server yang ada di kantor SPBU. Server itu ter­sambung langsung ke Pertamina.

 â€œServernya baru dua hari di­cabut PT Inti,” terang Taufik sam­bil menunjuk ruangan kantor yang berjarak 10 meter dari alat pe­mantau itu.

Ruangan server berada di da­lam kantor SPBU. Letaknya di sebelah kanan pintu masuk,  tepat di depan pintu ruang pimpinan SPBU. Servernya sudah tidak ada. Di tembok bercat putih tem­pat server itu pernah dipasang, tam­pak ada empat lubang. Lu­bang-lubang itu bekas baut peng­ikat dudukan server dengan tembok.

Di bawah tempat server dipa­sang ada kabel yang terlindungi plastik setinggi setengah meter. Kabel menjuntai ke lantai. Di ruang­an berukuran 4x5 meter tidak ada seperti komputer yang me­nunjang server.

“Kemarin (Mingg-red), pe­tugas servernya ada. Bukan dari kami, tapi dari PT Inti,” ujar Taufik yang tahu bagaimana meng­operasikan server itu. Na­mun, Taufik sudah diberi­tahu bahwa sistem alat itu.

Pertama, setiap kendaraan baik motor maupun mobil akan di­pasangi sebuah alat pengendali BBM. Kemudian alat itu akan terhubung dengan pemantau di setiap dispenser. “Jadi terpantau, nggak bisa isi bahan bakar lebih dari yang ditentukan,” ujar Taufik.

Kementerian Energi dan Sum­ber Daya Mineral (ESDM), akan memasang alat pemantau pem­belian BBM bersubsidi berbasis teknologi informasi pada setiap kendaraan di DKI Jakarta mulai bulan Juli. Setelah alat terpasang, akan dilakukan pembatasan pem­belian BBM bersubsidi hingga batas kewajaran.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, tujuan pemasangan alat pemantau ini untuk pengendalian penggunaan BBM bersubsidi agar tidak melebihi kuota yang telah dite­tapkan. “Monitoring itu dalam rangka pengendalian. Kalau di-monitoring melulu tanpa ada pengendalian, percuma saja,” papar Susilo.

Dengan alat ini, lanjutnya, da­pat diketahui jumlah BBM sub­sidi yang telah dipergunakan kendaraan tersebut adan apakah masih dalam batas kewajaran atau sebaliknya.

Berdasarkan data pemerintah, pe­makaian wajar BBM kenda­raan jenis sepeda motor yang wajar 0,7 liter per hari dan untuk mobil pribadi sekitar 3 liter per hari. Sementara untuk angkutan umum 5 liter per hari. “Pem­ba­tas­an akan dilakukan dalam jang­ka waktu tertentu, misalkan satu minggu,” tambah Susilo.

Rencananya, pemasangan alat pemantau BBM subsidi sekaligus pembatasan pembeliannya, di­lakukan secara bertahap. Setelah diawali di Jakarta pada Juli 2013, diharapkan pada akhir 2013, sudah dapat meliputi seluruh Pulau Jawa. Mengenai rencana ini, sejumlah aturan hukum pendukung tengah dipersiapkan pemerintah.

Untuk diketahui, proses tender pengadaan sistem pemantauan dan pengendalian BBM bersub­sidi berbasis teknologi informasi telah dilaksanakan PT Pertamina (Persero). Hasilnya, PT INTI di­te­tapkan sebagai pemenang ten­der pengadaan sistem pengen­da­lian BBM bersubsidi dengan menggunakan teknologi.

Dalam tender itu, PT Inti men­da­pat proyek pengadaan dan pe­ma­sangan alat pengendalian BBM untuk sekitar 100 juta ken­daraan, 5.027 SPBU, dan 92 ribu nozzel. Saat ini, alat tersebut se­dang diujicoba di tiga SPBU di Jakarta. Yaitu, SPBU di Jalan Abdul Muis Jakarta Pusat, TB Simatupang, Jakarta Selatan, dan Margasatwa, Ragunan, Jakarta Selatan.

Jakarta, Kaltim & Kalbar Jadi Target Pertama
Pemasangan Alat Deteksi BBM Di Kendaraan ­

PT Pertamina menetapkan PT In­dustri Telekomunikasi Indo­nesia (Inti) sebagai pemenang proyek peng­adaan alat pemantau kon­sumsi bahan bakar minyak meng­gunakan perangkat Radio Fre­quency Identification (RFID).

PT Inti berkewajiban mema­sang alat kendali yang akan dipa­sang pada kendaraan bermotor dan SPBU se-Indonesia. Target waktunya satu tahun, dimulai pada Juli 2013, dan selesai Juni 2014.

Jumlahnya tidak sedikit. Untuk kendaraan bermotor diprediksi mencapai 100 juta unit yang akan dipasangi alat kendali berupa ring. Rinciannya, 11 juta mobil pen­umpang, 80 juta motor, tiga juta bus, dan enam juta truk. Se­lain kendaraan, 5.027 SPBU se-Indonesia juga akan dipasangi alat monitoring.

“Kami juga akan ikut me­mantau penyaluran premium dan solar bersubsidi yang keluar dari 91.311 kepala selang pompa BBM atau nozzel di 5.027 SPBU,” papar Direktur Utama PT INTI Tikno Sutisna.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya men­jan­jikan pemasangan alat kendali distribusi BBM bersubsidi jenis premium dan solar tuntas pada Juni 2014.

Ia menargetkan pada Juli men­datang, pemasangan alat kendali ditargetkan sudah selesai di se­luruh kendaraan di tiga provinsi, yak­ni Jakarta, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat dengan jumlah SPBU mencapai 437 unit.

Kemudian, pada Agustus 2013, direncanakan terpasang di ken­daraan yang berada di Kali­man­tan Tengah, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Lampung dengan 323 unit SPBU.

Pada September 2013, akan terpasang di 395 unit SPBU di Riau, Sumatera Barat, Jambi, Su­matera Selatan, dan Bang­ka­be­litung.

Mobil Hanya Dijatah Premium 3 Liter Per Hari
BBM Bersubsidi Dibatasi

Pembatasan konsumsi men­­jadi salah satu opsi untuk menahan agar subsidi BBM tak membengkak. Tiga SPBU su­dah dipasang alat pendeteksi konsumsi BBM.

Setelah SPBU dipasangi oleh alat, giliran kendaraan ro­da dua dan roda empat yang akan di­pasangi alat RFID. Tu­juannya, agar kendaraan ber­motor ter­pantau tidak berlebih meng­gunakan BBM bersub­sidi.

Pemerintah punya ancer-ancer soal berapa pembatasan BBM bersubsidi. Di rata-rata untuk kendaraan motor  0,7 liter per hari. Sedangkan mobil tiga liter per hari.

Dalam seminggu, setiap se­peda motor hanya boleh meng­kon­sumsi BBM bersubsidi se­banyak 4,9 liter. Sedangkan mo­bil berkisar 18 sampai 21 liter.

Wakil Menteri ESDM Susi­lo Siswoutomo mengatakan, pem­batasan itu hanya untuk BBM bersubsidi. Untuk BBM non subsidi, tidak ada pem­batasan.

“Jangan sampai, ada ken­da­raan yang mengisi di SPBU ma­na sebanyak 200 liter, dan ke­mudian nanti jam 5 mengisi lagi. Itu kalau misalnya sudah dibatasi nggak bisa diisi lagi,” kata Susilo.

Hitung-hitungan pemerintah itu dianggap tak masuk akal. Jaka, warga Tanah Abang, Ja­kar­ta Pusat mengaku mengisi se­peda motornya lebih 1 liter se­hari. Per dua hari dia mengisi Rp 10 ribu untuk premium. Harga pre­mium Rp 4.500 per liter.

 â€œKurang lah segitu (0,7 liter). Paling berapa jauh. Gaji saya pas-pasan. Anak dua. Kalau beli pertamax bisa nggak beli susu,” gerutu Jaka.

Jaka datang ke SPBU Abdul Muis, kemarin sore. Ia rela antre sekitar 10 motor demi mengisi pre­mium di tanki motor bebek­nya. “Kalau bisa untuk motor nggak usah dibatas-batasi. Nggak usah naik,” pintanya.

Madun, tukang ojek yang biasa mangkal di Kementerian ESDM tak keberatan BBM ber­subsidi dibatasi maupun di­naik­kan harg­anya. Kalau premium diba­tasi, dia akan mengisi per­ta­max. 

“Naikin aja ongkosnya, yang penting motor ada ben­sin­nya dan bisa jalan,” ujarnya polos.

Kondisi Jakarta yang macet membuat banyak orang yang memanfaatkan jasanya. Ia tak khawatir tidak dapat pe­num­pang gara-gara menaikkan ong­kos ojek. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA