Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bedeng Dibongkar Sendiri, Warga Repot Cari Kontrakan

Pembangunan Kantor Baru KPK Dimulai

Senin, 08 April 2013, 09:09 WIB
Bedeng Dibongkar Sendiri, Warga Repot Cari Kontrakan
ilustrasi/ist
rmol news logo .Waktu sudah mendekati pukul 2 dini hari. Warga yang menempati sepetak lahan kosong di Kelurahan Guntur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan masih berkumpul di pos yang dibuat dari kayu-kayu bekas. Sebuah lampu pijar yang diikatkan di bambu penopang atap menjadi penerangan satu-satunya pertemuan itu.
 
Sejumlah spanduk diikatkan di tiang-tiang posko. Isinya co­retan keresahan warga. Puluhan warga, baik pria maupun wanita, sedang memperbincangkan nasib jika tempat tinggal mereka di­gusur. Sesekali terdengar suara ta­ngis anak kecil dari dalam be­deng-bedeng yang berdiri di lahan itu.

Puluhan warga itu menempati lahan milik Komisi Pem­beran­tasan Korupsi (KPK). KPK akan memulai pembangunan kantor baru di lahan itu. Para pemukim yang membangun bedeng- be­deng di situ diminta hengkang.

“Kita tidak meminta macam-macam. Hanya memohon pe­nger­tian pihak KPK agar mem­be­rikan waktu kepada kami untuk mem­bereskan barang-barang kami dan kalau memang sudah akan diba­ngun, ya kami akan keluar dari lahan ini,” ujar pria yang ram­butnya dipangkas pen­dek dalam pertemuan itu. Pria ber­nama Ro­nald itu adalah Koor­dinator Forum Perjuangan Warga Guntur. Forum ini adalah per­kumpulan warga yang bermukim di lahan ini.

Ia mengungkapkan beberapa hari lalu didatangi staf KPK yang meminta agar warga segera me­ngosongkan lahan. Sebab, pada  9 April nanti, Satuan Polisi Pa­mong Praja (Satpol PP) Wali Kota Jakarta Selatan akan mem­bersihkan area ini. “Tidak mau tahu, pokoknya Selasa harus su­dah bersih dari situ,” ujar Ronald menirukan ucapan staf  KPK yang menemuinya.

Dalam pertemuan yang ber­lang­sung sampai Subuh itu, se­jum­lah warga mengungkapkan kegundahan hatinya harus angkat kaki dari sini. Mereka sadar m­e­nempati lahan yang bukan ha­k­nya. “Iya kami memang me­num­pang di sini. Dan kami tak me­minta apa-apa dari KPK. Hanya tolong dikasih waktu buat kami untuk siap-siap,” pinta Ronald.

 â€Kami memang mencari ma­kan dan bekerja di sekitar daerah ini. Anak-anak kami sekolah juga di sekitar sini. Kalau diminta se­gera angkat kaki kan tak semudah itu. Kami butuh waktu, persiapan dan juga mau cari duit dulu buat cari rumah kontrakan dekat-dekat sini,” tandasnya lagi.

“Bayangkan saja, surat pe­ringatan pertama hingga ketiga hanya berlangsung selama 11 hari. Berturut-turut. Bagaimana kami bisa berpikir cari tempat lain,” ujar Ronald.
 
Surat peringatan untuk me­ngo­songkan lahan itu diberikan pada siang hari saat sebagian warga se­dang mencari nafkah. Sebagian be­sar yang bermukim di sini sehari-hari bekerja sebagai pe­mulung. Ada juga yang membuka warung kecil-kecilan di sekitar ka­wasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Menerima surat itu, warga sem­pat mendatangi KPK untuk mem­peroleh penjelasan me­nge­nai ren­cana pengosongan lahan. Warga meminta bertemu dengan pim­pinan KPK. Namun warga hanya diterima staf bagian penga­duan masyarakat. “Katanya me­reka (pim­pinan) lagi sibuk,” ujar Ronald.

Sebagian warga yang ber­mukim di sini sudah me­m­bong­kar sendiri bedeng-bedeng yang dibangunnya. Bahan-bahan ba­ngunannya masih bisa dipakai lagi untuk mendirikan bedeng di tempat lain.

Ronald mendengar kabar war­ga yang sudah pindah mendapat uang. “Entah dari pihak mana, makanya mereka pindah. Kami nggak mau terima, karena nggak mengerti apa maksud pemberian uangnya,” ujarnya bersikukuh.

Kalaupun mau digusur, ia ber­harap, warga yang bermukim di sini sejak bertahun-tahun lalu ini diperlakukan manusiawi. Sebab, mereka memegang KTP DKI Jakarta dan juga rutin membayar iuran kepada pengurus RT dan RW setempat.

Warga berencana mengadu ke G­ubernur DKI Joko Widodo dan Wa­kil Gubernur Basuki Tjahaja Pur­nama. Mereka hendak me­min­ta agar diberi waktu untuk mencari tempat tinggal di lokasi lain. “Kami warga DKI. KTP kami KTP DKI. Tolong jangan di­cuekin saja,” pinta Ronald.

Malam itu, Romlah terlihat memeluk anaknya tertidur pulas di pangkuannya. Menurut dia, anaknya sudah beberapa hari belakangan tak mau sekolah.

 â€Mereka maunya di rumah aja,” ujarnya ibu beranak enam itu. Anak-anaknya takut peng­gu­suran dilakukan ketika mereka sedang berada di sekolah. Ketika pulang sekolah rumahnya dan orangtuanya sudah tidak ada.

Sama seperti warga lainnya, Ro­mlah meminta agar diberi wak­tu untuk mencari tempat ting­gal baru yang masih dekat dengan sekolah anak-anaknya.

KPK Minta Bantuan Pemda Gusur Warga Yang Nolak Pindah

Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK) menolak memberi waktu lagi kepada pemukim di lahan yang akan dibangun kan­tor baru Komisi ini.

“Memang betul sudah kami tolak,” kata Daryoto, staf Sek­­re­tariat KPK. Sebagai kon­­se­kuensi, warga yang bermukim di situ diminta mengosongkan lahan.

Ia menjelaskan, KPK tak ujug-ujug menyuruh mereka pindah. Sejak 2010, KPK sudah meminta lahan itu dikosong­kan. “Tapi yang bersangkutan ti­dak mau,” ungkap Daryoto.

Sepekan terakhir, KPK kem­bali meminta agar warga me­ngosongkan lahan. Namun war­­ga berharap diberi kelong­garan waktu. Warga berjanji lang­sung pindah begitu pemba­ngu­nan kantor baru KPK di­mulai.

Daryoto bersikukuh lahan itu segera dibersihkan dari bangu­nan. Jika sampai batas waktu yang ditetapkan warga tetap bertahan, mau tak mau mereka akan digusur. “Mereka akan ditertibkan via Walkot Jaksel,” ujarnya.

Pengamatan Rakyat Merdeka, di lahan tempat pembangunan kantor baru dipasang papan pemberitahuan. Tulisannya dilarang masuk tanpa izin KPK. Di bagian kiri lahan seluas 8.294 meter persegi itu dipenuhi be­deng-bedeng. Bedeng ini di­ja­dikan tempat tinggal sekaligus tempat untuk menumpuk ba­rang-barang bekas.

Bagian kanan dipenuhi se­mak belukar. Lantaran banyak di­tumbuhi rerumputan, pe­ngem­­bala kerap membawa kam­bing-kambingnya ke sini untuk makan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA