Tiga hari ke depan warga Jakarta dan sekitarnya siap-siap untuk tidak mengonsumsi tahu dan tempe. Soalnya, seluruh produsen makanan itu sepakat mogok produksi.
Aksi mogok produksi itu meÂnyusul kenaikan harga kedelai—bahan baku tahu dan tempe—yang hampir 50 persen. Dari Rp 5.500 menjadi Rp 8.200 per kiÂloÂgram. Produsen yang tetap neÂkat membuat tahu dan tempe baÂkal di-sweeping. Pelaku sweeping produÂsen tahu dan tempe juga yang mendukung aksi mogok produksi.
Seperti yang terjadi Senin maÂlam (23/7). Ratusan orang menÂdatangi Anas, produsen tahu dan tempe di Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta Pusat. Anas diÂanggap tak mendukung aksi moÂgok produksi.
Saat ditemui kemarin, kesediÂhan masih terlihat di wajah pria berusia 32 tahun ini. Ia duduk leÂmas bersandar ke meja kayu panjang. Matanya menatap kali kecil persis di depan rumahnya.
Terlihat gumpalan-gumpalan kacang kedelai di dasar kali berÂcampur dengan sampah. “KaÂcang keÂdelai itu milik saya yang suÂdah diÂrebus untuk dibuat menÂjadi tempe. Kacang kedelai itu menjadi korban sweeping dari perkumpulan pengusaha tempe dan tahu di Jakarta,†katanya sambil menunjuk ke dalam dasar kali yang lebarnya tidak sampai dua meter itu.
ÂAnas tinggal di rumah berlantai dua yang terbuat dari kayu dan triplek. Lantai dasar digunakan untuk memproduksi tempe dan tahu. Beberapa peralatan yang diÂgunakan untuk membuat dua panganan tradisional itu terlihat tergeletak di lantai ini. Sementara lantai atas digunakan sebagai tempat tinggal. Lantai ini disekat-sekat menjadi beberapa kamar. Dindingnya dari tripleks.
Ada 10 keluarga yang mengÂganÂtungkan hidup dari usaha pemÂbuatan tempe dan tahu ini. Setiap hari, Anas dan keempat kaÂwannya memproduksi tempe. Yang lain membuat tahu.
Anas menceritakan, Senin maÂlam (23/7) sekitar seratus orang mendatangi tempat tinggalnya. Saat itu, Anas dan tujuh temannya yang tinggal di rumah itu meÂmang sedang sibuk membuat temÂpe dan tahu.
“Kami kaget karena sebelumÂnya tidak tahu kalau akan diÂdaÂtangi. Saya yang sudah merebus 75 kilogram kedelai untuk memÂbuat tempe jadi korban aksi terÂsebut,†tutur pria asal PeÂkaÂloÂngan, Jawa Tengah ini.
Kedelai yang berada di kuali besar digotong beramai-ramai oleh pelaku sweeping. Tanpa baÂnyak bicara, mereka membuang kedelai ke kali di depan rumah.
Anas mengaku rugi besar akiÂbat aksi ini. Sebelumnya, ia meÂngaku tetap memproduksi tempe dan tahu walaupun keuntÂuÂnganÂnya minim. Harga kedelai naik, tapi dia tak berani menaikkan harÂga tahu dan tempe. Sebab bakal diprotes pembeli.
“Kami berpikir, daripada tidak beroperasi sama sekali lebih baik tetap usaha meskipun jumlahnya dikurangi. Tapi dengan kejadian semalam, tentunya saya harus meÂngikuti aturan untuk tidak berÂdagang selama tiga hari,†kata pria berambut ikal hitam ini.
Anas menuturkan, pada Sabtu lalu (21/7) mendapat mendapatÂkan selebaran. Isinya, produsen tahu dan tempe diajak mogok proÂdusen pada hari Rabu-Jumat karena harga kedelai yang terus naik. “Kalau kami tahu akan ada sweeping semalam, tentu kami tidak akan buat tempe,†sesalnya.
Sejak beberapa hari terakhir Anas sudah mengurangi jatah kedelai yang diproduksi untuk membuat tempe. “Biasanya saya siapkan 90 kilo untuk sekali buat tempe. Beberapa hari ini hanya 75 kilo saja,†tuturnya.
Ateng, rekan Anas ngeri memÂproduksi tahu dan tempe setelah aksi sweeping Senin malam. Ia pun memilih tak produksi selama tiga hari yang telah ditetapkan.
“Saya ini di sini sistemnya ngontrak tempat dan usaha. Libur atau tidak libur, tetap saja bayaran sama tiap bulannya. Apalagi seÂbentar lagi lebaran, pengeluaran tentu akan semakin besar,†keluh pria asal Cirebon, Jawa Barat ini.
Untuk membuat tahu, Ateng mempekerjakan lima orang. SeÂmuanya sudah berkeluarga. DaÂlam sehari, Ateng dan anak buahÂnya mengolah 150 kilogram keÂdelai untuk dibuat menjadi tahu.
Bila harga kedelai Rp 5.000 per kilo, modal yang harus dikeÂluarÂkan Ateng sehari sekitar Rp 800 ribu. Itu baru bahan bakunya. BeÂlum biaya minyak tanah maupun kayu bakar untuk memasak kedelai.
Dari modal sekitar Rp 800 ribu itu, omzet yang didapat Ateng bila dagangannya habis bisa menÂcapai Rp 2 juta. Jumlah ini masih perlu dipotong biaya pekerja.
“Kami ini hanya industri rumaÂhan yang produksi, modal serta keuntungannya masih kecil. Ada yang produksi lebih besar lagi dengan omzet yang jauh dari kami. Tapi untuk kenaikan keÂdelai, semua tetap terkena imÂbasnya,†ujarnya.
Ateng menjelaskan membuat tahu lebih rumit dibanding tempe meskipun waktu pembuatannya hanya hitungan jam. Untuk memÂbuat tempe, kedelai yang sudah direbus lalu dibentuk menjadi temÂpe setelah dua hari didiamkan.
“Kalau tahu, kami hanya butuh 5-6 jam saja untuk membuatnya. Tapi untuk proses, ini jauh lebih banyak ketimbang tempe,†terangnya.
“Harga Kedelai Bukan Naik Tapi Lompatâ€
Ketua II Gabungan Koperasi ProÂdusen Tempe Tahu IndoÂnesia (Gakoptindo) Sutaryo meÂngatakan di Jakarta ada 4 ribu proÂdusen tempe dan tahu. SeÂtiap bulan mereka membÂutuhÂkan 10 ribu ton kedelai dengan jumlah produksi tempe 15 ribu ton per bulan. Jika dihitung omÂsetÂnya mencapai Rp 120 miliar per buÂlan, atau Rp 4 miliar per hari.
“Mogok 3 hari, omzet yang hilang sampai miliaran rupiah. Dengan kita mogok, setidaknya konsumen tahu bahwa harga kedelai ini bukan hanya naik, persoalannya harga kedelai harÂganya lompat atau ganti harga,†kata Sutaryo.
Sutaryo bilang, produsen tempe dan tahu tak ada pilihan lain selain berhenti produksi seÂmentara agar tak merugi akibat kenaikan harga kedelai. Ia berÂharap ini bisa menjadi perhatian pemerintah. Mereka menuntut adanya kestabilan harga kedelai di dalam negeri.
“Dengan kondisi kedelai seÂtiap hari naik, kita sanggup proÂduksi tapi tak punya untung kaÂrena kenaikan mendadak. Konsumen tidak bisa terima kalau harga tempe dan tahu naik 35 persen,†katanya.
Ketua Pusat Koperasi Tempe dan Tahu DKI Jakarta Suharto mengatakan, sejak Mei lalu harga kedelai sudah mencapai Rp 8.200 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 5.500 per kilogram. Karena kenaikan gila-gilaan itulah pihaknya pihaknya sepakat mogok produksi selama tiga hari.
Keputusan mogok produksi ini, kata dia, sudah disepakati saat rapat 18 Juli yang dihadiri seÂmua pengurus koperasi priÂmer tempe dan tahu di lima wiÂlaÂyah Jakarta. Semua risiko seÂlama mogok kerja berlangsung sudah dihitung.
“Oleh karena itu, saya meÂngimbau semua perajin loyal pada kesepakatan yang sudah diputuskan pengurus koperasi,†katanya menegaskan.
Selama aksi berlangsung, para pengurus koperasi akan meÂngawasi semua sentra pemÂbuat tahu dan tempe di Jakarta. “Karena sudah menjadi kepuÂtuÂsan bersama, sudah sepantasnya setiap perajin mengindahkan keÂputusan ini,†ujar Suharto.
Sementara itu, Ateng produÂsen tahu di Kampung Rawa SeÂlatan, Johar Baru, Jakarta Pusat akan melakukan sweeping ke beÂberapa tempat di Jakarta. Ini untuk mendukung aksi mogok proÂduksi menyikapi melamÂbungÂÂnya harga kacang kedelai.
Untungnya Minim, Kurangi Produksi
Harga tahu dan tempe diÂperkirakan naik tiga hari ke deÂpan akibat kurangnya pasokan. Mulai hari ini produsen tahu dan tempe di Jakarta mogok produksi.
Ketua Pusat Koperasi Tempe dan Tahu DKI Jakarta Suharto memperkirakan harga potongan tempe yang biasanya dijual Rp 3.000 akan naik jadi Rp 4.000. Sedangkan potongan tempe dengan harga Rp 6.000 akan dijual Rp 8.000.
Saat ini jumlah perajin tahu dan tempe di Jakarta yang meÂmiliki rumah produksi meÂnÂcaÂpai 4.841 orang. Setiap rumah proÂduksi rata-rata meÂmÂpekÂerÂjakan 5-10 pekerja. Setiap bulan mereka mengonsumsi rata-rata 10 ribu ton kedelai.
â€Yang terbanyak masih di sentra produksi tahu dan tempe Semanan, Kalideres, Jakarta BaÂrat. Jumlah rumah produksi mencapai 1.258,†tuturnya.
Kendati akan menaikkan harÂga jual tahu tempe, para peÂngÂrajin bisa membawa uang baÂnyak saat mudik Lebaran. SeÂbab, kenaikan kedelai mengÂgeÂrus keuntungan mereka.
Dasyim 44 tahun, pengrajin tahu di daerah Semanan, KaliÂderes, Jakarta Barat mengaku sejak beberapa pekan ini menuÂrunkan produksi.
Sebelum harga kedelai naik, ia bisa memproduksi tahu hingÂga 6 kuintal per hari. Namun saat ini hanya 2,5 kuintal saja. TuÂrun sekitar 60 persen. MeÂlamÂbungÂnya harga kedelai memÂbuat keÂuntungannya tergerus.
“Untungnya paling buat maÂkan keluarga aja, sama biaya proÂduksi, dan gaji pegawai saya empat orang. Tapi biaya untuk muÂdik, itu yang sepertinya suÂsah untuk kami dapat tahun ini,†kata pria asal Majenang, CilaÂcap, Jawa Tengah ini. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.