RMOL. Sepanjang 2009 hingga 2011, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) baru 13 kali menyidangkan dan memberikan sanksi kepada hakim yang melakukan pelanggaran berat Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Hal itu disampaikan KomiÂsioÂner Komisi Yudisial (KY) Jaja AhÂmad Jayus yang didampingi Juru Bicara KY Asep Rahmat FaÂjar saat memaparkan Hasil PeÂneÂlitian Komisi Yudisial Mengenai Pengadilan Khusus di Gedung KY, Jakarta, Rabu (28/12).
Sekadar mengingatkan, MKH adalah perangkat yang dibentuk Makamah Agung (MA) dan KY. MKH bertugas memeriksa dan memutus kasus dugaan pelangÂgaÂran Kode Etik dan atau Pedoman Perilaku Hakim.
“Dalam arti bahwa Majelis KeÂhormatan Hakim menjadi forum pembelaan diri bagi hakim yang diusulkan untuk diberhentikan seÂcara bertahap,†ujar Jaja.
Jubir KY Asep Rahmat Fajar menyampaikan, MKH berjalan sesuai mekanisme yang diÂterÂbitkan dalam Keputusan Bersama Ketua Makamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 129/KMA/IX/2009–Nomor 04/SKB/P.KY/IX/2009 tanggal 8 September 2009 tentang Tata Cara Pembentukan, tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan KeÂputusan Majelis Kehormatan Hakim.
“Sejak diterbitkannya kepuÂtusan bersama itu sampai seÂkaÂrang, MKH telah dibentuk seÂbaÂnyak 13 kali. Dari jumlah terseÂbut, sebanyak 6 hakim yang diÂajuÂkan ke MKH merupakan reÂkomendasi KY. Sisanya atas reÂkomendasi MA,†ujar Asep.
Dari 13 kali pembentukan MKH itu, lanjutnya, yang terÂlakÂsana persidangannya hingga diÂkeluarkannya keputusan adalah 12 kali MKH. “Satu MKH tidak daÂpat dilaksanakan persidÂaÂnganÂnya, karena hakim yang diberikan kesempatan melakukan pemÂbeÂlaÂan diri itu mengundurkan diri seÂbaÂgai hakim sebelum sidang MKH dilaksanakan. Sehingga, dia seÂcara otomatis diberhentikan seÂbaÂgai hakim oleh MA atas perÂminÂtaan sendiri,†ujar Asep.
Dari data yang dipaparkan KY, jumlah hakim yang dipanggil untuk diperiksa KY dari tahun 2005 sampai 15 Desember 2011, sebanyak 471 hakim. Dari jumlah itu, 452 hakim memenuhi pangÂgiÂlan. Sedangkan yang tidak meÂmeÂnuhi panggilan 19 hakim.
“Yang tidak memenuhi pangÂgiÂlan itu, 9 hakim agung, 5 hakim tingÂgi dan 5 hakim tingkat I atau peÂngadilan negeri. Sedangkan unÂtuk jumlah pelapor dan saksi yang diperiksa 625 orang,†urai Asep.
Nah, untuk tahun 2011 saja, kata Asep, ada 71 hakim yang meÂmenuhi panggilan KY dan 4 orang tidak memenuhi panggilan.
Dari 452 hakim yang diperiksa, seÂÂbanyak 133 orang telah direkoÂmenÂdasikan ke MA untuk dijaÂtuhÂkan sanksi. Asep meÂnamÂbahÂkan, ada tiga macam rekomendasi sankÂsi, yaitu teguran tertulis, pemÂberÂhenÂtian sementara dan pemÂberhentian.
Selanjutnya, dari 133 hakim terÂsebut, sebanyak 72 orang diÂreÂÂkomendasikan agar dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis, 42 orang direkomendasikan untuk diberikan sanksi pemberhentian sementara dari jabatan hakim mulai dari 6 bulan sampai 2 taÂhun, 1 orang dijatuhkan sanksi beÂÂrupa hakim non palu selama 3 bulan, 18 orang direÂkomenÂdasiÂkan Âuntuk dijatuhkan sanksi beÂrupa pemberhentian tetap dari jabatan hakim.
Namun, dari 133 hakim yang diÂrekomendasikan untuk diberiÂkan sanksi itu, lanjut Asep, seÂbaÂnyak 110 hakim yang diÂreÂkoÂmenÂdasikan tidak atau belum meÂnÂdaÂpat tanggapan atau ditolak MA dengan beberapa alasan. “Hanya 23 yang diterima MA,†ujarnya.
Dilihat dari tingkat pengadilan terÂhadap 133 hakim yang dirÂeÂkoÂmeÂdasikan untuk diberikan sankÂsi, sebanyak 119 hakim berÂasal dari peÂngadilan tingkat perÂtama (peÂngaÂdilan negeri, pengaÂdilan hubungan industrial, peÂngaÂdilan agama, peÂngadilan TiÂpiÂkor dan PTUN) dan 14 hakim berasal dari tingkat banÂding atau pengadilan tinggi.
Sedangkan bila dilihat dari jenis peradilannya, ada 102 haÂkim yang berasal dari peradilan umum tingkat pertama (PN), 16 hakim dari peradilan umum tingÂkat banding, 5 hakim dari peÂngaÂdilan hubungan industrial (PHI), 6 hakim peradilan agama, 2 hakim PTUN dan 2 hakim peÂngaÂdilan Tipikor.
REKA ULANG
Dari Minta Uang Sampai Berbuat Asusila
1. Hakim Sudiarto (Ketua PeÂngaÂdilan Negeri Banjarmasin) diÂreÂkomendasikan MA untuk disiÂdang MKH. Sudiarto diÂlaporkan meminta sejumlah uang dan fasilitas kepada pihak berperÂkaÂra. Sudiarto diputus MKH pada 29 September 2009, dengan sanksi diberÂhenÂtikan secara tiÂdak hormat dari jabatan hakim.
2. Hakim AS (Pengadilan Negeri Rantau Prapat) direÂkomenÂdaÂsiÂkan KY untuk disidang MKH karena dilaporkan meminta seÂjumlah uang kepada pihak berÂperkara. Hakim ini diputus MKH pada 14 Desember 2009, deÂngan putusan tidak bersiÂdang selama 2 tahun dan diÂtemÂpatÂkan sebagai hakim yustisial di PeÂngadilan Tinggi Banda Aceh.
3. Hakim AKS (Pengadilan NeÂgeÂri Muara Bulian). DireÂkoÂmenÂdasikan KY karena diduga meminta sejumlah uang kepaÂda pihak berperkara. Dia diÂpuÂtus MKH pada 14 Desember 2009 deÂngan hukuman tidak bersiÂdang selama 20 bulan dan ditemÂpatkan sebagai hakim yustisial di Pengadilan Tinggi Kupang.
4. Hakim ER (PN Serui), diÂreÂkoÂmendasikan MA karena diduga melakukan perbuatan tercela dan meminta sejumlah uang kepada seorang bernama Dewi Varasinta. Hakim ER diputus MKH pada 23 Februari 2010 dengan hukuman dimutasikan ke Pengadilan Tinggi PalangÂkaÂraya sebagai hakim yustisial selama 2 tahun dan ditunda keÂnaikan pangkat selama 1 tahun.
5. Hakim Agus Kuswandi diÂreÂkoÂmendasikan MA karena meÂlanggar disiplin kepegawaian atau tidak pernah masuk kerja. Yang bersangkutan tidak jadi diÂsidangkan karena telah meÂngunÂdurkan diri sebagai hakim.
6. Hakim Rizet Benyamin Rafael (PN Kupang), direkoÂmeÂnÂdasiÂkan KY karena diduga meÂnyiÂdangkan perkara pihak yang maÂsih keluarganya sendiri. HaÂkim ini diputus MKH pada 16 Februari 2010 dengan huÂkuÂman diberhentikan dengan tiÂdak hormat dari jabatan hakim.
7. Hakim M Nasir (Pengadilan Agama Pare-pare). DiÂrekoÂmenÂÂdaÂsikan MA karena diduga mengÂgelapkan uang kuliah, menggunakan stempel palsu milik UMI Makassar dan melaÂkukan nikah siri. Nasir diputus MKH pada 26 April 2010 deÂngan hukuman diberhentikan dengan tidak hormat dari jaÂbatan hakim.
8. Hakim Ardiansyah Ferniahgus Djafar (PN Bitung), direÂkoÂmenÂdasikan MA karena diduga melakukan penipuan dengan meminta sejumlah uang keÂpaÂda pelapor agar anak pelapor luÂlus tes calon hakim. Hakim ini diputus MKH pada 15 NoÂvember 2010 dengan hukuman diberhentikan dengan hormat dari jabatan hakim.
9. Hakim Roy M Maruli NaÂpiÂtupulu (PN Balige), direÂkoÂmenÂdasikan KY karena diduga menerima sejumlah uang dari pihak berperkara yang ditaÂngaÂninya. Hakim ini diputus MKH pada 2 Desember 2010 dengan hukuman diberhentikan deÂngan tidak hormat dari jabatan hakim.
10. Hakim ED (PN Mataram, daÂhulu hakim PN Dumai), diÂreÂkoÂmendasikan KY karena diÂduga menerima sejumlah uang dari pihak berperkara. Dia diÂputus MKH pada 24 Mei 2011 dengan sanksi dimutasikan ke PN Jambi sebagai hakim yusÂtiÂsial selama 2 tahun.
11. Hakim Dainuri (Makamah SyaÂri’ah Tapaktuan), direÂkoÂmenÂdaÂsikan MA karena diduga meÂlakukan perbuatan tercela. Dia diputus MKH pada 22 NoÂvemÂber 2011 dengan hukuman diÂberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai hakim.
12. Hakim Dwi Djanuanto (PN JogÂjakarta, dahulu hakim PN Kupang), direkomendasikan KY karena diduga menerima seÂjumlah uang dari pihak berÂperÂkara yang ditanganinya. HaÂkim ini diputus MKH pada 22 November 2011 dengan hukuÂman diberhentikan tidak deÂngan hormat dari jabatan hakim.
13. Hakim Jonlar Purba (PN Bale Bandung, dahulu hakim PN Wamena), direkomendasikan MA karena diduga menerima sejumlah uang dari pihak berÂperÂÂkara yang ditanganinya. Hakim ini diputus MKH pada 6 Desember 2011 dengan sankÂsi disiplin ringan berupa teÂguÂran tertulis dengan akibat diÂkuÂrangi tunjangan kinerja sebesar 75 persen selama 3 bulan.
Yang Diproses Masih Minim
Yasonna Laoly, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yasonna Laoly menilai, kinerja pengawasan hakim sepanjang 2009-2011 melalui Majelis KeÂhormatan Hakim (MKH) maÂsih minim.
“Saya kira sangat banyak laÂpoÂran pelanggaran yang diÂlaÂkuÂkan hakim di berbagai daerah. Jika MKH hanya bisa memÂroÂses 13, rasanya itu minim, maÂsih sangat rendahlah,†ujar angÂgota DPR dari PDIP ini.
Dia menyampaikan, peran sentral memberikan sanksi terÂhadap hakim nakal masih tetap di tangan Makamah Agung. KaÂrena itu, Yasonna berharap MA tidak lagi menutup-nutupi berÂbagai kelalaian dan peÂlangÂgaÂran yang dilakukan hakim. “SeÂmangat korps itu jangan sampai merusak tatanan dan proses peÂnagakan hukum kita,†ujarnya.
Dia menyampaikan, apabila peÂran pengawasan internal MA efektif, maka kehadiran KY seÂbagai lembaga pengawasan eksternal bagi hakim akan tidak signifikan. Namun, realitas di InÂdonesia, lanjut Yasonna, maÂsih belum bisa mempercayai seÂpenuhnya pengawasan hakim ke bagian internal MA. “Kalau suÂdah bagus, peran KY akan renÂdah, tetapi kenyataannya beÂlum bisa,†katanya.
Yasonna juga melihat ada kemajuan dalam pengawasan di internal MA, namun itu pun maÂsih jauh dari harapan maÂsyaÂraÂkat. “Ada sedikit progres dari seÂbelum-sebelumnya, waÂlauÂpun dengan segala keterÂbaÂtaÂsan,†ujarnya.
Dia pun mendesak KY dan MA saling berkoordinasi untuk membenahi dan mengawasi para hakim. “Tentu dengan teÂtap menjaga domain masing-masing,†ujarnya.
Sanksi yang diberikan kepada hakim-hakim bermasalah pun, kata Yasonna, tampak tidak beÂgitu efektif menimbulkan efek jera. Karena itu, Yasonna berÂhaÂrap ada gerakan moral secara nasional untuk memperbaiki kondisi hukum Indonesia.
“Yang sudah ditangkap KPK saja begitu, apalagi yang tidak. Persoalan ini sudah sangat peÂlik, dan itu harus dibenahi menÂjadi sebuah gerakan nasional. Gerakan yang bisa dimotori para pemuka agama, pemimpin negara dan semua lapisan maÂsyaÂrakat harus dijadikan sebaÂgai gerakan moral yang holistik untuk membenahi sistim hukum yang ada,†ujarnya.
Belum Bisa Disebut Prestasi
Erna Ratnaningsih, Ketua YLBHI
Minimnya pemberian sanksi terhadap hakim melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH), menurut Ketua Yayasan LemÂbaÂga Bantuan Hukum InÂdoÂneÂsia (YLBHI) Erna RatÂnaÂningÂsih, tidak terlepas dari meÂkaÂnisÂme yang masih lemah.
“Mekanisme yang ada terÂnyata tidak efektif menjerat haÂkim-hakim nakal. MÂekanisme internal MA pun jelas tidak efekÂtif. Kemudian, banyak reÂkoÂÂmendasi KY yang tidak dijaÂlanÂkan MA,†ujar Erna, kemarin.
Erna pun merasa jengkel deÂngan sikap KY dan MA yang terÂkesan mengumbar rivalitas di hadapan publik. Hal itu tentu tidak akan berdampak baik bagi masyarakat, khususnya dalam pembenahan sistem hukum di Indonesia.
Karena itu, dia menyarankan agar dibuat nota kesephaman yang obyektif dalam melakukan pengawasan hakim. “Perlu MoU antara KY dan MA, keseÂpaÂkatan bagaimana menjerat haÂkim-hakim nakal dan memÂbenahi peradilan kita,†ujarnya.
Salah satu aspek penting yang perlu menjadi titik perhatian daÂlam membenahi perilaku haÂkim, lanjut Erna, yakni pemÂbeÂnaÂhan sistem peradilan. MeÂkaÂnisme peradilan sampai ke peÂngambilan keputusan mestinya dilakukan secara transparan.
“Transparansi di tubuh peÂngaÂdilan perlu disoroti, sebab meÂkanisme yang ada itu memÂbuka peluang bagi para hakim untuk berbuat nakal,†ujarnya.
MKH yang baru bisa meÂnyiÂdangkan 13 hakim, menurut dia, belum dapat disebut sebagai presÂtasi. Mekanisme pengaÂwaÂsan hakim harus diefektifkan.
“Dengan melibatkan civil soÂciety dalam pemantauan, juga dalam melihat track record haÂkim, mana yang pantas diproÂmoÂsikan dan mana yang berÂmaÂsalah. Jadi, diperlukan pengaÂwaÂsan berlapis mulai dari MA, KY dan elemen masyarakat. DeÂngan demikian, mafia peraÂdiÂlan diharapkan dapat dihiÂlangÂkan,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: