Selama 15 menit dia berÂbinÂcang-bincang dengan petugas. Pengurusan selesai, Ahmad balik badan meninggalkan loket. “Saya sedang mengurus izin pendirian reklame,†kata pria asal SawaÂngan, Depok ini.
Ahmad mengaku bolak-balik datang ke BPPT untuk mengurus izin reklame. Menurut dia, proÂsesÂnya panjang dan berbelit-belit. SeÂsuai aturan, izin bisa keluar daÂlam dua minggu. “Saya sudah satu buÂlan mengurus ini, tapi hingÂga saat ini belum selesai juga,†katanya.
Padahal, kata Ahmad, dirinya sudah meÂlengÂkapi semua perÂsyaÂratan. Mulai surat izin mendirikan reklame, data rekÂlame, peta siÂtuaÂsi, foto atau gamÂbar dan naskah reklame, fotokopi KTP, fotokopi lahan tanah, surat permohonan diÂtandatangani oleh direksi peÂrusahaan yang dilengkapi dengan materai, surat pernyataan yang menyatakan bersedia mengikuti semua ketentuan yang ditetapkan oleh Pemkot Depok.
Walaupun semua persyaratan sudah lengkap, kata Ahmad, petugas menganggap masih ada yang kurang. Ahmad diminta melampirkan surat izin dari keÂlurahan dan kecamatan setempat. “Saya paling malas kalau meÂngurus ke situ. Soalnya harus keÂluar duit lagi,†ucap Ahmad.
Ahmad mengaku sudah memÂbayar retribusi untuk pemasangan reklame ini sebesar Rp 600 ribu. Itu belum termasuk mengurus izin di kelurahan dan kecamatan. “Kalau dihitung-hitung habisnya bisa sampai jutaan,†kata dia.
Menurut dia, walaupun sudah mengantongi izin dari kelurahan dan kecamatan tak berarti semua beres. Saat pemasangan reklame, petugas Pemkot Depok datang dan menanyakan izin-izin.
“Petugas selalu mencari alasan dengan bentuk belum ada koorÂdinasi dalam pendirian. Tapi ujung-ujungnya minta ‘damai’. SeÂtelah dikasih beberapa ratus ribu merekapun pergi†katanya.
Ahmad mengaku sering meÂngaÂlami kejadian seperti saat meÂmasang reklame di daerah SaÂwaÂngan, Cinere dan Gandul karena jauh dari pengawasan Pemkot Depok. “Kalau di luar daerah itu mereka tidak berani,†katanya.
Ahmad berharap Walikota Depok lebih ketat lagi mengawasi anak buahnya di lapangan seÂhingga tidak terjadi praktek seÂperti itu lagi.
Selain itu pengurusan reklame sebaiknya satu pintu di Pemkot Depok saja. Tak perlu melibatkan kecamatan dan kelurahan. Sebab waktu untuk mengurus izin menÂjadi lebih lama. Juga mahal kaÂrena harus memberikan uang keÂpada aparat di tingkat itu.
Ini hanyalah salah satu gamÂbaÂran pelayanan di Pemkot DeÂpok yang masih diwarnai uang “peÂliÂcinâ€. Dalam kamus KPK, pemÂberian uang kepada peÂtugas ini bisa dianggap graÂtifikasi maupun suap.
Hampir semua pengguna layaÂnan memberikan uang pelicin agar tak dipersulit dalam penguÂruÂsan dan cepat selesai. Tanpa peÂlicin kepengurusan bisa jadi lama.
KPK memberikan rapor merah bagi Pemkot Depok. Dalam surÂvei yang dilakukan Komisi, daeÂrah yang dipimpin politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nur Mahmudi Ismail ini hanya menÂdapat skor 3,50.
Ini artinya integritas pelayanan Pemkot Depok masih rendah. PenÂdek kata, pelayanan itu rawan korupsi, penyalahgunaan weweÂnang dan gratifikasi.
Pengurusan berbagai izin-izin di Depok dipusatkan di Badan PeÂlayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Badan ini menempati gedung berlantai empat.
Di depan gedung dipasang papan putih dengan ukuran cukup besar yang bertuliskan “Badan Pelayanan Perizinan Terpaduâ€.
Masuk ke dalam gedung meÂlewati pintu kaca selebar 1,5 meÂter, terlihat sebuah meja resepÂsioÂnis. Meja ditunggui tiga pegawai perempuan.
Walaupun ada meja resepÂsioÂnis, orang yang hendak mengurus izin tak perlu melapor ke sini. Bisa langsung menuju loket-loket peÂlaÂyanan di sebelah kiri meja itu.
Di bagian depan diletakkan 15 kursi yang disediakan bagi orang mengurus izin. Kursi itu mengÂhadap tiga loket. Di depan loket dipasang papan panjang warna coÂkelat yang bertuliskan jenis perÂizinan dan loketnya.
Loket 1 terletak paling kiri. PeÂngurusan izin lokasi, Izin PengÂguÂnaan Ruang (IPR), Izin MenÂdirikan Bangunan ( IMB), perÂseÂtuÂjuan prinsip dan izin perikanan dan peternakan dilakukan di sini Loket 2 untuk mengurus izin usaÂha bidang pariwisata, industri, kesehatan, izin gangguan, tempat usaha, pengolahan limbah cair dan penyediaan tenaga listrik.
Loket 3 untuk mengurus izin layak fungsi, reklame dan peÂngoÂlahan air bawah tanah. Di setiap loket ditempatkan boks kecil yang dipasang tulisan “BagaiÂmaÂna pelayanan kami, baik, sedang dan kurangâ€. Masyarakat silakan memberikan pendapatny dan meÂmasukkan ke dalam boks itu.
Dinding kaca dipasang sebagai pemisah petugas dengan warga yang mengurus izin. Di tengah dinding kaca diberi lubang untuk komunikasi petugas dan orang yang mengurus izin.
Di kaca loket juga ditempel kerÂtas A4 yang menginformasi jam buka layanan. Yakni mulai puÂkul 8 pagi sampai 3 sore. WakÂtu istiÂrahat ditetapkan pukul 12 sampai 1 siang. Tak ada petunjuk maupun informasi mengenai tarif untuk mengurus izin di loket-loket itu.
Informasi mengenai tarif peÂnguÂÂrusan izin justru dipampang di website Pemkot Depok www.depok.go.id. Tarif untuk Surat Izin Perusahaan ( SIUP) daÂlam bentuk Perseroan Terbatas (PT); ukuran kecil Rp 50.000, MeÂnengah Rp 100.000 dan besar Rp 200.000. CV ukuran kecil Rp. 35.000, Menengah Rp. 75.000 dan Besar Rp. 150.000.
Izin koperasi skala kecil Rp 25.000, menengah Rp 50.000 dan besar Rp 75.000. Sedangkan peÂrusahaan perorangan skala kecil Rp 25.000, menengah Rp 50.000, dan besar Rp 75.000.
Sedangkan IMB untuk banguÂnan kesehatan di antaranya: RuÂmah Bersalin Rp 700.000, Balai Pengobatan Rp 600.000, Apotek Rp 500.000, Toko Obat Rp 150.000, Salon Kecantikan: Tipe A Rp 400.000, Tipe B Rp 300.000, Tipe C Rp 200.000 dan Tipe D Rp 100.000.
Selanjutnya, PBDU/ PBDG Rp 400.000, PBDS / PBDGS Rp 500.000, Optikal Rp 250.000, Radiologi Rp 500.000, LaboÂraÂtoÂrium Rp 500.000, Klinik FisioÂterapi Rp 250.000, Mendirikan Rumah Sakit Rp 1.000.000, klinik kecantikan Rp 600.000 dan Spa Rp 200.000
Untuk rumah atau bangunan biasa tarifnya yaitu, Retribus IMB=Tarif Bangunan+Tarif Administrasi. Perhitungan Tarif Bangunan (TB) adalah luas baÂngunan dikali standar harga dasar bangunan per meter persegi dikali prosentase fungsi bangunan makÂsimal 4 persen.
Sementara tarif administrasi ditetapkan satu persen dari tarif bangunan ditambah biaya pemeÂrikÂsaan gambar/koreksi gambar sebesar 6 persen dari tarif. Untuk bangunan seperti mall, apartemen dan bangunan sejenisnya dan sejenis disertai biaya pengawasan 10 persen tarif bangunan ditamÂbah biaya sempadan sebesar 1 persen dari tarif bangunan.
Kepala Subbag Humas Pemkot Depok, Deriko mengatakan hasil survei KPK ini menjadi cambuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Deriko berjanji Pemkot Depok seceÂpatnya membersihkan prakÂtep suap yang masih ada di pelaÂyanan perizinan. “Dalam waktu dekat kami akan bersihkan seÂmua,†katanya. Juga meÂngunÂdang KPK untuk melihat langÂsung proses pelayanan perizinan peÂnerbitan Surat Izin Usaha PeÂrusahaan (SIUP), Izin MenÂdiÂriÂkan Bangunan (IMB) dan pemÂbuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dinilai buruk. “Jika ditemukan ada petugas yang meminta fee akan kami berikan sanksi tegas,†katanya.
Deriko menjelaskan, peÂnguÂrusan KTP di Pemkot Depok graÂtis alias tidak dipungut biasa sama sekali. Sedangkan IMB dan SIUP dipungut retribusi yang besaranÂnya sudah ditentukan.
Namun, kata Deriko, orang seÂring meminta kepengurusan perÂizinan seperti KTP kepada pihak ketiga. “Nggak mungkin dong kita minta bantuan orang terus nggak diberi uang transport,†katanya.
Deriko menambahkan, menguÂrus KTP di tingkat RT, RW dan kelurahan biasanya ada penarikan uang. Aparat di tingkat itu meÂmang tidak mendapatkan gaji dari pemeÂrintah. “Biasanya mereka menarik uang untuk kas saja,†katanya.
Nur Mahmudi: Jangan Malas Ngurus Sendiri
Wali Kota Depok Nur MahÂmudi Ismail menyambut baik hasil survei Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi (KPK) yang meÂnyebutkan pelayanan perizinan di Pemerintah Kota Depok noÂmor dua paling buruk buruk, seÂtelah Lampung.
“Hasil survei KPK akan menjadi evaluasi dan intropeksi kami. Jika hasil survei itu kareÂna aparatur yang salah prosedur maka kami akan menindak teÂgas. Namun jika karena peÂriÂlaÂku masyarakat dalam meÂnguÂrus perizinan. Budaya itu harus diÂhilangkan,†kata Nur Mahmudi.
Meski begitu, sambung poliÂtisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pihaknya menyambut baik hasil survei KPK itu. SeÂbab survei itu akan melecut PemÂkot Depok untuk memÂbenahi diri.
Pihaknya juga akan memÂpeÂlaÂjari secara detail metode surÂvei KPK dan bila dapat diÂkoÂlaÂborasi dengan sistim penilaian yang dimiliki Pemkot Depok agar pelayanan publik menjadi maksimal.
Menurut Nur Mahmudi, peÂlayanan buruk diakibatkan oleh masyarakat yang masih mengÂgunakan budaya pihak ketiga atau biro jasa.
“Seperti halnya pembuatan SIM di Kepolisian, masyarakat datang sendiri membuat SIM. Seharusnya masyarakat Depok juga melakukan sendiri dalam membuat, KTP, IMB, dan SIUP. Kalau warga meminta tolong Pak RT membuat KTP dan Pak RT minta ongkos jalan tidak bisa disalahkan. SehaÂrusÂnya warga sadar dan melaÂkuÂkanÂnya sendiri. Bikin KTP di Depok gratis,†jelasnya.
Demi menghapus praktek penyuapan di Pemerintah Kota Depok, Nur Mahmudi meminta warganya untuk menghilangkan budaya malas dalam mengurus perizinan.
Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Somad, mengakui pelaÂyaÂnan perizinan di Kota Depok masih buruk karena masih baÂnyaknya kekurangan terhadap kualitas dan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) di setiap kelurahan dan dinas di PeÂmeÂrintah Kota Depok.
Untuk itu, kata Idris, pihakÂnya meminta pemerintah pusat agar diperbantukan empat ribu PNS agar pelayanan optimal. “Tenaga di kelurahan masih kuÂrang, kita minta tambahan PNS dari pusat, tahun ini kita minta empat ribu, enggak dikasih. KeÂbutuhan kita untuk pelayanan sempurna miÂniÂmal tujuh–deÂlaÂpan ribu PNS tambahan, buÂkanÂnya guru, guru sudah banyak,†katanya.
Apalagi, lanjutnya, Pemkot memperbantukan sukarelawan (sukwan) sebanyak sepuluh orang. Sukwan tersebut tak diÂgaji oleh APBD Depok. “Kita akan perbaiki dari sisi pelaÂyaÂnan SDM, satu kelurahan saja tak kurang 6-7 sukarelawan, ada yang sampai 10, yang tak digaji APBD, gaji mereka darimana?
Nah mungkin, mereka yang meÂngurus ada yang berikan uang suÂkarela, infak, kesannya baÂyaran kepada pemerintah, nah ini yang akan kita tertibÂkan,†katanya. Karena itu, lanÂjutnya, piÂhakÂnya akan memÂperÂÂÂtimbangkan agar sukÂareÂlawan tak memakai paÂkaian seÂraÂgam PNS.
Spanduk Kota Terkorup Dipasang di Kantor Walikota
Dua spanduk warna biru berÂukuran cukup besar dipasang di sisi kanan dan kiri gerbang maÂsuk Pemkot Depok. Spanduk bertuliskan “Bapak kamu beÂkerja di KPK Ya..? Kok tahu..? Karena.. Hasil survey integritas KPK terhadap lembaga peÂmeÂrintah di Indonesia tahun 2011, Pemkot Depok terkorup nomor 2 Se-Indonesiaâ€.
Di bagian bawah spanduk terÂdapat tulisan, “Barang siapa menÂcopot dan menghilangkan spanduk ini adalah koruptorâ€.
Spanduk yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gelombang Depok ini sangat mencolok dan dengan mudah dibaca masyarakat yang lalu lalang di depan Pemerintah Kota Depok.
Tidak hanya itu, di pelataran parkir Pemkot Depok juga di paÂsang satu spanduk dengan ukuÂran dan tulisan yang sama deÂngan yang di luar gerbang masuk.
Ketua Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang) Cahyo Putranto, komitmen WaÂliÂkota Depok Nur Mahmudi IsÂmail untuk menciptakan peÂmeÂrintahan yang bersih dari prakÂtik korupsi telah gagal.
“Nur Mahmudi sudah dua priode menjadi walikota di sini. Dia selalu mendengung-deÂngungÂkan mengenai pembÂeÂranÂtasan korupsi dan birokrasi berÂsih, namun apa yang kita dapat sekarang ini,†katanya.
LSM Gelombang, menurut Cahyo, banyak menerima peÂngaÂduan anggota masyarakat yang dipersulit bila mengurus surat izin usaha. “Seperti untuk pengurusan izin tempat usaha, sudah 1-2 tahun belum juga daÂpat izin karena tidak memÂbeÂrikan fee kepada petugas untuk mempercepat proses,†katanya.
Untuk itu, Cahyo mendesak DPRD Kota Depok dapat menÂjadi pengawas bagi aparat biÂrokÂrasi yang doyan korupsi dan jangan malas. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.