RMOL. Tiga Toyota New Camry warna hitam parkir berderet di basement Grha Angkasa Pura I di Kota Bandar Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Nomor polisi ketiga mobil berÂkapasitas mesin 3.500 cc itu juga berurutan. Yakni B 102 API, B 103 API dan B 104 API. Tiga huÂruf di belakang nomor itu meÂrupakan akronim dari Angkasa Pura I.
Sedan itu termasuk kelas preÂmium. Harganya mencapai Rp 658,5 juta. Melihat dari noÂmor polisi dan harganya, pengÂguna mobil ini bukanlah orang semÂbarangan. Mobil itu meruÂpaÂkan tunggangan para direksi.
Direksi PT API berjumlah lima orang. Yakni, Direktur Utama TomÂmy Soetomo, Direktur OpeÂrasi dan Tehnik Harjoso Tjatur Prijanto dan Direktur Komersial Robert Daniel Waloni.
Kemudian Direktur Personalia dan Umum ditempati Yushan SaÂyuti. Sementara Gunawan Agus SubÂrata menjadi Direktur KeÂuangan. Selain kendaraan dinas, para direksi juga menempati ruang kerja yang istimewa. Satu lanÂtai khusus untuk kantor diÂreksi. Tempatnya di lantai enam atau lantai teratas Blok A Grha Angkasa Pura I.
Ada dua gedung di kompleks perÂkantoran Angkasa Pura I. Di sebelah kanan Blok A terhadap geÂdung berlantai tiga. Posisinya berimpitan. Di gedung ini SekÂreÂtaris Perusahaan dan Hubungan Masyarakat (Humas) berkantor.
Mendekati gedung Blok A kita disambut pintu kaca yang memÂbuka dan menutup secara otoÂmÂatis. Di balik pintu itu terhampar lobby yang luas.
Semua dinding lobby itu dilaÂpisi granit dengan corak merah. Termasuk tiang-tiangnya dan meja resepsionis. Selain dilapisi granit, tiang-tiang gedung juga diberi ornamen garis dari kaca.
Granit juga menutupi seluruh lantai lobby maupun lantai dasar gedung itu. Menatap ke atas, di bagian tengah langit-langit lobby dibentuk pola lingkaran. Langit-langit itu ditutupi gipsum yang kemudian dicat warna putih. Di bagian kanan lobby langit-laÂngitnya ditutupi panel.
Di bawah langit-langit yang ditutupi panel itu diletakkan meja panjang. Lima kursi mengelilingi meja itu. Meja dilapisi warna merah dan putih. Sedangkan kain putih menutupi kursi.
Tak jauh dari situ terhadap delapan sofa berwarna putih susu. Biasanya, kursi ini untuk tempat menunggu tamu.
Sebuah kursi tamu juga ditemÂpatÂkan di sisi kiri lobby. JumlahÂnya juga delapan. Tapi ukurannya lebih kecil. Di samping kursi itu ditaruh maket Bandara Juanda, Surabaya.
Sebuah akuarium berukuran beÂsar menjadi penghias ruang lobby. Airnya keruh. Tak terlihat ada ikan di dalamnya.
Guci-guci ukuran sedang dari tanah liat menghiasi sudut-sudut ruangan. Ada yang berbentuk buÂlat pendek, bulat meninggi mauÂpun segi empat. Guci-guci meruÂpaÂkan wadah untuk menemÂpatÂkan tanaman hias.
Meja resepsionis setinggi dada orang dewasa ditempatkan meÂnemÂpel di dinding lobby. Meja diÂtunggui seorang resepsionis dan dua petugas keamanan.
Setiap pengunjung harus mengisi buku tamu di meja meja recepsionis. Rakyat Merdeka tak diperbolehkan naik untuk bertemu direksi.
“Kalau mau ke atas harus buat janji dulu sama direksi baru diÂperÂbolehkan naik,†kata salah satu petugas keamanan yang mengenakan pakaian hitam-hitam ini.
Pria bertubuh tinggi kurus meÂngarahkan agar menemui SekÂreÂtaris Perusahaan di Blok B. “Ke Sekretaris Perusahaan atau HuÂmas dulu kalau mau bertemu direksi,†kata dia.
Blok A dan Blok B dihuÂbungÂkan dengan sebuah lorong yang terletak di samping kanan resepÂsioÂnis. Lorong itu berujung di seÂbuah ruang tamu Sekretaris PeruÂsaÂhaan. Ada enam kursi yang diÂseÂdiakan bagi tamu yang menunggu.
Ruangan Sekretaris PeruÂsaÂhaÂan dan Humas tak jauh dari itu. Ukuran ruangannya tak terlalu beÂsar. Diisi beberapa meja dan kurÂsi yang penuh dengan tumÂpukan buku dan kertas. Beberapa karyawan terlihat bekerja dengan serius di mejanya masing-masing.
Asisten Sekretaris Perusahaan BiÂdang Hubungan Antar LemÂbaÂga dan Humas, Merpin ButarÂbutar mengatakan, kantor dan faÂsilitas bagi direksi tidaklah meÂwah. “KanÂtor direksi hanya berisi ruang kerja dan ruang rapat,†kata dia.
Menteri BUMN Dahlan Iskan sempat menyindir ruang kerja direksi perusahaan negara yang super mewah. Ia tak mengÂhaÂramÂkan direksi punya kantor mewah asalkan pelayanan kepada maÂsyarakat bagus.
Dahlan bertekad menurunkan kemewahan di jajaran pimpinan BUMN dalam waktu tiga bulan jika kinerjanya negatif.
Ada 13 bandara yang dikelola AngÂkasa Pura I. Yakni, Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara HaÂsanuddin Makassar, Bandara Sepinggan Balikpapan, Bandara Frans Kaisiepo Biak, dan BanÂdara Sam Ratulangi Manado.
Kemudian Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, Bandara Ahmad Yani Semarang, Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Bandara Adisumarmo Surakarta, Bandara Selaparang Mataram, Bandara Pattimura Ambon, dan Bandara El Tari Kupang.
Merpin menjelaskan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki layanan di bandara-bandara itu.
Sebelum melakukan perbaikan layanan kepada masyarakat, samÂbung dia, jajaran direksi lebih daÂhulu menyelesaikan berbagai perÂsoalan yang ada di internal peruÂsaÂhaan. “Kalau urusan internal seÂlesai, maka urusan pelayanan pubÂÂlik akan bisa ditangani deÂngan mudah,†katanya.
Persoalan internal yang diÂmakÂsudnya adalah konflik antara maÂnajemen dan karyawan peruÂsaÂhaÂan yang berjumlah 4 ribu. Kedua pihak sempat tak menemukan titik temu mengenai aturan perusahaan.
“Saat ini persoalan tersebut suÂdah selesai dan tidak ada perÂbeÂdaan lagi karena sudah diÂtangani dengan baik dan harÂmonis,†katanya.
Perbaikan lainnya yakni meÂlakukan perubahan orientasi bisÂnis. Tak hanya sekadar keÂunÂtuÂngan tapi juga dibarengi peÂninÂgÂkatan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk meningkatkan pelayaÂnan di bandara, Angkasa Pura I meÂngandeng Asosiasi PerusaÂhaÂan Angkutan Nasional Indonesia (INACA) guna mengukur tingkat kepuasaan penumpang pesawat.
Bagaimana hasilnya? Menurut Merpin, belum memuaskan. PÂeÂlaÂyanan di bandara yang dikelola Angkasa Pura I hanya mendapat skor 3,47 dalam skala lima. Skor lima dalam skala itu berarti saÂngat memuaskan. Sedangkan skor satu sangat tak memuaskan. “Pelayanannya dianggap meÂmuasÂkan kalau dapat nilai 4 atau lima,†jelasnya.
Hasil jajak pendapat penumÂpang pesawat ini, lanjut dia, menjadi bahan bagi direksi untuk meningkatkan pelayanan. Tahun depan, Angkasa Pura I menarÂgetÂkan dapat skor empat.
Perluasan Bandara Butuh Rp 4 Triliun
Pelayanan Angkasa Pura I kurang memuaskan karena kaÂpasitas bandara yang dikelola BUMN itu tak memadai.
Itulah dalih yang disampaikan Asisten Asisten Sekretaris PeruÂsahaan Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Humas, Merpin Butarbutar saat disinggung menÂjadi hasil jajak pendapat penumÂpang yang dilakukan bersama INACA.
Penumpang terpaksa berdesak-desakan karena bandaranya sempit. Mereka pun harus antre panjang untuk menggunakan faÂsilitas yang ada di bandara.
Menurut Merpin, pihaknya akan memperluas bandara yang arus lalu lintas penumpangnya cukup tinggi. Tahap pertama yang diperluas adalah Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Bandara Juanda, Surabaya dan Bandara Sepinggan Balikpapan.
Untuk perluasan ini, pihaknya menganggarkan dana Rp 4 triÂliun. “Mudah-mudahan ada bank yang memberikan pinjaman moÂdal sehingga bisa mempercepat kami untuk membangun banÂdara,†katanya.
Dengan semakin luasnya areal bandara, diharapkan indeks keÂpuasan pelanggan akan meÂningÂkat dengan drastis.
Contoh Korea, Bikin Toilet Anti-Najis
Sejumlah toilet di Bandara Juanda, Surabaya dipasangi mika. Inovasi ini terkesan seÂderhana. Tapi bagi umat MusÂlim ini penting.
Tanpa ada mika itu, celana bisa terkena percikan air kenÂcing. Dalam Islam, air kencing termasuk najis. Shalat tidak sah bila pakaian yang digunakan terkena najis.
“(Kalau kena air kencing) tiÂdak bisa menggunakan pakaian itu untuk shalat. Ini tujuan kami (memasang mika),†kata GeÂneral Manager PT Angkasa PuÂra I, Trikora Harjo.
Toilet model itu juga berÂmanÂfaat bagi non-muslim. Sebab kalau terkena celana juga bisa menimbulkan bau pesing. â€AdaÂnya mika tersebut, murah, barangnya sepele namun manÂfaatnya banyak,†ujarnya.
Sebenarnya ide memasang mika di toilet ini berawal dari kunjungannya ke Bandara InÂternasional Incheon, Korea SeÂlatan. Saat masuk di toilet pria di bandara tersebut, ia melihat ada toilet berdiri semuanya terpasang mika.
“Maka timbullah ide, keÂnapa tidak juga dipasang di Bandara Juanda. Toh saat menÂcobanya bagi saya sendiri ternyata manÂfaatnya sangat banyak, lebih nyaman, bersih dan saya bisa salat tanpa khaÂwatir pakaian saya kena najis pada saat buang air kecil di toilet tadi,†ujarnya.
Hanya saja keberadaan toilet anti najis ini masih sebatas di area khusus penumpang atau di dalam lokasi bandara. SeÂmenÂtara toilet bagian luar bandara seperti di luar pintu kebeÂrangÂkatan domestik dan interÂnÂaÂsional maupun kedatangan beÂlum tersedia.
“Ini memang masih jadi PR bagi kami untuk menyediakan seluruh toilet yang ada di luar bandara. Ini semata terkendala alokasi anggaran,†jelasnya.
Tapi, langkah tersebut tidak hanya memberikan efek keÂnyaÂmana bagi pengguna toilet di Bandara Juanda. Pemasangan mika di toilet, kebersihan, serta kenyamanan toilet di Bandara Juanda ternyata berdampak deÂngan disabetnya pengÂhargaan atau Sapta Pesona kategori toilet paling bersih dari Ditjen Pengembangan Destinasi PaÂriwisata (Ditjen PDP) KeÂmenbudpar.
Penghargaan tersebut diadaÂkan dua tahun sekali. Bandara Juanda sudah juara dua kali berÂÂturut-turut yakni tahun 2009 dan 2011. â€Penghargaan ini berÂhasil menyisihkan 20 banÂdara lainnya yang ada di InÂdonesia,†katanya
Sebelum mendapatkan pengÂhargaan sebagai toilet terbersih, Bandara Juanda juga menyabet penghargaan sebagai bandara terbersih pada 2010 dari KeÂmenterian Perhubungan.
Walau berbagai penghargaan yang didapat, pemeliharaan kebersihan ini bukan semata-mata bertujuan mengejar pengÂhargaan. “Semua fasilitas yang diberikan kepada pengguna jasa penerbangan merupakan keÂwajiban bagi Angkasa Pura,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.