Bagi para pedagang, laga final seÂpakbola antara Indonesia melaÂwan Malaysia merupakan kesemÂpatan terakhir untuk mencetak laba sebelum sebelum SEA Games ditutup.
Berapa besar keuntungan yang diperoleh pedagang atribut SEA Games? Berikut liputannya.
Hari masih siang, penonton laga final sepakbola SEA Games sudah memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senin keÂmaÂrin.
Dari berbagai atribut yang dikenakan, hampir semuanya pendukung “Garuda Mudaâ€, seÂbutan untuk tim sepakbola InÂdoÂnesia. Usia mereka terlihat masih belia.
Keramaian di stadion yang dibangun di era Soekarno ini buÂkan hanya didominasi calon peÂnonton pertandingan. Tapi juga pedagang atribut.
Cara para pedagang ini berÂjualan pun bervariasi. Ada yang menggelar terpal atau tikar di pinggir jalan menuju stadion. PaÂgar besi yang mengelilingi staÂdion dimanfaatkan untuk tempat mengÂgantung kaos yang mereka jual.
Ada juga yang memilih meÂngasong. Dengan mengenakan tas punggung, mereka bisa berÂpindah-pindah menjajakan barang dagangan.
Atribut yang dijajakan antara lain kaos, syal, pintu, topi, stiker, pin hingga terompet. Semua atriÂbut mempunyai kemiripan. BerÂwarna merah dan putih, berÂgamÂbar burung Garuda serta berÂtuliskan Indonesia.
Atribut-atribut itu menarik perhatian setiap orang lewat. Para pedagang itu sengaja menjajakan atribut di jalan yang menuju stadion.
“Ayo lima puluh ribu saja. Tidak akan ada artinya untuk Indonesia,†ujar seorang peÂdaÂgang kaos yang mengaku berÂnaÂma Rian Reynaldi kepada penÂdukung tim sepakbola Indonesia yang melintasi lapak tempatnya berjualan.
Sejak SEA Games dibuka pada 11 November lalu, Rian dibantu seorang anak buahnya sudah menÂjajakan kaos di pelataran parÂkir Stadion Gelora Bung Karno.
Ia menggelar dagangan sejak pukul 10 pagi. Tutupnya, kata Rian, tak tentu.
“Kalau tidak terlalu ramai, jam 9 malam saya sudah berkemas-kemas untuk pulang. Tapi kalau lagi ramai, bisa sampai jam 12 malam,†ujarnya.
Pria asal Padang, Sumatera Barat ini mengaku bukan kali ini saja berjualan atribut tim IndoÂnesia. Di mulai sejak Piala AFF Desember tahun lalu.
“Pengalaman saat dagang di Piala AFF lalu, membuat saya ketaÂgihan untuk dagang lagi di SEA Games ini. Untung yang diÂraih bukan cuma lumayan, tapi benar-benar besar,†tuturnya.
Rian dengan bangga mengaÂtaÂkan bisa membeli Toyota Avanza baru dari berjualan atribut saat Piala AFF.
Tim Indonesia bertemu dengan Malaysia saat laga final di StadÂion Gelora Bung Karno.
Stadion itu pun ramai oleh supÂporter tim Indonesia. Rian menyebutkan omzetnya saat final AFF mencapai Rp 60 juta.
“Saat AFF lalu, harga kaos per potongnya jauh lebih mahal dibandingkan SEA Games ini. KaÂlau di AFF, saya menjual deÂngan harga Rp 100 ribu, sekarang hanya Rp 50 ribu saja,†kata Rian.
“Makanya kalau saat semi final kemarin, meskipun ramai saya hanya mendapat Rp. 20 jutaan saja,†jelas pria yang sehari-hari berjualan baju di Pasar Tanah Abang ini.
Di semi final cabang seÂpakÂbola, tim Indonesia bertemu muÂsuh bebuyutannya Malaysia. InÂdonesia kalah 0-1 dari negara seÂrumÂpun itu. Tim Indonesia berÂhasil melaju ke final setelah meÂnekuk Vietnam 2-0. Di final, InÂdonesia kembali bertemu MalayÂsia.
Rian mencoba menangguk untung dari pertandingan itu. Ia tak berat merogoh kocek Rp 10 juta untuk berbelanja berbagai atribut tim Indonesia di Tanah Abang. Modal paling besar untuk membeli kaos.
Berapa keuntungan yang diperÂoleh berjualan atribut selaÂma SEA Games? “Nanti di akhir perÂtandingan saya baru tahu keÂuntungan yang diperoleh. Yang pasti dagang di sini (Stadion GeÂlora Bung Karno) selalu unÂtung,†kata Rian.
Hal senada dikatakan Ida, peÂdagang yang menjual topi merah putih berlogo Indonesia. Bersama suaminya, Ida tak pernah absen berdagang di Gelora Bung Karno saat ada pertandingan SEA Games.
“Jangankan AFF dan SEA Games, saat pertandingan Persija saya selalu jualan. Bahkan saat pertandingan bulu tangkis Piala Thomas-Uber kemarin, saya bersama suami sudah berjualan,†tuturnya.
Ida yang mengenakan topi “neÂnek sihir†yang menjuntai ke atas tak henti-hentinya menÂjajakan dagangannya kepada semua orang yang lewat.
“Ada topi nenek sihir seperti yang saya pakai ini. Ada juga topi tanduk, topi bola, topi joker kemÂbar, topi dandang dan topi keruÂcut. Dan semua barang-barang ini tidak saya beli melainkan produksi sendiri,†tutur wanita asal Ciledug, Tangerang ini.
Mengenai keuntungan, kata Ida, tergantung pertandingannya. Penonton sangat banyak saat perÂtandingan final. Ida pun keÂbanÂjiran rezeki dari menjual topi kepada penonton.
“Untuk penghasilan tidak meÂnentu, kalau sepi saya bisa dapat Rp 500 hingga Rp. 600 ribu. Tapi kalau final seperti sekarang, saya bisa dapat antara Rp 3 hingga Rp 5 juta rupiah,†ungkapnya.
Untung lebih kecil diraih Andi, pedagang stiker dan pin. Ia meÂmilih menjajakan barang daÂgang masih berjalan dan mengÂhampiri penonton yang henÂdak masuk stadion.
“Enakan seperti ini, saya bisa mengejar pembeli, ketimbang harus menunggu. Lagian barang dagangan saya kan bentuknya kecil-kecil, jadi bisa dibawa kemana-mana,†jelasnya.
Andi mengakui berjualan keuntungan yang diperoleh dari menjual stiker dan pin tak sebesar menÂjual kaos dan topi. Harga stiker dan pin hanya Rp 2.000.
“Kalau lagi ramai pun, saya hanya mendapat untung tidak leÂbih dari Rp 300 ribu dengan moÂdal sebesar Rp 100 ribu saja. Tapi itu sudah sangat lumayan buat saya, ketimbang sehari-hari berÂjualan asongan di daerah JemÂbatÂan Lima,†ujarnya.
Buka Lapak, Dipungut 25 Ribu/Hari
PARA pedagang atribut yang berjualan di area Stadion GeÂlora Bung Karno dikenakan berÂbagai pungutan. Tak jelas ke mana uang yang ditarik dari pedagang ini.
Para pedagang sudah mafÂhum mengenai berbagai puÂngutan itu. Mereka sadar berÂdaÂgang bukan pada tempatnya. “Jatah preÂmanâ€. Begitu para peÂdagang meÂnyebut pungutan yang dikenakan kepada meÂreÂka.
“Saya dikenakan biaya untuk sewa tempat di sini Rp 25 ribu setiap hari. Karena berjualan dua lapak dengan suami saya, bayar sewanya jadi Rp. 50 ribu setiap harinya,†kata Ida, seÂorang pedagang topi.
Para pedagang bukan hanya ditarik uang sewa, tapi diÂkeÂnakan pungutan lainnya. “Ada uang kebersihan yang besarnya paling kecil Rp 5.000. Ada uang keamanan dan ada beberapa pungutan lain kalau kondisi seÂdang ramai,†jelasnya.
Meskipun banyak pungutan, Ida tak terlalu mempersoalkan. MeÂnurut dia, setiap ada perÂtanÂdingan di Gelora Bung Karno pedagang yang berjualan dikeÂnakan pungutan.
“Kita bersyukur masih dibeÂrikan izin untuk berjualan di sini. Kalau soal pungli, itu lumÂrah dan biasa dihadapi peÂdagang. Kalau lagi sepi, toh tidak banyak yang harus saya bayarkan,†ujar Ida.
Hal berbeda justru disamÂpaiÂkan Andi, seorang pedagang stiker dan pin. Berbagai puÂngutÂan itu memberatkan diriÂnya. Sebab keuntungan dari berÂjualÂan atribut itu tak banyak.
“Makanya saya lebih pilih berjualan memakai lapak. Itu demi menghindari pungli. Yang saya dengar banyak dibebankan bagi para pedagang yang pakai lapak,†ujarnya.
Dengan mengasong, Andi tidak perlu mengeluarkan uang sewa tempat, kebersihan mauÂpun keamanan. “Kan saya tidak berÂdiam di satu tempat, jadi tidak mungkin ditagih uang seÂwa tempat ataupun kebersihan dan lain-lain,†tegas pria asal CiÂanjur, Jawa Barat ini.
Prestasi Jeblok, Omzet Anjlok
Keuntungan para pedaÂgang atribut di Gelora Bung Karno ternyata dipengaruhi presÂtasi tim Indonesia yang bertanding.
Kalau prestasinya bagus, banyak orang yang menonton untuk menjadi supporter. PeÂdagang atribut pun kecipratan berkah dari supporter yang berÂdatangan dari berbagai wilayah di sekitar Jakarta.
Sebab itu, pedagang berharap tim Indonesia bisa memeÂnangÂkan laga final sepakbola dan menjadi juara SEA Games.
Menurut Ida, pedagang atriÂbut topi, setiap kemenangan yang diperoleh tim Indonesia berÂpengaruh terhadap omzet penjualan.
Bila terus menang, maÂsyaÂrakat menjadi lebih antusias untuk menonton pertandingan beÂrikutnya. “Kalau banyak supporter yang datang ke StaÂdion Gelora Bung Karno, tenÂtunya baik untuk pada peÂdaÂgang. Omzet penjualan kami jauh lebih besar dibandingkan kaÂlau pertandingannya sepi peÂnonton,†tuturnya.
Ida mencontohkan penjualan atribut menurun drastis saat perÂtandingan Pra Piala Dunia belum lama ini. Saat bertanding meÂlawan Iran di Gelora Bung KarÂno, tim Indonesia dicukur 1-4.
“Saat pertantingan lawan Iran kemarin, penontonnya sepi. JaÂngankan mencari untung, buat balik modal saja nggak bisa. Bagus masih ada SEA Games. Jadi barang-barang yang tidak laku bisa dijual lagi,†kata Ida.
Prestasi tim sepakbola IndoÂnesia saat SEA Games cukup mengÂgembirakan. Meski sempat kalah dari Malaysia, tim “Garuda Muda†mampu masih final.
Rian, pedagang kaos juga mengamini pendapat Ida. SeÂmaÂkin banyak penonton, diriÂnya makin banyak meraup untung.
“Ini bukan soal nasionalisme saja tapi juga soal perut. Kalau Indonesia menang, penonton banyak, tentunya pedagang akan untung. Jadi semua dapat keuntungan kalau Indonesia bisa menang,†katanya sambil tertawa. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.