RMOL. Tiga tahun berturut-turut PT Kertas Leces merugi. Untuk memperbaiki keuangannya, badan usaha milik negara (BUMN) ini bisa menjual listrik ke PLN.
Data Kementerian BUMN menunjukkan perusahaan yang memproduksi kertas ini rugi Rp 49 miliar pada 2008. Tahun berikut Rp 53 miliar. Tahun 2010 Rp 78 miliar.
Lantaran terus merugi, PT KerÂtas Leces menjadi pasien PeruÂsaÂhaan Pengelola Aset (PPA). RenÂcananya, perusahaan ini akan diÂkeluarkan dari program resÂtrukÂturisasi PPA bila mampu meÂngubah pola kerjanya.
Rakyat Merdeka pun mencoba mengintip pola kerja perusahaan ini dengan mendatangi kantor caÂbangnya di Jakarta, Kamis lalu. KanÂtor cabang PT Kertas LeÂces terÂletak di Jalan Radio IV NoÂmor 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kantornya berada di kawasan pemukiman. Pagar besi yang diÂcat warna biru muda memÂbenÂtengi bangunan kantor itu. KeÂbeÂradaan pagar yang tinggi mengÂhalangi pandangan ke dalam. Dari luar hanya terlihat atap bangunannya.
Seorang pria paruh baya sigap membukakan pintu ketika kenÂdaraan hendak keluar masuk. SeÂtelah itu dia kembali duduk di pos jaga di dekat gerbang.
Memasuki halaman terlihat baÂngunan menyerupai rumah. BenÂtuknya memanjang ke samping. Sebuah papan berwarna biru berÂtuliskan “Leces†dipasang di dinÂdÂing depan kantor ini. Letaknya di sebelah kanan. Tulisan itu diÂsertai dengan logo perusahaan, keÂpala burung hantu dengan dua matanya yang besar.
Halaman kantor berbentuk L. Juga memanjang ke samping. HaÂlaman ini ditutupi cone block. Tiga mobil parkir di halaman. Dua sepeda motor parkir tak jauh dari mobil.
Ketiga mobil itu adalah kenÂdaÂraan operasional kantor ini. Salah satunya Isuzu Panther. Biasanya, mobil ini dipakai untuk menÂjemÂput karyawan yang datang dari kantor pusat sekaligus pabrik di Probolinggo, Jawa Timur.
Saat mendatangi kantor ini suaÂsananya sepi. Masuk ke dalam kanÂtor terlihat ruangan kerja berÂukuran 3x4 meter. Di sini hanya terdapat satu meja kerja. Di depan meja itu kursi-kursi dijejerkan berÂÂbentuk L. Sebuah kalender berÂÂgambar uang kertas pecahan Rp 100 ribu menjadi penghias dinding ruang kerja itu.
Di meja kerja terlihat dua peÂremÂpuan asyik ngobrol. Salah satuÂnya sibuk chatting di situs jeÂjaring sosial Facebook. KeduaÂnya dipekerjakan sebagai sekÂreÂtaris di kantor ini.
“Di sini hanya kantor perÂwaÂkiÂlan kami yang ada di Jakarta. Tidak ada proses produksi dan pemasaran apa pun di kantor ini,†kata Tini, staf kantor cabang ini.
Ada 11 karyawan di kantor caÂbang ini. Empat di antaranya adalah pengemudi. “Ini hanya kantor persinggahan saja bagi direksi atau karyawan perusahaan yang berasal dari pusat ketika datang ke Jakarta. Kalau tidak ada tamu yang datang dari pusat, kantor sepi,†kata Tini.
Lantaran karyawannya sedikit, banyak ruang kosong di kantor cabang ini. Menurut Tini, ruang kosong dijadikan mess. “Kami yang bekerja di sini semuanya berasal dari Jakarta dan sekitarÂnya. Sehingga selesai jam kantor akan pulang ke rumah masing-masing,†jelasnya.
Mess ini diperuntukkan bagi karyawan kantor pusat yang ada keperluan di Jakarta. “Misalnya ikut seminar selama beberapa hari di Jakarta. Daripada mereka menginap di hotel, kantor ini bisa digunakan untuk tempat meÂngiÂnap,†tutur Tini.
Mess ini memiliki empat kamar. Letaknya di lantai dua baÂngunan yang berada di belakang kantor. Posisinya berderetan deÂngan dengan satu pintu untuk maÂsing-masing kamar.
Apa direksi juga menginap disini? Kata Tini, meskipun pimÂpinan perusahaan sering datang ke Jakarta tapi tak pernah meÂnginap di mess. “Direksi sudah punya rumah sendiri di Jakarta. Mereka memilih tinggal di ruÂmahnya sendiri.â€
Ketika berada di Jakarta, diÂrekÂsi selalu menyempatkan untuk datang ke kantor cabang. Apalagi kanÂtor cabang ini tak lagi meÂmiÂliki kepala karena sudah pensiun.
“Direksi datang untuk sekadar memantau perkembangan yang ada di kantor perwakilan ini. TerÂmasuk tamu-tamu yang datang. Kami akan selalu melayani deÂngan baik,†kata Tini.
Para karyawan di kantor caÂbang ini tak terpengaruh deÂngan rencana Kementerian BUMN melakukan restrukturisasi terÂhadap PT Kertas Leces. TerÂmaÂsuk kemungkinan perusahaan ini diakuisisi BUMN yang sehat.
“Sampai saat ini, kami hanya terus bekerja dengan sungguh-sungÂguh dan baik-baik saja. Kami tidak terlalu memikirkan tenÂtang BUMN dhuafa dan proÂses akuisisi. Itu kewenangan para pimpinan,†kata Tini.
Ia mencontohkan karyawan tetap kerja seperti biasa walauÂpun tanpa pengawasan dari keÂpala kantor. Kata Tini, karyawan di kantor sudah paham akan tuÂgas dan tanggung jawabnya maÂsing-masing.
Apakah para karyawan terlamÂbat menerima gaji? Tini menolak berkomentar. “Saya hanya ingin sampaikan kalau kondisi kami baik-baik saja. Masih tetap kerja setiap harinya,†katanya.
Lihat saja, lanjut Tini, kantor masih terÂawat dengan bagus, baik dari sisi kebersihan maupun keÂamanan. Pemantauan Rakyat MerÂdeka, memang hampir seluÂruh bagian luar dari kantor perÂwaÂkilan terÂsebut tertata dengan rapih.
Meskipun halaman teras samÂping ditanami beberapa pohon mangga, tak terlihat daun-daun kering berserakan. Bangunan kanÂtor juga terlihat terawat. SeÂtiap dindingnya dipoles dengan cat berwarna kuning gading.
“Biar ini kantor perwakilan, tapi ini terletak di Jakarta. Jadi kalau ada tamu, tentunya kondisi bangunan tidak boleh memÂpriÂhatinkan. kami akan menjaganya dengan baik,†katanya.
Kantor cabang PT Kertas LeÂces di Jakarta sudah ada sejak deÂkade 1990-an. Lebih difungsikan seÂbagai tempat transit ketimbang deÂngan tempat pemasaran produk.
Kalau ada pihak yang datang untuk menjalin kerja sama mauÂpun memesan barang akan disaÂranÂkan menghubungi kantor puÂsat di Probolinggo, Jawa Timur.
“Bukan kami menolak, tapi karena kami tidak memiliki weÂweÂnang untuk menandatangi konÂtrak kerja,†kata Tini, staf kanÂtor PT Kertas Leces di Jakarta.
Kegiatan produksi, manajeÂmen, keuangan, sumber daya maÂnusia hingga pemasaran ditaÂngani di kantor pusat.
“Kalau hanya sekadar mencari informasi mengenai produk kami, kantor ini bisa menaÂnganÂiÂnya,†kata Tini. Selama ini, kanÂtor cabang ini hanya menjadi pengÂhubung piÂhak yang hendak datang ke kantor pusat.
Siapa saja yang pernah datang ke kantor cabang ini? Tini menjeÂlaskan, ada pihak perorangan maupun utusan perusahaan. “BahÂkan tidak sedikit pula tamu yang berasal dari luar negeri,†ujarnya.
Kertas yang diproduksi PT Kertas Leces tak hanya dipaÂsarkan di dalam negeri. Tapi juga ke luar negeri. “Makanya banyak orang asing yang datang kesini untuk bertanya soal kertas dan produksinya. Kalau sudah begitu, kami akan hubungkan dengan kantor pusat agar langsung menÂdatangi saja,†jelasnya.
PT Kertas Leces memproduksi berbagai jenis kertas. Mulai dari untuk tisu, buku tulis sampai kerÂtas untuk uang. Untuk kertas uang dilengkapi dengan pengaman (security) sehingga tak mudah dipalsukan.
Kertas produksi PT Kertas LeÂces digunakan untuk uang peÂcahan Rp 100 ribu seperti yang terpajang di kalendar di kantor cabang ini.
3 Saran Dahlan Iskan Untuk Kertas Leces
PT Kertas Leces adalah perintis industri kertas di Tanah Air. Tapi belakangan perusahaan negara ini terus merugi.
Beberapa waktu lalu Menteri BUMN Dahlan Iskan berkunjung ke kantor pusat sekaligus pabrik di Probolinggo, Jawa Timur.
Selain meninjau aset milik perusahaan itu, Dahlan juga mengÂgelar rapat dengan direksi unÂtuk mencari solusi dari masaÂlah yang dihadapi perusahaan kertas tertua kedua di Indonesia ini.
“Saya sudah tegaskan Kertas Leces harus cari jalan sendiri deÂngan kemampuan sendiri,†kata Dahlan Iskan.
Dahlan menceritakan, dalam kunjungannya ia melihat aset Leces yang mempunyai boiler steam berkapasitas 240 ton. Pihak direksi Kertas Leces mengatakan bahwa boiler steam itu rencaÂnaÂnya digunakan semua untuk memÂproduksi berbagai variasi kertas.
“Saya bilang tidak boleh beÂgitu, saya minta Leces hanya produksi tisu MD yang diekspor ke Amerika dan kertas security. Sebab, hanya dua produk tersebut yang mampu bersaing di pasar, sehingga saya minta Leces fokus di dua produk itu,†ujarnya.
Untuk memproduksi dua proÂduk kertas tersebut, menurut DahÂlan hanya membutuhkan boiÂler steam berkapasitas 10 ton.
Sisa kapasitas boiler steam 230 ton digunakan untuk menggerakÂkan pembangkit listrik turbin seÂhingga bisa memproduksi listrik sebesar 60 megawatt.
Untuk menggerakkan boiler steam sendiri hanya akan meÂngonÂsumsi listrik sebesar 10 meÂgawatt. Untuk itu, Dahlan meÂngatakan bahwa sisanya bisa dijual ke PLN.
Dahlan juga mengusulkan, baÂhan baku berupa ampas tebu yang didapat dari Pabrik Gula Jatiroto bisa dijual. Sebab, bahan baku itu laku dijual ke pasaran.
“Nantinya Leces akan menÂdaÂpatkan pendapatan dari listrik seÂbesar Rp100 miliar per tahun, penÂjualan bahan baku Rp 100 miliar, jual kertas tisu Rp 100 miliar, dan jual kertas security Rp 50-60 miliar. Jadi, Leces tidak perlu bantuan dari PPA (PeruÂsahaan Pengelola Aset) lagi,†tutur bekas dirut PLN ini.
Dahlan juga melihat lokasi loÂkasi pabrik Kertas Leces di ProÂbolinggo masih luas. Ia meÂnyaÂrankan agar lahan yang tidak diÂgunakan bisa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) untuk memÂbangun pabrik gula. Ditargetkan, pabrik sudah berdiri paa 2014.
Jika sudah berjalan, Kertas Leces akan menerima bahan baku berupa ampas tebu. Juga bisa menÂdirikan pabrik alkohol. “NanÂtinya lingkungan pabrik Leces jadi hidup. Ada pabrik kertas, pembangkit listrik, pabrik gula, dan pabrik alkohol,†kata Dahlan Iskan.
Untuk diketahui, akhir Oktober lalu Komisi VI DPR memutuskan memberikan alokasi anggaran sebesar Rp 200 miliar ke PT Kertas Leces. Anggaran itu baru dapat dicairkan dengan syarat perusahaan produsen kertas itu melaporkan perkembangan maÂnajemennya.
Kertasnya Dipakai Untuk Surat Suara Pemilu 2004
Salah satu produk PT Kertas Leces adalah kertas berÂpeÂngaman. Kertas ini digunakan untuk uang maupun surat suara pemilu.
Pada Pemilu 2004, PT Kertas Leces ikut serta dalam meÂnyeÂdiakan kertas untuk formulir dan surat suara.
Selain PT Kertas Leces, ada beberapa perusahaan yang juga terlibat dalam pengadaan kertas untuk pesta demokrasi itu. Yakni PT Surabaya Agung InÂdustri Pulp & Kertas, PT AdiÂprima Suraprinita dan Indah Kiat Pulp & Paper.
Perusahaan-perusahaan itu dianggap lulus prakualifikasi yang ditetapkan Komisi PemÂiÂlihan Umum (KPU).
Kebutuhan kertas untuk Pemilu 2004 mencapai 77 ribu ton. Yang terbesar diperlukan untuk formulir pemungutan suara sejumlah, yaitu 47 ribu ton. Menyusul tanda pengenal 63 ton, kertas suara 28 ribu ton, dan amplop 791 ton.
Adapun spesifikasi kertas untuk surat suara menggunakan kertas HVS ukuran 80 gram dengan tanda khusus, formulir pemungutan suara mengÂguÂnakan kertas HVS 70 gram berwarna putih.
Kertas Samson Krap berÂwarÂna coklat 80 gram digunakan untuk sampul kelengkapan administrasi pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan kertas Kartotik 120 gram digunakan untuk tanda pengenal anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) dan saksi di TPS.
Lima tahun kemudian, PT KerÂtas Leces gagal memeÂnangÂkan tender pengadaan kertas untuk Pemilu 2009.
Pihak perusahaan berkilah bahwa KPU mengubah metode pengadaan untuk kertas surat suara. KPU tak lagi mengaÂdaÂkan kertas sendiri. Tapi menjadi satu paket: kertas berikut cetak surat suara. Lantaran hanya bisa meÂnyediakan kertas, PT Kertas Leces pun terdepak dari tender surat suara. [Harian Rayat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.