Divisi Monitoring KIPP, Brahma Aryana mengatakan, indikasi adanya penyogokan petugas adhoc KPU dapat dilihat dari tren dugaan pelanggaran dan pola pemenangan pasangan calon kepala daerah yang tak masif dilakukan, selama lebih dari 2 pekan masa kampanye.
"Diprediksi pola yang banyak digunakan adalah cenderung menggunakan politik uang yang menyasar atau menargetkan pada penyelenggara pemilu," ujar Brahma kepada
Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Khususnya jajaran bawah KPU di berbagai daerah, seperti KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), PPS (Panitia Pemungutan Suara), PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), KPU Kabupaten/Kota hingga KPU Provinsi di hari pemungutan dan penghitungan suara hingga tahapan rekapitulasi suara berjenjang.
Brahma imenyebutkan, terdapat beberapa dampak yang terjadi akibat penyogokan terhadap penyelenggara pemilu tingkat bawah.
"Politik uang dapat berdampak atau menyebabkan penggelembungan suara, manipulasi suara, penimbunan surat undangan memilih, penghilangan hak pilih, dan lain-lain," tuturnya.
Oleh karena itu, sarjana hukum lulusan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) itu menduga tren pelanggaran akan berbeda dengan yang terjadi pada pemilihan legislatif (Pileg) maupun pemilihan presiden (Pilpres) 2024 lalu.
"Adapun pelanggaran Pilkada yang didominasi oleh ASN, nantinya tetap akan menggunakan politik uang terhadap penyelenggara pemilu, dan bermuara di hari pemungutan suara serta proses rekapitulasi berjenjang," demikian Brahma.
BERITA TERKAIT: