“Aktivitas kami ke kantor ya main catur, nongkrong dan ngobÂrol-ngobrol aja. Kondisi ini sudah terjadi setahun terakhir,†ujar saÂlah seorang karyawan yang seÂdang bermain catur.
Saat Rakyat Merdeka meÂngunÂjungi kantor BUMN yang berÂgeÂrak di bidang pelayaran ini tak terÂlihat kesibukan kerja. Para karÂyawan yang mengenakan seÂraÂgam biru mirip pegawai KeÂmenÂterian Perhubungan berkeÂliaÂran di sekitar kantor. Ada yang duduk bermalas-malasan. Ada juga yang tidur-tiduran di masjid di sebelah kantor.
Para karyawan bermalas-malaÂsan karena tak ada yang bisa diÂkerjakan. “Pertama, kapal-kapal yang biasa digunakan sudah ruÂsak sejak enam bulan. Tanpa adaÂnya kapal, perusahan tak bisa berÂoperasi. Lumpuh total,†kata karÂyawan yang main catur tadi. Pria itu terlihat sudah senior. Usianya tak muda lagi.
“Kedua, upah yang belum diÂbayar. Seluruh karyawan yang ada di sini sudah 13 bulan tidak diÂgaji oleh perusahaan. Jadinya kami seperti mati suri,†tambahnya.
Dulu perusahaan ini memiliki karyawan hingga 200 orang. SeÂjak perusahaan ini kesulitan keÂuangan, pembayaran gaji karÂyaÂwan tersendat.
Kemudian terhenti sama sekali. Karyawan pun mengÂgelar aksi unÂjuk rasa hingga moÂgok kerja meÂnuntut hak mereka.
Lantaran kondisi perusahaan tak kunjung membaik, aksi moÂgok kerja karyawan tak memÂbuahÂkan hasil. Perusahaan tetap tak bisa membayar gaji karyawan.
“Sekarang hanya tersisa tidak sampai 150 karyawan saja. MereÂka yang keluar karena tidak kuat lagi untuk bertahan lama-lama. Mereka memilih cari peÂkerjaan lain,†timpal karyawan yang jadi lawan main catur.
Sejumlah karyawan bertahan hidup dengan melakukan peÂkerjaÂan sampingan. Ada yang menjadi tukang ojek. “Itu biasa di sini sejak beberapa tahun lalu,†jelasnya.
Kantor Djakarta Lloyd berdiri di seberang Mall Atrium dan HoÂtel Oasis yang mentereng. KonÂdisinya berbalik terbalik dengan kantor Djakarta Lloyd. Gedung kantornya tampak tak terawat. Dari tempat parkir yang berada di belakang bisa terlihat cat peÂlapis dinding gedung telah meÂngelupas. Di beberapa bagian dinding sudah mulai retak.
Masuk ke dalam kantor terliÂhat ruangan tempat para karyaÂwan bermain catur. Dulu ini ruaÂngan operasional dan ruang kerja karyawan. Ada tiga ruangan di lantai ini. Semua sudah tak perÂnah digunakan karena karyawan mogok kerja.
Lantai ruangan ini tampak kotor. Puntung rokok berserakan. Menatap ke atas terlihat sarang laba-laba di sudut langit-langit. Tampaknya, ruangan ini sudah lama tidak dibersihkan.
Lift untuk naik lantai juga suÂdah lama tak difungsikan. Untuk ke atas, karyawan maupun tamu harus melalui tangga yang berada persis di belakang meja reÂsepsionis.
Di sebelah kanan gedung temÂpat para karyawan berkumpul terÂdapat sebuah kantor berlantai tiga. Dinding muka kantor ini diÂtuÂtupi kaca. Sejumlah mobil parÂkir persis di depan pintu masuk kantor. Salah satu yang tampak mencolok adalah Toyota Alphard warna hitam.
Ini masih kantor Djakarta Lloyd. Di sinilah direksi perusaÂhaÂan itu berkantor. Masuk ke dalam terlihat meja resepsionis yang diÂtunggui pria. Pria berÂbadan tegap ini mengaku sebagai petugas peÂnerima tamu sekaligus keamanan.
Menatap sekeliling lobby ini terlihat kumpulan foto di dinding bagian tengah. Foto-foto itu meÂngeÂnai kegiatan para direksi DjaÂkarta Lloyd. Di ruangan ini juga disediakan sofa lengkap dengan meja kaca untuk tamu.
Ruang direksi berada di lantai tiga. Berbeda dengan di ruang karÂyawan, lift di kantor direksi berÂfungsi dengan baik. KondisiÂnya juga terlihat terawat.
Tiba di lantai tiga terlihat ruang lobby sekaligus tempat tungÂgu tamu direksi. Lantainya diÂlapisi karpet merah. Sofa dan meja diÂseÂdiakan untuk tempat duduk tamu. Dua replika kapal di dalam akuarium menghiasi ruangan ini.
Menatap ke sudut atas ruangan ini terlihat sebuah kamera CCTV. Kamera ini terhubungan langÂsung ke ruang direksi maupun HuÂmas. Tujuannya untuk meÂmantau setiap tamu yang datang.
Direksi dan Kepala Humas DjaÂkarta Lloyd tak bersedia meneÂmui Rakyat Merdeka yang berÂkunÂjung Selasa (15/11).
“Kami tidak memiliki keweÂnangan untuk menerima wartaÂwan dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Itu urusan pimÂpinan dan saat ini kebetulan para petinggi sedang tidak ada di kanÂtor,†kata seorang staf humas. InÂformasi yang diperoleh, kedua peÂjabat berwenang ada saat itu.
Djakarta Iloyd dianggap BUMN “dhuafa†lantaran hidupÂnya mengandalkan kucuran dana dari pemerintah. Sebelumnya sempat beredar kabar, perusahaan negara yang terus merugi dan tak meÂmiliki prospek bisnis bagus bakal dilikuidasi. Djakarta Lloyd yang “mati suri†disebut-sebut terÂmasuk yang bakal dilikuidasi
Selain likuidasi, ada opsi lain, yakni akuisisi. Perusahaan negara “dhuafa†dipertahankan. Tapi diÂambil alih oleh BUMN yang seÂhat untuk dijadikan anak perusaÂhaan. Apakah Djakarta Lloyd akan diambil alih atau justru diÂmatikan? Kita tunggu saja.
Ruang Kantor Disewakan ke Bank dan Travel Agent
Selain kantor Direksi, ada dua ruangan di gedung Djakarta Lloyd yang juga terlihat bagus. Letaknya di bagian depan. Persis menghadap Jalan Senen Raya. Berseberangan dengan Mall Atrium dan Hotel Oasis.
Dua ruangan yang terletak di pojok itu ternyata digunakan piÂhak yang tidak berkaitan dengan perusahaan jasa pelayaran ini.
Ruangan itu digunakan bank swasta dan travel agent dengan sistem sewa. “Itu memang sengaÂja diÂseÂwakan kepada jasa travel dan Bank CIMB Niaga,†kata Heri, seorang karyawan Djakarta Lloyd. Dua ruangan disewakan sejak tahun 2003.
Namun, ia tak tahu berapa peÂmaÂsukan yang diperoleh perusaÂhaan dari menyewakan dua ruaÂngan itu. Kata Heri, banyak ruaÂngan di kantor Djakarta Lloyd yang sudah tak digunakan lagi karena karyawan mogok.
“Kebetulan karena posisinya menghadap jalanan, makanya ruangan tersebut ada yang meÂnyewa. Kalau mau, di bagian beÂlakang juga ada ruangan-ruangan yang tidak dipakai lagi,†jelasnya.
Apakah uang dari menyeÂwaÂkan ruang itu bisa untuk menoÂpang hidup perusahaan? “Saya tidak tahu. Itu urusan pimpinan. Yang saya tahu, karyawan belum diÂgaji kurang lebih setahun, terÂmasuk saya,†curhatnya.
Unjuk Rasa ke Sana-sini Hasilnya Nihil
“Pensiunan Manusia Bukan Hewan, Butuh Makan. Kami Menuntut Hak-Hak Kami.†Tulisan terpampang jelas di dinding kantor Djakarta Lloyd.
Di bagian dalam gedung bekas ruang kerja karyawan juga banyak terdapat tulisan bernada protes, tuntutan mauÂpun cercaan. Tulisan-tulisan tangan itu dibuat dengan spidol warna hitam.
Adalah para karyawan yang melakukan corat-coret di dinÂding itu. Ini bagian aksi untuk menuntut hak karyawan yang dilakukan sejak dua tahun lalu.
“Tulisan-tulisan ini hanya baÂgiÂan dari bentuk penolakan kami terhadap direksi,†ujar saÂlah seÂorang karyawan saat diÂkonÂfirÂmasi maksud tulisan tersebut.
Salah satu yang diperjuangÂkan karyawan adalah pemÂbaÂyaÂran gaji. Berkali-kali karyaÂwan menggelar unjuk rasa menuntut hak mereka.
Ratusan karyawan ini pernah berunjuk rasa di depan Istana MerÂdeka Jakarta. Mereka meÂnuntut pemerintah untuk meÂmecat dan meminta perÂtangÂgungÂjawaban direksi.
Para karyawan menuding diÂreksi melakukan KKN dan baÂnyak melakukan kesalahan daÂlam mengelola perusahaan.
Pada 22 Mei 2009, direksi meÂngeluarkan surat yang isinya “perusahaan dalam keadaan daruratâ€. Dalam suratnya, diÂrekÂsi menyebutkan krisis global berdampak kepada perusahaan.
Tapi karyawan menolak arÂgumen ini. Dampak krisis gloÂbal terhadap bisnis perusahaan diÂÂanggap hanya 20 persen. KarÂÂyawan menuding direksi saÂlah mengelola perusahaan seÂhingga rugi.
Misalnya dengan menutup cabang di Singapura. Juga tidak melakukan perawatan kapal. Akibatnya, operasional peruÂsaÂhaan terganggu. Pemasukan pun seret.
Untuk mengatasi keuangan perusahaan yang berdarah-daÂrah, direksi meminta bantuan dana sebesar Rp 96 miliar keÂpada pemerintah. Dana itu baÂkal digunakan untuk menebus tiga kapal di Singapura yang ditahan kreditor dan memÂbayar pesangon 400 karyawan yang di-PHK.
Setelah melakukan unjuk rasa ke sejumlah instansi terÂkait, karyawan memutuskan tak melanjutkan aksi itu. Kenapa?
“Hasilnya nihil dan tidak juga mengubah nasib kami,†kata karyawan tadi. Kini karyawan melakukan mogok menunggu sampai gaji mereka dibayar atau menerima pesangon bila diÂberhentikan.
Usia ke 61 Terus Dirundung Masalah
PT Djakarta Lloyd (Persero) didirikan di Tegal pada tanggal 18 Agustus 1950 oleh oleh beberapa pejuang yang berasal dari TNI Angkatan Laut yang bercita-cita mulia untuk menÂdirikan perusahaan pelayaran samudera.
Dalam perjalanannya PT Djakarta Lloyd yang pada awalÂnya mengoperasikan dua kapal uap, yaitu SS Jakarta Raya dan SS Djatinegara terus berkemÂbang hingga saat ini menÂjadi perusahaan pelayaran nasional yang melayani jalur peÂlayaran samudera dan domestik.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang sahamnya keseÂluruhan dimiliki oleh Negara, PT Djakarta Lloyd (Persero) memiliki komitmen yang kuat unÂtuk terus maju dan berkemÂbang serta mendukung pemeÂrinÂtah dalam mendorong tumÂbuhÂnya perekonomian nasional.
Namun belakangan, permaÂsaÂlahan terus menghantam BUMN seiring perjalanan kaÂriernya. Tak hanya sekadar gaji karyawan yang tak dibayar saja, BUMN ini terjerat utang yang membuat kapal-kapalnya tak bisa berlayar. Akibatnya, peruÂsaÂhaan jasa pelayaran ini dipaiÂlitkan oleh krediturnya, mesÂkipun lolos.
Guna menutupi biaya opeÂraÂsioÂnal, Djakarta Llyod terÂpaksa menggadaikan tiga kaÂpalnya untuk tujuh tahun keÂpada PT PAN Multifinance (Persero). Itu masih ditambah dua armada DjaÂkarta Lloyd diÂtahan di SiÂngapura yang tentu saja akibat hutang.
Enam kapal lainnya terkaÂtung di lautan karena meÂngaÂlami kerusakan dan tidak ada biaya untuk melakukan perÂbaiÂkan. Praktis untuk membiayai ‘ruÂmah tangganya’, Djakarta Lloyd hanya bertumpu pada lima armada kapalnya yang tersÂisa. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.