Foto dibuat pada 1992. “Foto ini merupakan proyek terbesar yang kami tangani,†kata Ade Sujana, staf accounting PT Survei Udara Penas. Proyek pemetaan udara kawasan Jakarta makan waktu berbulan-bulan. Dari proÂyek itu, perusahaan pelat merah itu menangguk untung hingga miliaran rupiah.
“Alhamdulillah hasilnya meÂmuasÂkan. Berkat foto ini kami diÂpercaya untuk mengerjakan kota lainnya,†kata karyawan yang sudah bekerja sejak 1981 ini.
PT Survei Udara Penas berdiri pada dekade 1960-an. PerusaÂhaÂan negara melayani jasa survei cuaÂca, pemetaan udara dan peÂnyeÂwaan pesawat.
Pada awal berdiri perusahaan ini cukup bergengsi. Gaji pegaÂwaiÂnya besar. Bahkan bisa diseÂjaÂjarkan dengan PT Telkom.
Pada saat itu, peralatan untuk melakukan pemetaan udara yang dimiliki perusahaan ini terÂgolong paling canggih. “Dulu maÂhasiswa tingkat akhir sering magang kerja di tempat ini,†kenang Ade.
Masa keemasan itu telah berÂlalu. Perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan. Pada tahun 2000, perusahaan ini memiliki 100 karyawan. Kini tinggal 29 orang. BaÂnyak karyawan yang hengÂkang lantaran gaji sering telat diÂbaÂyarÂkan. Mereka yang bertahan meÂmilih nyambi kerja di tempat lain.
Pagi sampai sore mereka beÂkerÂÂja seperti biasa. Malamnya kerÂÂja di tempat lain. “Kalau nggak seÂperti itu tidak bisa maÂkan. Kami punya keluarga yang harus diÂhidupi,†curhat Ade.
Tahun ini, pemerintah lewat PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) memutuskan menyuntik dana untuk PT Survei Udara Penas. “Pembayaran gaji tak pernah telat laÂgi. Nggak tahu kalau taÂhun deÂpan,†kata Ade.
Keuangan PT Survei Udara Penas berdarah-darah karena terus merugi. Pada 2009 rugi Rp 5,09 miliar. Pada 2010 kerugian ditekan jadi Rp 2,13 miliar.
Kementerian BUMN berenÂcana menghentikan suntikan dana keÂpada perusahaan negara “dhuaÂfaâ€. Sebagai gantinya, peÂruÂsaÂhaÂan-perusahaan itu akan diÂakuisisi BUMN yang sehat. RenÂcananya, PT Survei Udara Penas diambil alih PT Angkasa Pura I.
Para karyawan tak keberatan peÂrusahaannya dijadikan anak peruÂsahaan PT Angkasa Pura I. Asalkan calon induk semang itu meÂmiliki modal besar untuk meÂngemÂbangkan PT Survei Udara Penas.
Dirut Angkasa Pura I Tommy Soetomo mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan data meÂngenai PT Survei Udara Penas. Berdasarkan data itu, pihaknya akan mencari cara untuk menyeÂhatÂkan PT Survei Udara Penas.
Menurut Tommy, bidang usaha PT Survei Udara Penas sejalan deÂngan strategi korporasi peÂruÂsahaannya.
Menangguk Berkah SEA Games
Penyelenggaraan SEA Games membawa berkah bagi PT Survei Udara Penas. Perusahaan negara yang tengah terseok-seok itu mendapat order membuat huÂjan buatan di kawasan JakaÂbaÂring, Palembang, Sumsel.
“Kami bekerja sama dengan BPPT dalam membuat hujan buaÂtan,†ujar Ade Sujana, staf acÂcounÂting PT Survei Udara Penas.
PT Survei Udara Penas menyeÂdiaÂkan pesawat. Sedangkan peraÂlatan untuk membuat hujan buaÂtan berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
BPPT menggunakan sistem flare (kembang api) untuk meÂmancing hujan. Sistem ini lebih canggih dibanding menabur gaÂram ke awan. “Pakai garam suÂdah kuno dan bisa merusak pesawat,†kata Ade.
Sistem flare akan memaksa huÂjan turun sebelum pembuÂkaÂan SEA Games sehingga tak mengÂganggu acara yang dihadiri SBY itu. “Alhamdulillah proyek itu berhasil,†katanya. Ini juga dilaÂkukan pada penutupan nanti.
Kamera Foto Udara Masih Pake Roll Film
PT Survei Udara Penas meÂmiliki dua pesawat King R dan Cessna. Kedua pesawat jenis kecil ini parkir di Bandara HaÂlim Perdanakusumah Jakarta. Bisa diÂsewa untuk mengangkut orang maupun barang.
Pesawat King R mampu meÂmuat 13 penumpang. SeÂdangÂkan Cessna 11 penumpang. Harga sewanya 1.500 dolar (AS) per jam.
Kedua pesawat juga telah diÂmodifikasi untuk kegiatan peÂmetaan udara. Biaya pemetaan dihitung per hektar. “Bisa samÂpai jutaan. Ini karena peÂngerÂjaÂanÂnya sampai waktu enam buÂlan,†kata Ade Sujana, staf acÂcounting PT Survei Udara Penas.
Menurut informasi yang diÂperoleh Rakyat Merdeka, kedua pesaÂwat milik PT Survei Udara PeÂnas tengah diperbaiki.
Walaupun pesawatnya tak beroperasi, PT Survei Udara PeÂnas tetap harus membayar uang parkir Rp 400 ribu per bulan.
“Sewanya termasuk murah dibanding dengan bandara lain. Apalagi pesawat kami hanya berukuran kecil,†katanya. PeÂruÂsahaan itu juga memiliki kanÂtor cabang di Bandara Halim.
Sudah lama PT Survei Udara Penas tak mengerjakan proyek pemetaan udara. Perusahaan ini kalah bersaing dengan swasta yang menawarkan harga lebih murah. Juga kalah canggih dari segi teknologi.
“Kamera mereka (swasta) suÂdah menggunakan sistem diÂgital. Kami masih mengÂguÂnaÂkan roll film,†kisah Ade.
“Kami punya 11 kamera. HaÂnya dua yang bisa digunakan. Itu pun model lama,†kata Ade. KaÂmera pemetaan udara yang dimiliki perusahaan ini buatan tahun 1990-an.
PT Survei Udara Penas perÂnah mengajukan permintaan dana kepada pemerintah. BeÂsarnya Rp 150 miliar. RenÂcaÂnaÂnya, sebagian dana akan diÂguÂnaÂkan untuk mengganti kamera.
“Harga kameranya sangat maÂhal dan harus impor dari JerÂman. Paling murah Rp 1,5 miÂliar. Paling mahal Rp 9 miliar,†kata Ade.
Selama ini, pesawat milik PT Survei Udara Penas kerap diÂsewa perusahaan swasta yang hendak melakukan pemetaan udara. “Pesawatnya sewa dari kita, tapi kameranya pakai puÂnya mereka sendiri. Soalnya pesawat untuk pemetaan udara hanya kami yang punya di InÂdonesia,†kata Ade. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.