Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Karyawan Diciutkan, Gaji Ditanggung Balai Pustaka

Melongok Perusahaan Pelat Merah “Dhuafa” (4)

Rabu, 16 November 2011, 08:55 WIB
Karyawan Diciutkan, Gaji Ditanggung Balai Pustaka
PT Pradnya Paramita
RMOL.Rumput liar tumbuh subur di halaman kantor PT Pradnya Paramita. Juga merambah ke tempat parkir. Menyembul dari dari celah-celah cone block.

“Rumputnya sudah lama tak dipotong,”  kata Edward, staf per­sonalia PT Pradnya Paramita ke­tika ditemui di kantor perusahaan ini di Jalan Bunga Nomor 8A, Matraman, Jakarta Timur.

Sejak lama perusahaan ini tak mempekerjakan orang yang ber­tu­gas sebagai tukang kebun. Pe­ru­sahaan memilih mengupah orang untuk membersihkan pe­karangan dan memotongan rumput.

“Biasanya beberapa bulan sekali kita panggil tukang kebun. Tapi sekarang belum,” kata Ed­ward. Keuangan perusahaan ini pas-pasan. Bahkan untuk me­ngu­pah orang membersihkan pe­ka­ra­ngan tak bisa dilakukan rutin.

PT Pradnya Paramita bergerak di bidang penerbitan buku. Peru­sahaan negara ini tergolong “dhua­fa”. Rencananya, PT Pradnya Pa­ra­mita akan digabung (merger) de­ngan PT Balai Pustaka, BUMN yang juga bergerak di bidang pe­­nerbitan buku. Setelah mer­ger peru­sahaan ini diambil alih PT Telkom.

PT Pradnya Paramita menciut­kan jumlah karyawan untuk mengurang beban pembayaran gaji. Menurut Edward, saat ini jumlah pegawai 30 orang. Dua di antaranya berstatus kontrak. “Semuanya bekerja di kantor,” kata dia.

Tapi kenapa kantor tampak sepi? Selidik punya selidik, ter­nya­ta karyawan tak bekerja pe­nuh. Tujuannya untuk me­ngu­rangi biaya operasional kantor.

“Sistem kerjanya bergantian se­lama tiga hari dalam seminggu. Ka­lau saya masuk dari Senin, saya libur dari Kamis hingga min­g­gu. Makanya setiap hari terkesan sepi seperti ini,” jelas Edward.

Beberapa karyawan juga me­rangkap pekerjaan. “Saya sendiri di Personalia terkadang me­rang­kap keamanan,” ucap Edward.

Sejak Desember 2010, pem­ba­yaran gaji pokok karyawan PT Pradnya Paramita ditanggung Balai Pustaka. Dulu, PT Pradnya Paramita ba­nyak menerbitkan buku. Kini ha­nya sesekali hanya menerbitkan buku.

Agar tak rugi, perusahaan ini hanya menerbitkan buku-buku yang diperkirakan bakal laku. Ada beberapa judul buku yang dipesan pihak asing.

Meski begitu, PT Pradnya Pa­ra­mita tetap sulit untuk bangkit. “Kami sudah terpuruk hampir se­puluh tahun ini. Kalau mengan­dalkan produksi (buku), terus te­rang itu sudah tidak bisa di­an­dal­kan,” kata Edward.

Sebab itu, karyawan menaruh harapan besar perusahaan ini di-merger lalu diambil alih Telkom. Mereka sudah mendengar wa­ca­na akuisisi sejak 2003.

Bila menjadi kenyataan, se­banyak 25 karyawan PT Pradnya Paramita memilih pensiun dini. “Saya salah seorang yang me­ngajukan diri untuk pensiun dini,”  kata Edward.

Hidup Tidak, Mati Pun Belum...

PT Pradnya Paramita (Persero) adalah Badan Usaha Milik Ne­gara (BUMN) yang bergerak di bi­dang penerbitan buku-buku pe­lajaran. Dulu perusahaan pelat merah ini banyak menerbitkan buku untuk tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah menengah umum dan perguruan tinggi.

“Sekarang kami lebih banyak menerbitkan buku-buku hukum dan teknik untuk kalangan pergu­ruan tinggi. Sehingga buku-buku soal aritmatika, aljabar dan buku pelajaran untuk jenjang anak SD lainnya, sudah lama tidak kami pro­duksi,” ujar Direktur Utama PT Pradyna Paramita, Gemala Pa­ramita saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Pihaknya memilih-pilih buku yang diterbitkan setelah ada ke­pu­tusan melakukan merger de­ngan PT Balai Pustaka tahun 2004. Pada tahun itu, keluar ke­putusan peraturan pemerintah (PP) yang mengharuskan PT Prad­nya Paramita merger.

“Tapi sampai sekarang, proses itu belum final. Sehingga ketika se­karang ada wacana untuk mem­per­cepat merger, maka itu hanya untuk meneruskan hal-hal yang belum selesai sejak tahun 2004,” tuturnya.

Gemala sendiri menargetkan mer­ger bisa dilakukan tahun ini. Apalagi, Menteri BUMN Dahlan Iskan meng­in­truk­sikan proses itu bisa selesai di per­tengahan bulan Desember tahun ini.

“Kita berharap itu benar-benar terwujud sehingga informasi ten­tang akusisi dengan PT Tel­kom benar-benar terwujud. Itu pen­ting supaya BUMN seperti perusa­haan saya ini memiliki kepastian untuk bergerak, tidak seperti sekarang,” ujarnya.

Bagaimana kalau mundur? Me­nurut Gemala, pihaknya kem­bali berjuang untuk bertahan hi­dup di tengah ketatnya per­sai­ngan penerbitan buku.

“Yang pasti, kami tetap bekerja dan beroperasi, kalau proses mer­ger tidak selesai di tahun ini. Sebab, sejak 2004 memang pro­ses merger antara kami dengan Balai Pustaka juga sudah dipu­tus­kan, hanya belum final. Jadi kami tidak kaget kalau belum selesai,” tegasnya.

Menurut Edward, pihaknya tak mempersiapkan program kerja tahun depan karena yakin merger akan selesai tahun ini. “Jujur saja, untuk tahun 2012, kami ti­dak mem­buat program kerja. Karena kami sudah berharap benar de­ngan rencana pemerintah mel­a­ku­kan merger dan akuisisi. Saat ini, kami seperti hidup tidak, tapi mati pun belum,” tegasnya.

Sewakan Dua Gedung Untuk Jadi Kampus

Untuk bertahan hidup PT Pradnya Paramita menyewakan aset-asetnya. Perusahaan ne­ga­ra ini memiliki aset berupa ba­ng­unan di sejumlah wilayah. Misalnya, di Rawasari dan Kwitang, Jakarta Pusat.

Dua gedung milik PT Prad­nya Paramita disewa per­guruan tinggi untuk dijadikan kampus. Ini sudah berlangsung sejak 2004. Namun, Direktur Utama PT Pradnya Paramita, Gemala Pa­ramita menolak anggapan pe­rusahaannya hidup dari me­nyewakan gedung.

“Kalau hasil dari uang sewa ge­dung itu membantu ke­ua­ngan kami, itu benar. Tapi itu bu­kan bisnis utama yang kami miliki. Kami tetap fokus pada penerbitan buku dan itu masih kami lakukan,” tandasnya.

Menurut Gemala, pihaknya menyewakan gedung daripada tak digunakan. “Kami hanya memanfaatkan ruangan kantor kami yang memang tidak begitu kami perlukan untuk disewakan. Daripada mubazir, mendingan itu dimanfaatkan secara positif,” kilahnya.

PT Pradnya Paramita berkan­tor di gedung berlantai dua di Jalan Bunga Nomor 8A, Jakarta Timur. Dari modelnya, bangu­nan ini terlihat dibangun pada perte­ngahan dekade 1980-an. Din­ding­nya dihiasi batu alam dan glass block. Atapnya dari gen­teng beton. Kanopi dari balok kayu terlihat menyangga atap itu.

Mendekati gedung kantor terlihat dua orang berpakaian bebas ngobrol di atas meja kayu. Salah satunya Edward, staf personalia PT Pradnya Paramita.

Ruang karyawan dan direksi berada di lantai dua. Lantai dasar digunakan dipakai per­pustakaan yang memajang koleksi buku terbitan Pradya Paramita.

“Buku-buku di sini memang dijual. Kalau ber­minat bisa membeli atau me­mesannya. Tapi kalau sekadar baca-baca tidak apa-apa,” kata Edward.

Ruangan perpustakaan itu tidak terlalu besar. Kira-kira uku­rannya 4x4 meter. Buku-buku yang dipajang di rak tidak terlalu banyak. Dua rak panjang yang diletakkan di tengah ruangan. Selebihnya ditempel di dinding ruangan.

Di sebelah kiri ruangan, ada meja kayu yang tidak terlalu be­sar dilengkapi empat kursi.  Meja ini sengaja disediakan bagi para pengunjung yang ingin membaca. Bagian atas meja ditutupi debu. Naik ke lantai dua terlihat ruang kerja yang kurang tertata. Posisi meja satu dengan lainnya tak sejajar.

Di belakang kantor PT Prad­nya Paramita terdapat gedung berlantai tiga. Inilah salah satu gedung miliki PT Pradnya Pa­ramita yang telah disewakan. Se­buah nama Sebuah sebuah per­guruan tinggi dipasang di dinding atas gedung itu. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA