“Rumputnya sudah lama tak dipotong,†kata Edward, staf perÂsonalia PT Pradnya Paramita keÂtika ditemui di kantor perusahaan ini di Jalan Bunga Nomor 8A, Matraman, Jakarta Timur.
Sejak lama perusahaan ini tak mempekerjakan orang yang berÂtuÂgas sebagai tukang kebun. PeÂruÂsahaan memilih mengupah orang untuk membersihkan peÂkarangan dan memotongan rumput.
“Biasanya beberapa bulan sekali kita panggil tukang kebun. Tapi sekarang belum,†kata EdÂward. Keuangan perusahaan ini pas-pasan. Bahkan untuk meÂnguÂpah orang membersihkan peÂkaÂraÂngan tak bisa dilakukan rutin.
PT Pradnya Paramita bergerak di bidang penerbitan buku. PeruÂsahaan negara ini tergolong “dhuaÂfaâ€. Rencananya, PT Pradnya PaÂraÂmita akan digabung (merger) deÂngan PT Balai Pustaka, BUMN yang juga bergerak di bidang peÂÂnerbitan buku. Setelah merÂger peruÂsahaan ini diambil alih PT Telkom.
PT Pradnya Paramita menciutÂkan jumlah karyawan untuk mengurang beban pembayaran gaji. Menurut Edward, saat ini jumlah pegawai 30 orang. Dua di antaranya berstatus kontrak. “Semuanya bekerja di kantor,†kata dia.
Tapi kenapa kantor tampak sepi? Selidik punya selidik, terÂnyaÂta karyawan tak bekerja peÂnuh. Tujuannya untuk meÂnguÂrangi biaya operasional kantor.
“Sistem kerjanya bergantian seÂlama tiga hari dalam seminggu. KaÂlau saya masuk dari Senin, saya libur dari Kamis hingga minÂgÂgu. Makanya setiap hari terkesan sepi seperti ini,†jelas Edward.
Beberapa karyawan juga meÂrangkap pekerjaan. “Saya sendiri di Personalia terkadang meÂrangÂkap keamanan,†ucap Edward.
Sejak Desember 2010, pemÂbaÂyaran gaji pokok karyawan PT Pradnya Paramita ditanggung Balai Pustaka. Dulu, PT Pradnya Paramita baÂnyak menerbitkan buku. Kini haÂnya sesekali hanya menerbitkan buku.
Agar tak rugi, perusahaan ini hanya menerbitkan buku-buku yang diperkirakan bakal laku. Ada beberapa judul buku yang dipesan pihak asing.
Meski begitu, PT Pradnya PaÂraÂmita tetap sulit untuk bangkit. “Kami sudah terpuruk hampir seÂpuluh tahun ini. Kalau menganÂdalkan produksi (buku), terus teÂrang itu sudah tidak bisa diÂanÂdalÂkan,†kata Edward.
Sebab itu, karyawan menaruh harapan besar perusahaan ini di-merger lalu diambil alih Telkom. Mereka sudah mendengar waÂcaÂna akuisisi sejak 2003.
Bila menjadi kenyataan, seÂbanyak 25 karyawan PT Pradnya Paramita memilih pensiun dini. “Saya salah seorang yang meÂngajukan diri untuk pensiun dini,†kata Edward.
Hidup Tidak, Mati Pun Belum...
PT Pradnya Paramita (Persero) adalah Badan Usaha Milik NeÂgara (BUMN) yang bergerak di biÂdang penerbitan buku-buku peÂlajaran. Dulu perusahaan pelat merah ini banyak menerbitkan buku untuk tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah menengah umum dan perguruan tinggi.
“Sekarang kami lebih banyak menerbitkan buku-buku hukum dan teknik untuk kalangan perguÂruan tinggi. Sehingga buku-buku soal aritmatika, aljabar dan buku pelajaran untuk jenjang anak SD lainnya, sudah lama tidak kami proÂduksi,†ujar Direktur Utama PT Pradyna Paramita, Gemala PaÂramita saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Pihaknya memilih-pilih buku yang diterbitkan setelah ada keÂpuÂtusan melakukan merger deÂngan PT Balai Pustaka tahun 2004. Pada tahun itu, keluar keÂputusan peraturan pemerintah (PP) yang mengharuskan PT PradÂnya Paramita merger.
“Tapi sampai sekarang, proses itu belum final. Sehingga ketika seÂkarang ada wacana untuk memÂperÂcepat merger, maka itu hanya untuk meneruskan hal-hal yang belum selesai sejak tahun 2004,†tuturnya.
Gemala sendiri menargetkan merÂger bisa dilakukan tahun ini. Apalagi, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengÂinÂtrukÂsikan proses itu bisa selesai di perÂtengahan bulan Desember tahun ini.
“Kita berharap itu benar-benar terwujud sehingga informasi tenÂtang akusisi dengan PT TelÂkom benar-benar terwujud. Itu penÂting supaya BUMN seperti perusaÂhaan saya ini memiliki kepastian untuk bergerak, tidak seperti sekarang,†ujarnya.
Bagaimana kalau mundur? MeÂnurut Gemala, pihaknya kemÂbali berjuang untuk bertahan hiÂdup di tengah ketatnya perÂsaiÂngan penerbitan buku.
“Yang pasti, kami tetap bekerja dan beroperasi, kalau proses merÂger tidak selesai di tahun ini. Sebab, sejak 2004 memang proÂses merger antara kami dengan Balai Pustaka juga sudah dipuÂtusÂkan, hanya belum final. Jadi kami tidak kaget kalau belum selesai,†tegasnya.
Menurut Edward, pihaknya tak mempersiapkan program kerja tahun depan karena yakin merger akan selesai tahun ini. “Jujur saja, untuk tahun 2012, kami tiÂdak memÂbuat program kerja. Karena kami sudah berharap benar deÂngan rencana pemerintah melÂaÂkuÂkan merger dan akuisisi. Saat ini, kami seperti hidup tidak, tapi mati pun belum,†tegasnya.
Sewakan Dua Gedung Untuk Jadi Kampus
Untuk bertahan hidup PT Pradnya Paramita menyewakan aset-asetnya. Perusahaan neÂgaÂra ini memiliki aset berupa baÂngÂunan di sejumlah wilayah. Misalnya, di Rawasari dan Kwitang, Jakarta Pusat.
Dua gedung milik PT PradÂnya Paramita disewa perÂguruan tinggi untuk dijadikan kampus. Ini sudah berlangsung sejak 2004. Namun, Direktur Utama PT Pradnya Paramita, Gemala PaÂramita menolak anggapan peÂrusahaannya hidup dari meÂnyewakan gedung.
“Kalau hasil dari uang sewa geÂdung itu membantu keÂuaÂngan kami, itu benar. Tapi itu buÂkan bisnis utama yang kami miliki. Kami tetap fokus pada penerbitan buku dan itu masih kami lakukan,†tandasnya.
Menurut Gemala, pihaknya menyewakan gedung daripada tak digunakan. “Kami hanya memanfaatkan ruangan kantor kami yang memang tidak begitu kami perlukan untuk disewakan. Daripada mubazir, mendingan itu dimanfaatkan secara positif,†kilahnya.
PT Pradnya Paramita berkanÂtor di gedung berlantai dua di Jalan Bunga Nomor 8A, Jakarta Timur. Dari modelnya, banguÂnan ini terlihat dibangun pada perteÂngahan dekade 1980-an. DinÂdingÂnya dihiasi batu alam dan glass block. Atapnya dari genÂteng beton. Kanopi dari balok kayu terlihat menyangga atap itu.
Mendekati gedung kantor terlihat dua orang berpakaian bebas ngobrol di atas meja kayu. Salah satunya Edward, staf personalia PT Pradnya Paramita.
Ruang karyawan dan direksi berada di lantai dua. Lantai dasar digunakan dipakai perÂpustakaan yang memajang koleksi buku terbitan Pradya Paramita.
“Buku-buku di sini memang dijual. Kalau berÂminat bisa membeli atau meÂmesannya. Tapi kalau sekadar baca-baca tidak apa-apa,†kata Edward.
Ruangan perpustakaan itu tidak terlalu besar. Kira-kira ukuÂrannya 4x4 meter. Buku-buku yang dipajang di rak tidak terlalu banyak. Dua rak panjang yang diletakkan di tengah ruangan. Selebihnya ditempel di dinding ruangan.
Di sebelah kiri ruangan, ada meja kayu yang tidak terlalu beÂsar dilengkapi empat kursi. Meja ini sengaja disediakan bagi para pengunjung yang ingin membaca. Bagian atas meja ditutupi debu. Naik ke lantai dua terlihat ruang kerja yang kurang tertata. Posisi meja satu dengan lainnya tak sejajar.
Di belakang kantor PT PradÂnya Paramita terdapat gedung berlantai tiga. Inilah salah satu gedung miliki PT Pradnya PaÂramita yang telah disewakan. SeÂbuah nama Sebuah sebuah perÂguruan tinggi dipasang di dinding atas gedung itu. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.