Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kerugian Ditekan, Genjot Omzet Sampai 100 Miliar

Melongok Perusahaan Pelat Merah “Dhuafa” (2)

Senin, 14 November 2011, 08:49 WIB
Kerugian Ditekan, Genjot Omzet Sampai 100 Miliar
Balai Pustaka
RMOL.Halaman parkir gedung yang menempati Kavling J15, di Jalan Pulo Kambing, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur itu tampak lengang. Hanya mobil Toyota Yaris warna silver yang terlihat parkir di situ.

Sebagai tempat parkir ken­daraan, halaman ini tak dilapisi aspal, semen maupun cone block. Seluruh areanya ditimbun dengan tanah dan puing-puing bekas ba­ngunan yang kemudian diratakan.

Bangunan berlantai dua berdiri menghadap halaman parkir ini. Di dinding teras pintu masuk yang menjorok ke luar dipasang tulisan “Balai Pustaka.” Di sini­lah kantor BUMN yang bergerak di bidang percetakan ini berkan­tor sejak April lalu.

Sebelumnya, Balai Pustaka ber­kantor di gedung berlantai tu­juh di Jalan Gunung Sahari, Se­nen, Jakarta Timur. Gedung ini telah dijual kepada Kementerian Keuangan.

Kesulitan keuangan yang di­alami membuat BUMN ini perlu melakukan restrukturisasi, terma­suk melego asetnya untuk mem­peroleh dana segar. Dari sekian ba­nyak aset Balai Pustaka, ge­dung di Gunung Sahari yang pa­ling besar nilainya.

Selama ini, Balai Pustaka terus merugi. Kementerian BUMN men­catat, pada 2009 perusahaan ini merugi sampai Rp 66,67 miliar.

Untuk memperbaiki kinerja Balai Pustaka, Kementerian BUMN memasukkannya sebagai “pasien” Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

Di bawah kepemimpinan Dah­lan Iskan, Kementerian BUMN mulai menggenjot pengambil alihan sejumlah “dhuafa” oleh perusahaan-perusahaan negara yang sehat.

Balai Pustaka termasuk kate­gori dhuafa. Selama ini, untuk ber­tahan hidup perusahaan ini me­ngandalkan kucuran dana dari PPA. Rencananya, Balai Pustaka akan diambil alih PT Telkom. Proses akuisisi itu sudah harus selesai dalam tiga bulan.

Direktur Utama PT Balai Pus­taka Persero Zaim Uchrowi pas­rah bila perusahaan yang di­pim­pin­nya diambil alih PT Telkom.

“Pada prinsipnya, kami sangat mendukung rencana Menteri BUMN untuk melakukan akuisisi terhadap tujuh perusahaan yang di­nyatakan dhuafa,” kata Zaim ke­pada Rakyat Merdeka di kantornya.

Zaim tak menutupi bila peru­sa­haan yang dipimpinnya menga­lami kerugian sampai Rp 66,67 miliar. Kerugian ini berasal dari pencetakan buku-buku umum dan buku pelajaran sekolah.

Walaupun begitu, Zaim yang memimpin sejak Juli 2007 meng­klaim berhasil mengurangi angka kerugian. Pada 2007, kerugian diteken hingga hanya Rp 9 miliar. Tahun sebelumnya, Balai Pustaka rugi Rp 50 miliar.

Tak hanya itu, Zaim juga meng­klaim kinerja keuangan Ba­lai Pustaka membaik. “Keselu­ru­han transaksi keuangan yang ada, Balai Pustaka mengalami pe­ningkatan sejak beberapa tahun ini,” ujarnya.  

Zaim menyebutkan, pemasu­kan tahun 2010 mencapai Rp 90 miliar. Meningkat Rp 30 miliar dibanding tahun sebelumnya.

Tahun 2011, Balai Pustaka menargetkan pemasukan hingga Rp 100 miliar. Zaim mengakui omzet itu masih minim. Idealnya, BUMN bisa memperoleh pema­sukan sampai Rp 1 triliun per tahun. “Itu sebuah keniscayaan dengan kondisi BUMN seperti kami,” kata dia.

Walaupun kinerja keuangan perusahaan terus meningkat, Zaim tak berani menjamin Balai Pustaka akan mampu berlari kencang seperti perusahaan ne­gara yang sehat.

“Terlalu jauh bila mem­ban­ding­kan kami dengan Bank Man­diri, Telkom, Angkasa Pura. Ter­lalu jauh bagi kami  untuk me­ngejar ketertinggalan. Sama saja kami disuruh lari, tapi kaki kami diikat,” kata Zaim.

Direkturnya Bersandal Jepit

Zaim Uchrowi sadar betul peru­sahaan yang dipimpinnya masih merugi dan mengandalkan hidup dari “sedekah” pemerintah. Lantaran itu dia tak mau ber­me­wah-mewah.

Kondisi itu terlihat dari kantor Ba­lai Pustaka saat ini. Setelah men­jual gedung di Jalan Gunung Sa­hari, Balai Pusat berkantor di tem­pat percetakannya di Kawa­san In­dustri Pulogadung, Jakarta Timur.

Memasuki kantor berlantai dua dari teras depan terlihat ruang lobby berukuran 4x4 meter. Inte­riornya tak mewah. Di situ ter­dapat meja resepsionis. Seorang perempuan menunggui meja itu. Ia tak mengenakan seragam.

Rakyat Merdeka berbincang-bincang dengan Zaim di ruang rapat. Ruangannya tak besar. Di ruangan ini terdapat meja panjang berikut kursi untuk rapat.

Di salah satu sudut ruangan dile­takkan sofa untuk menerima tamu. Sebagai direktur utama BUMN, penampilan Zaim seder­hana. Ia tak mengenakan jas.

Kemeja panjang warna merah hati dikombinasikan celana pan­jang hitam menjadi penutup tu­buhnya. Melirik ke bagian ba­wah, pria itu tak mengenakan se­patu. Se­pasang sandal jepit men­jadi alas kakinya.

Kepada Rakyat Merdeka, Zaim mengatakan memperbaiki kon­disi Balai Pustaka tak semudah membalikkan telapak tangan.

Ia mengibaratkan seperti mem­buat kapal yang telah karam me­ngapung dan berlayar lagi. Tapi dengan kerja keras, ia optimistis Balai Pustaka akan bergerak lagi.

“Misalnya membangkitkan se­mangat karyawan, mensinergikan potensi, mengembangkan ker­jasama d­an saling berkoordinasi dalam menyelesaikan persoalan,” kata Zaim mengungkapkan kiat-kiatnya memperbaiki kondisi Balai Pustaka.

Ketika awal memimpin Balai Pustaka, Zaim memindahkan ruang direksi ke satu lantai. Saat ma­sih berkantor di Gunung Sa­hari, ruang direktur tersebar di be­berapa lantai di gedung berlantai tujuh itu.

Pemindahan ruang direksi ke satu lantai untuk mempermudah koordinasi. Ini juga untuk me­nun­jukkan bahwa direksi kom­pak menyehatkan perusahaan.

Sejumlah birokrasi yang meng­hambat komunikasi dan koor­di­nasi dikikis habis. Zaim pun meng­himbau seluruh jajaran ma­najemen dan karyawan untuk menjaga integritas. Di antaranya, dengan tidak menerima komisi dari transaksi yang dilakukan perusahaan.

Ubah Bisnis, Wariskan Sastra ke Kemendikbud

Dirut Balai Pustaka Zaim Uchrowi mengatakan hingga saat ini belum ada persiapan khusus menghadapi pengambil alihan oleh PT Telkom.

Masa depan Balai Pustaka di bawah BUMN telekomunikasi itu pun belum terang benar. “Bagaimana konsepnya, itu masih akan dibicarakan lebih lanjut,” ujar Zaim.

Setelah menjadi anak peru­sahaan Telkom, Balai Pustaka disebut-sebut bakal menyediakan layanan content.

Ide untuk mengakuisisi Balai Pustaka berasal dari Telkom. Peru­sahaan itu tengah mengem­bangkan bisnisnya dengan mem­buka sejumlah layanan content. Salah satunya layanan electronic book (e-book).

Telkom lalu mencari perusa­haan yang bisa diajak bekerja sama. Balai Pustaka pun dilirik lantaran selama ini berkecimpung di bidang penerbit buku.

Gayung pun bersambut. Me­nurut Zaim, Balai Pustaka memi­liki kemampuan menyediakan layanan content karena memiliki beberapa ahli di bidang teknologi informasi.

Namun, sampai saat ini pem­bicaraan mengenai arah bisnis Balai Pustaka di bawah calon induk semangnya juga belum jelas.

“Misalnya kami diminta mem­buat aplikasi atau program buda­ya. Tapi seperti apa, itu akan dibi­carakan lebih lanjut bersama Tel­kom. Kami dari Balai Pustaka sa­ngat mendukung gagasan terse­but,” kata Zaim.

Lalu bagaimana dengan karya-karya sastra yang telah diter­bit­kan Balai Pustaka sejak zaman Be­landa? “Warisan budaya yang kami miliki akan diserahkan ke Kementerian Pendidikan,” kata Zaim enteng.

Misinya Melawan Bacaan Cabul

Balai Pustaka tak bisa dile­paskan dari sejarah sastra Indo­nesia. Dalam periode sejarah di­kenal sejumlah pengarang Angkatan Balai Pustaka. Di­sebut demikian karena karya-kar­ya mereka diterbitkan lem­baga ini. Misalnya, Merari Si­regar, Ma­rah Rusli, Muham­mad Ya­min, Nur Sutan Iskan­dar, Abdul Muis, dan Aman Datuk Mad­joindo.

Balai Pustaka berawal dari komisi untuk bacaan sekolah pribumi dan bacaan rakyat yang dibentuk Belanda.

Pada 14 September 1908, Gu­bernur Jenderal Belanda men­dirikan Commissie voor de Inlandsche School en yang diketuai Dr GAJ Hazeu.

Baru pada saat dipimpin  Dr DA Rinkes pada 1910, komisi ini mulai menghasilkan bacaan. Rinkes yang memimpin  sam­pai 1916 diberi tugas mem­a­ju­kam moral dan budaya serta me­ningkatkan apresiasi sastra.

Pada tahun 1917 peme­rin­ta­han Belanda mendirikan Kan­toor voor de Volkslectuur atau Kantor Bacaan Rakyat yaitu Balai Pustaka.

Tujuannya mengembangkan bahasa – bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Me­­layu tinggi dan bahasa Ma­du­ra. Serta mencegah pengaruh bu­ruk dari bacaan-bacaan cabul.

Selain itu, Belanda mencoba meredam dan mengalihkan ge­jolak perjuangan bangsa Indo­ne­sia lewat media tulisan de­ngan mendirikan Balai Pustaka.

Untuk mengalihkan perha­tian terhadap kondisi di dalam ne­geri, lembaga ini me­ner­je­mahkan atau menyadur hasil sastra Eropa.

Seiring dengan berdirinya Ba­lai Pustaka, pemerintah Be­landa mulai membuka per­pu­s­ta­kaan di sekolah-sekolah, me­ngadakan peminjaman buku – buku dengan tarif murah secara teratur, dan memberikan ban­tu­an kepada usaha-usaha swas­ta untuk menyelenggarakan ta­man bacaan.

Agar tak bertentangan de­ngan kepentingan Belanda, karya-karya yang diterbitkan Balai Pustaka disensor ketat. Se­mentara karya yang diter­bit­kan di luar Balai Pustaka di­anggap bacaan liar.

Buku-buku yang diterbitkan Balai Pustaka dibagi dua. Yakni buku untuk anak dan buku hi­buran serta pengetahuan. Buku-buku itu dicetak dalam bahasa Melayu maupun bahasa daerah.

Karya-karya sastra dalam bahasa Melayu mendapat tem­pat istimewa di Balai Pustaka. Para pengarang dari Sumatera cukup mendominasi saat itu. Tengok saja Merari Siregar (Azab dan Sengsara), Marah Rusli (Sitti Nurbaya) dan Abdul Muis (Salah Asuhan).

Pada masa pendudukan Je­pang (1942-1945) Balai Pus­taka tetap eksis. Namun nama­nya diganti menjadi Gun­sei­kan­bo Kokumin Tosyokyoku yang artinya Biro Pustaka Rakyat Pe­merintah Militer Jepang. Se­te­lah Jepang kalah dari sekutu dan Indonesia merdeka, lem­baga ini diambil alih republik.

Zaman keemasan Balai Pus­taka sekitar tahun 1948 hingga pertengahan dekade 1950-an ke­tika dipimpin K.St. Pamoen­t­jak. Saat itu, Balai Pustaka men­­dominasi penerbitan buku–buku sastra. Sejumlah penga­rang seperti HB.Jassin, Idrus, dan M.Taslim muncul pada era ini.

Di era Soeharto, Balai Pusta­ka kerap menerima order dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) un­tuk mencetak buku-buku pe­lajaran dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga SMA. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA