Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tolak Bingkisan Makanan, Hanya Mau Terima Bunga

Ke Rumah Dinas Jaksa Jelang Hari Raya Idul Fitri

Minggu, 14 Agustus 2011, 05:04 WIB
Tolak Bingkisan Makanan, Hanya Mau Terima Bunga
ilustrasi, parcel
RMOL.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan imbauan kepada para pejabat agar menolak kiriman parcel menjelang hari raya Lebaran. Sebab, bingkisan itu bisa menjadi gratifikasi.

Apakah imbauan ini dipatuhi para pejabat Kejaksaan Agung? Berikut liputan Rakyat Merdeka.

Kertas ukuran A3 ditempel pos jaga di depan rumah bernomor A6 di Kompleks Adhyaksa, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Tanpa mengurangi rasa hor­mat Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan tidak menerima bingkisan dalam bentuk apapun dan dari siapapun oleh internal maupun eksternal kejaksaan baik yang di antar langsung maupun dikirim lewat ekspedisi. De­mi­kian tulisan di kertas itu.

Rumah berlantai satu yang berdiri di tanah seluas 700 meter persegi itu adalah rumah dinas Jaksa Agung Muda Bidang Pe­ngawasan (JAM Was), Marwan Effendy.

Dua petugas jaga terlihat sibuk menyiram tanaman yang berada di halaman depan rumah. Hala­man itu dipenuhi pohon-pohon besar. Cuaca panas pada Jumat siang lalu (8/8) membuat per­cikan air di tanah cepat menguap.

Di depan pagar rumah terdapat taman kecil yang ditumbuhi ber­aneka tanaman setinggi dua meter menciptakan suasana asri.

Di depan taman kecil ini ter­da­pat pagar warna putih setinggi 165 centimeter yang menutupi seluruh bagian depan rumah. Un­tuk masuk ke dalam rumah ini terdapat dua pintu yang terletak di samping kanan dan kiri pagar.

Pintu sebelah kanan selebar tiga meter untuk masuk mobil menuju garasi. Pintu masuk sebelah kiri juga memiliki lebar sama, tapi diperuntukkan bagi jalan orang.

Di samping kiri pagar terdapat pos jaga 2x3 meter. Pos itu dipa­sangi kaca hitam di bagian yang menghadap jalan. Pos ini di­lengkapi televisi 14 inci. Perala­tan lainnya yang ada di sini ada­lah senter.

Di depan pos disediakan bang­ku panjang dari kayu untuk du­duk-duduk. Di bagian belakang dijadikan tempat parkir sepeda motor milik petugas jaga.

Tempat parkir dinaungi atap dari polycarbonate hijau. Jalan me­nuju teras rumah terletak per­sis di depan pos jaga. Jalan itu di­lapisi cone block. Sebuah ka­ra­ngan bunga diletakkan di situ. Isi­nya ucapan selamat ulang tahun ke­pada Marwan Effendy. Pengi­rim­nya Asisten Intelijen Kejak­saan Tinggi Bengkulu, Soeprihanto.

Teras rumah dilindungi kanopi yang terbuat dari dak beton yang dicat  hitam dipadu warna cream. Di depan teas terdapat taman yang ditumbuh tanaman bonsai dan pedang-pedang. Hamparan rumput tampak menghijau ka­rena dirawat.

Di tengah taman dipasang tiang bendera warna putih lengkap de­ngan tali pengerek untuk me­naikkan bendera.

Di teras rumah tersedia dua kursi yang dilengkapi meja kecil bulat. Pintu masuk rumah terletak di sisi kanan teras.  Pintu dengan dua anak daun itu dicat warna cok­lat tua. Di samping pintu ru­mah terdapat jendela besar de­ngan kaca transparan dan gorden putih di baliknya.

Garasi yang bisa memuat dua mobil terletak di bagian kanan rumah. Pintunya model lipat. Tak terlihat ada mobil yang parkir di situ.

Melihat kedatangan Rakyat Mer­deka, seorang pria meng­ham­piri. Ia mengaku bernama Su­rip­to, penjaga rumah dinas itu. Me­nurut dia, Marwan selalu me­wan­ti-wanti semua petugas jaga agar menolak kiriman bingkisan. “Ini sudah perintah Bapak untuk se­lalu menolak parcel yang di­be­ri­kan dari siapapun,” katanya.

Suripto mengungkapkan, sebe­lumnya hampir setiap bulan ada orang yang mengirim bingkisan ke sini. “Tapi sejak tiga bulan ter­a­khir ini sudah tidak ada yang ki­rim parcel ke sini. Mungkin ka­rena ada pengumuman jadi me­re­ka sudah tahu,” katanya. Biasa­nya bingkisan yang dikirim berisi buah-buahan dan makanan.

Tapi, menurut Suripto, Mar­wan tak menolak bila dikirimi ka­rangan bunga. “Kalau karangan bunga kan hanya ucapan saja dan tidak ada kepentingan apa-apa,” katanya. Karangan bunga dari Asintel Kejati Bengkulu menjadi buktinya.

Suripto mengungkapkan, Mar­wan hanya menempati rumah di­nas Senin sampai Jumat. “Di sini Bapak tinggal sendirian hanya ditemani pembantu,” katanya.

Pada akhir pekan, Marwan pulang ke rumah pribadinya di Bandung, Jawa Barat. “Semua keluarganya di Bandung,” kata Suripto.

Selain di rumah dinas, Marwan Effendy juga memasang larangan menerima barang maupun suap di kantornya. Gedung JAM Was be­rada di sebelah utara Kompleks Kejaksaan Agung. Bangunannya berlantai empat.

Larangan itu ditempel di kertas di samping pintu masuk Gedung JAM Was. Larangan ini bukan hanya berlaku bagi Marwan, tapi semua pegawai JAM Was mau­pun kejaksaan.

“Tanpa mengurangi rasa hormat, siapapun dilarang keras memberi uang atau barang atau menjanjikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada jaksa atau pegawai pada jaksa agung muda pengawasan termasuk dari internal kejaksaan.” Demikian isi laranganya.

Sebuah kertas berisi pengu­mu­man juga ditempel di bawahnya. “Pemberitahuan apabila sau­da­ra menerima telepon atau pesan yang mengatasnamakan Jaksa Agung Muda Pengawasan dan atau pejabat laiannya di ling­ku­ngan pengawasan diminta untuk berhati-hati dan tidak melayani permintaannya serta meng­kon­fir­masikan melalui telepon nomor 021.7208748”. Demikian isi pe­ngu­muman itu.

Kembalikan Atau Kena Sanksi

Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM Was) Marwan Effendy menegaskan jaksa di pusat maupun daerah dilarang menerima parsel lebaran.

“Dilarang karena itu sama dengan gratifikasi,” kata bekas Jaksa Agung Muda Tindak Pi­dana Khusus (JAM Pidsus) ini.

Marwan mengatakan larangan ini sesuai dengan imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Pasalnya, tindakan me­nerima parsel atau bingkisan apapun untuk PNS itu termasuk gratifikasi,” ujarnya.

Menurut Marwan, jaksa hanya boleh menerima parsel yang di­kirim kantornya sendiri atau sanak famili yang tak memiliki kepentingan apa-apa.

Jika jaksa menerima parsel dari pihak luar, kata Marwan, dia ha­rus mengembalikannya. “Jika ti­dak dikembalikan akan di­ke­na­kan sanksi disiplin. Penanganan hukuman lebih lanjut tergantung motif dan nilai pemberian.”

Marwan mengaku sudah me­ma­sang larangan kepada pihak luar untuk mengiriminya bing­kisan. “Di rumah dinas saya ma­lah (pengumumaman tak me­nerima parsel) dipasang di pe­n­jagaan,” katanya.

Nilainya Tak Boleh Lebih Rp 500 Ribu

Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK) mengimbau ke­pada semua pejabat negara baik yang berada di pusat maupun yang ada di daerah tidak me­nerima kiriman parsel selama Lebaran.

Menurut Kepala Humas KPK Johan Budi SP, pihaknya telah mengirim surat imbauan itu ke seluruh instansi pemerintah.

Johan mengatakan, setiap ta­hun KPK rutin mengirimkan su­rat edaran yang berisi himbauan tidak menerima parsel kepada instansi pemerintahan. “Bia­sa­nya kami mengirimkan dua kali selama setahun. Dua minggu se­belum lebaran dan setiap ak­hir tahun,” katanya.

Johan menyarankan kepada pihak yang hendak mengirim parsel kepada pejabat agar me­ngurungkan niatnya. Sebaik­nya, bingkisan itu dikirim ke­pa­da orang yang lebih mem­butuhkan. Misalnya dikirima ke panti asuhan atau anak yatim-piatu.

KPK tak mempermasalahkan pejabat atas yang memberikan par­cel atau bingkisan kepada ba­wahannya. “Tapi bila ba­wahan memberi atasan itu baru bermasalah karena tentu ada maksud tertentu,” kata Johan.

Bagi pejabat negara yang sudah telanjur menerima parcel harus melapor KPK terlebih dahulu untuk diketahui berapa besar nilainya.

“Kalau nilainya di bawah Rp 500 ribu akan men­jadi milik penerima.  Tapi bila  nilainya di atas itu akan disita untuk di­lelang,” katanya.

Apakah pejabat yang terima parcel akan diproses hukum? Me­nurut Johan, KPK tak akan lang­sung memprosesnya. Perlu dilihat dulu tingkat kesalahannya.

“Bila mereka menerima par­cel terus tidak melaporkan ke KPK dan ada unsur gratifikasi da­lam pemberian tersebut, kami akan memproses lebih lanjut sec­ara pidana,” katanya. [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA