Revisi KUHAP

IAW Tolak Pelemahan Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Kamis, 17 April 2025, 13:45 WIB
IAW Tolak Pelemahan Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus/Ist
rmol news logo Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang saat ini tengah digodok di DPR disorot Indonesian Audit Watch (IAW).

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus menilai revisi KUHAP yang akan menghapus kewenangan kejaksaan dalam penyidikan perkara korupsi adalah bentuk distorsi serius terhadap prinsip pemberantasan korupsi yang telah dibangun selama puluhan tahun.

“Sejak awal kemerdekaan, penyidik korupsi itu hanya polisi. Kemudian berkembang menjadi polisi dan jaksa, lalu ditambah KPK. Kalau sekarang ingin dikembalikan hanya ke polisi saja, kita mengalami kemunduran besar,” kata Iskandar kepada wartawan, Kamis 17 April 2025.

Menurut dia, keberadaan tiga institusi penyidik --Polri, Kejaksaan, dan KPK -- memberi efek jaring lebar dalam pemberantasan korupsi. Ibarat pukat harimau, tiga lembaga itu dinilai mampu menjaring lebih banyak pelaku kejahatan kerah putih.

Iskandar menjelaskan, persoalan yang terjadi saat ini adalah ketiga lembaga dengan kewenangan penanganan tipikor itu belum menggunakan metodologi penghitungan keuangan negara yang sama sesuai dengan perintah undang-undang.

"Kami melihat bahwa polisi masih konsisten menggunakan Undang-Undang BPK. Kejakasaan kadang iya, kadang tidak. Sementara, KPK masih ansich menggunakan walau terkadang juga lari-lari dari beleid itu," kata Iskandar.

Menurutnya, penindakan tipikor tindak hanya terbatas pada penyidikan, tapi juga penghitungan kerugian negara.

"Supaya mudah dilakukan penuntutan dan Jaksa dapat memberikan hukuman dengan semestinya. Perlu dipastikan secara benar nilai kerugian negara. Sehingga, jangan sampai saat penuntutan terjadi nilai kerugian negara itu tidak terbukti," imbuhnya.

Iskandar menambahkan, penyidikan tipikor harus tetap bisa dilakukan pada ketiga lembaga itu. Pemberantasan korupsi ini cukup berwarna, misalnya polisi hanya terkait penyidikan. Sementara, kejaksaan itu pendidikan dan penuntutan. Kemudian, KPK bisa melakukan penyidikan dan memutuskan.

"Saya minta DPR RI memperhatikan aspirasi ini. Jangan sampai didistorsi, tapi justru harus semakin dikuatkan. Kalau kejaksaan didistorsi maka saya khawatir nanti KPK juga akan mengalami nasib sama," kata Iskandar.

Sebagai catatan penting, lanjut Iskandar, ketiga lembaga yang menangani kasus maksimal harus hati-hati dalam menghitung kerugian negara dan harus juga tunduk pada Undang-Undang BPK. Sebab, BPK menjadi institusi auditor keuangan negara yang diakui oleh perundangan-undangan, bahkan UUD 1945.

"Untuk itu, jangan mencoba-coba menghindar dari aturan main ini agar para koruptor dapat dijatuhi hukuman maksimal," pungkas Iskandar.rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA