Dewan Pembina Gertak, Frans Immanuel T. Saragih meminta kepada Presiden Joko Widodo agar mencoret capim KPK yang dianggap bermasalah.
"Kami menganggap proses pemilihan capim KPK tahun 2019 banyak menyisakan persoalan dan masalah besar terhadap penegakan hukum pemberantasan korupsi ke depan," kata Frans kepada redaksi, Jumat (30/8).
Panitia seleksi capim KPK dinilai tidak lagi mempertimbangkan rekam jejak para capim. Ini dikarenakan yang lolos seleksi masih terdapat nama-nama yang memiliki rekam jejak buruk yang dapat merusak kredibilitas kpk.
Ada yang sempat dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik, mengintimidasi salah seorang pegawai KPK, hingga dugaan pelanggaran administrasi yang mengakibatkan seorang tahanan lepas.
"Capim KPK bermasalah diduga memiliki konflik kepentingan sehingga akan menyulitkan kinerja pemberantasan korupsi," ujar Frans.
Jika Presiden membiarkan capim KPK yang bermasalah lolos dalam seleksi, itu sama saja membiarkan KPK dipimpin oleh orang yang tidak berintegritas dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Gertak, lanjut Frans, akan terus mengkritisi proses pemilihan capim KPK.
"Kami akan menyuarakan dan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mengawal dan mengawasi hingga nantinya KPK memiliki pimpinan KPK yang berintegritas, berani dan independen dalam memberantas korupsi," terangnya.
Dari hasil penelusuran, nama-nama capim KPK yang patut diduga bermasalah antara lain Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri, Irjen Antam Novambar dan Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Firli Bahuri.
Antam diduga pernah mengintimidasi eks Direktur Penyidikan KPK, Endang Tarsa. Antam diduga meminta Endang bersaksi agar meringankan Komjen Budi Gunawan (saat ini Kepala BIN) yang dijerat sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK pada 2015 silam, atau terkenal dengan kasus 'rekening gendut'.
Selanjutnya, Firli yang merupakan eks Deputi Penindakan KPK diduga melakukan pertemuan dengan salah seorang kepala daerah yang sedang dibidik KPK dalam sebuah kasus korupsi. Firli pun dianggap melanggar kode etik KPK.
Firli dinyatakan melanggar poin integritas angka 2 Peraturan KPK 7/2013 yang melarang pegawai KPK karena mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang diketahui oleh penasihat atau pegawai terkait perkara sedang ditangani oleh KPK, kecuali dalam melaksanakan tugas.
Namun, Firli belum diberikan sanksi dan hanya ditarik kembali oleh institusi Polri dan menjadi Kapolda Sumatera Selatan. Kemudian, dia mencalonkan sebagai Capim KPK Jilid V kali ini.
BERITA TERKAIT: