Tempatnya bersantai memangtak besar. Hanya memanfaatkan selasar rusunawa, di depanunit yang ditempatinya. Lebarnya kurang dari dua meter. Suasananya juga agak temaram. Karena sinar matahari tak bisa menemÂbus penuh ke tempat itu.
Di atas meja itu, Iskandar meletakkan beberapa eksemplar surat kabar. Dari beberapa media. Tak terlalu banyak.
"Nggak beli tiap hari. Sesempatnya aja. Biar tahu perkembangan. Apalagi mau Pemilu begini," ucap Iskandar, saat ngoÂbrol Senin siang lalu.
Surat kabar membuat Iskandar tak ketinggalan berita. Termasuk soal kampanye di rusunawa. Dia sudah mengetahuinya, beberapa hari terakhir. "Sudah nggak diÂlarang lagi, kan," ucap Iskandar, seolah ingin memastikan.
Iskandar jadi salah satu yang setuju, pencabutan larangan kampanye di rusunawa. Menurutnya, sah-sah saja jika caleg, atau bahkan calon presiden (capres), berkampanye di rusunawa.
Soalnya, kata dia, rusunawa adalah tempat tinggal warga. Sama sepertiwilayah pemukiÂman warga lainnya. Bedanya, hanya cuma konsep tempat tinggalnya.
"Kalau orangnya, ya warga juga. Punya hak pilih juga," ucapnya.
Apalagi, lanjut dia jika kebetulan ada warga rusunawa yang jadi tim sukses (timses) caleg, maupun capres. Atau bahkan jadi calegnya.
"Kalau gitu, timses, atau caÂlegnya kan mesti sosialisasi ke warga," tuturnya.
Soal alat peraga kampanye (APK), Iskandar mengaku meÂnyerahkannya kepada yang berwenang. Jika memang diperÂbolehkan, dia tak keberatan. Tapi kalau dilarang, dia akan menjalankan.
"Kalau APK kadang ngeliatnya risih sih ya, kayak bikin kotor. Tapi kalau memang diperbolehkan nggak masalah," tuturnya.
Hari itu, suasana kampanye di Rusunawa Pondok Bambu tidak terlihat. Padahal, pencabutan larangan sudah berlaku hampir seminggu. Tak ada hiruk pikuk warga, atau timses caleg, maupun capres yang sedang bersosialisasi. Warga rusunawa itu beraktivitas seperti biasa. Bahkan, sulit menemukan warga yang sedang ngobrol, maupun berdiskusi terkait politik.
Di sisi lain, tak terlihat satu pun APK. Baik dari caleg, maupuncapres. Yang ada, hanya stiker bekas kampanye caleg salah satu partai tahun 2014. Ukurannya kecil. Hanya sekitar 10x20 centimeter (Cm). Stiker bekas itu terlihat di Blok B. Tak jauh dari kertas pengumuman peraturan Rusunawa Pondok Bambu.
"Mungkin itu yang belum diÂcopot," jelas Iskandar.
Warga Takut, Kampanye Cuma Bikin Gaduh
Belum ada caleg maupun capres yang berkampanye di Rusunawa Pondok Bambu. Padahal, pencabutan telah berlaku hampir sepekan.
Ahmad Firmansyah, Koordinator Staf Keamanan Rusunawa Pondok Bambu menyebut, hingÂga Senin (25/2) belum ada caleg, maupun capres yang mengajuÂkan izin kampanye. "Kalau ada, pasti koordinasi juga ke kita," ucap Firman.
Dia menambahkan, hingga saat ini belum ada caleg maupun capres yang memasang APK di rusun tersebut. Kalau pun ada yang berniat, pihaknya akan melarang. Karena, sesuai aturan, tidak boleh ada APK dipasang di rusunawa. "Tapi kalau pas kamÂpanye mau bawa, silakan. Tapi nggak ditempel," jelasnya.
Salah seorang warga Rusunawa Pondok Bambu, yang menolak disebut identitasnya mengatakan, tak setuju ada kampanye di tempat tersebut. Dia khawatir, kampanye di rusun malah akan menimbulkan kegÂaduhan. "Padahal, dalam aturan rusunawa, dilarang membuat kegaduhan, atau bikin berisik," katanya.
Apalagi, sambungnya, perbedaan pilihan, belakangan malah membuat warga terbelah. Sementara, menurutnya, warga di rusunawa tersebut cukup rukun.
"Kita sudah enak, nggak ribut gara-gara pilihan. Jadi mending nggak usah deh," tuturnya.
Belum lagi, APK caleg atau capres yang membuat pemanÂdangan tak sedap. Meskipun tetap dilarang, bukan tak mungÂkin caleg atau capres, maupun timsesnya bakal berusaha meÂlanggar larangan. Dan menurutÂnya, itu sudah terbukti.
"Itu buktinya, stiker-stiker bekas caleg tahun 2014 masih nempel. Kan kelihatan jelek," protesnya.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Meli Budiastuti menjelaskan, larangan tersebut sebenarnya sudah dijalankan sejak Pilkada DKI 2017 lalu. Alasannya, banyak warga rusunawa yang mengeluhkan kegiatan politik di lingkungan mereka.
Dia bilang, saat pemilihan gubernur (Pilgub) 2017, sudah ada edaran untuk larang kampanye. Saat itu, DPRKP dipimpin Kepala Dinas Arifin. "Ada lapoÂran warga soal pemasangan atribut parpol," kata Meli.
Bahkan, sempat terjadi konflik di Rusun Marunda. Selain itu, ada juga konflik di sebuah rusun di Jakarta Timur akibat perpolitiÂkan. Saat itu, sekelompok warga Rusunawa Marunda bahkan sempat meminta Gubernur DKIJakarta Anies Baswedan memeÂcat Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Marunda.
Selain itu, akhir 2018 lalu warÂga memprotes anggota DPRD yang reses ke rusunawa untuk menyerap aspirasi masyarakat. Agenda reses disusupi ajakan untuk memilih dirinya lagi.
"Kenyataannya beliau bawa atribut parpol," kata Meli.
Latar Belakang
Dipasang Di Rusunawa Cipinang Muara Spanduk Larangan Kampanye
Larangan berkampanye di rusunawa sudah dibatalkan. Sebelumnya, spanduk yang isinya mencegah kampanye di rusunawa sempat dipasang.
Salah satunya Rusunawa Cipinang Muara, Jakarta Timur. Attaris Mauldin penghuni rusunawa itu menyampaikan, spanduk berukuran 5x1 meter di kawasan rusunnya telah terpasang sejak sepekan yang lalu. Spanduk tersebut dibentangkan di akses masuk rusun.
"Larangannya memang laranÂgan untuk berkampanye. Bukan sekedar imbauian," katanya.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta Meli Budiastuti menjelaskan, sebelumnya Bawaslu DKI hanya mengingatkan, kegiatan kamÂpanye apapun tak boleh mengÂgunakan gedung atau fasilitas pemerintahan.
DPRKP pun membuat larangan kampanye di rusun lewat Surat Keputusan Kepala Dinas nomor 42 Tahun 2019. Surat Keputusan itu merujuk pada larangankampaÂnye melibatkan gedung atau fasiliÂtas pemerintahan yang termaktub dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Pasal 64 ayat (3) Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Surat Keputusan Kepala Dinas ini dilanjutkan dengan sosialisasi Panwaslu Jakarta Utara kepada para kepala UPRS. Panwaslu mengingatkan apabila kepala UPRS tidak mengingatkanwarÂga untuk tidak melaksanakan kampanye, maka akan dikenakan Pasal 521 UU Pemilu tenÂtang ancaman pidana penjara dua tahun dengan denda Rp 24 juta bagi pelanggar kampanye.
"Diminta kepala UPRS memÂbuat spanduk. Redaksinya juga dibimbing Panwaslu tingkat kota," kata Meli.
Belakangan, Bawaslu DKI menjelaskan bahwa sebenarnya aturan membolehkan kegiatan kampanye di rusun. Pasalnya, rusun yang dimaksud memang milik pemerintah. Namun rusun tersebut disewa warga.
Dalam Peraturan Bawaslu Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye, ada pengecualian larangan kampanyedi gedung atau fasilitas pemerÂintahan. Pengecualian tersebut berlaku bagi fasilitas atau geÂdung yang disewakan kepada umum. "Kami baru saja tahu ada peraturan ini," katanya.
Meli pun menyatakan pihaknya bersepakat dengan DPRD dan Bawaslu untuk membatalkan larangan kampanye di rusunawa. Kendati demikian, Meli juga mengingatkan bahwa kampanye yang nantinya dilakukan tak disÂertai dengan pemasangan APK. Bila ditempel dinding bangunan rusun, taman, itu dilarang.
Namun, jika melakukan soÂsialisasi dengan membawa APK dipersilakan. Dan, setelahnya mesti dibereskan lagi. "Tidak ditinggal di situ. Kalau dibiarÂkan akan buat rusak estetika," ujar Meli.
Meli mengatakan, setelah ini pihaknya akan menyosialisasiÂkan dibolehkannya kampanye tetapi dilarang memasang atribut kampanye di rusunawa. Surat keputusan baru akan dibuat dalam waktu dekat.
Pihaknya bersepakat, setelah ada permohonan dari pihak yang akan berkampanye dan pemÂberitahuan izin, yang maka akan dijawab. "Nanti kami kasih tahu apa yang boleh dan apa yang dilarang," pungkasnya. ***