Dalamsituasi yang belum pasti itu, aplikasi penyewaan Migo cukup membetot perhatian. Aplikasi yang baru diluncurkan akhir tahun lalu itu, cukup digemari masyarakat.
Kemarin misalnya, Migo tampakmeluncur di tengah keramaian lalu lintas Jalan Kerja Bakti, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Dua remaja berÂpakaian seragam putih abu-abu yang menungganginya. Mereka memakai helm. Warnanya senaÂda dengan Migo.
Gerakan Migo lincah. Suaranya tidak terdengar. Kecepatannya, tidak kalah dari motor matic, yang kerap lalu lalang di jalanan. Bahkan sesekali, bisa menyalip kendaraan di depannya yang meÂmakai mesin berbahan bakar.
Di beberapa sisi kendaraan itu, tertera tulisan Migo. Lengkap dengan alamat website penyedia layanan itu. Ada juga tulisan harga sewa dalam hitungan waktu terÂtentu. Itulah Migo, buatan China.
Tak sulit untuk bisa wara-wiri di jalanan dengan kendaraan itu. Cuma mengunduh aplikasinya di telepon pintar berbasis android, atau ios. Calon pengguna hanya tinggal menambahkan data idenÂtitas diri berupa KTP, foto, dan nomor telepon. Mudah.
Hari itu, Rakyat Merdeka mencoba Migo. Di salah satu staÂsiun Migo, bernomor JK10174. Stasiun itu berada di Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.
Tak perlu kunci untuk menghidupkan kendaraan itu. Hanya perlu memindai barcode yang ada di kendaraan. Pemindaian dilakukan dengan telepon pinÂtar pengguna. Usai dipindai, dalam waktu sekejap, kendaraan siap dibawa.
Kesiapan itu ditandai dengan hidupnya lampu di instrumen utama kendaraan. "Menyalakan dan mematikannya, cuma scan barcode dari handphone," jelas Aboy, pengelola Migo di temÂpat ini.
Ada sedikit perbedaan dalam mengendarai Migo dengan moÂtor matic. Terutama, saat gas diputar. Responnya spontan. Tak sepertimotor pada umumnya. Bagi yang tak terbiasa, agak terkeÂjut. Bagian lain seperti rem, sama saja. Perbedaan lainnya, ada pedal yang bisa dikayuh di kendaraan itu. "Paling itu dipakai kalau baterainya habis saja," tutur Aboy.
Stasiun Migo JK10174, dimiÂliki Muhammad Azis. Di stasiun itu, biasanya ada 10 unit kenÂdaraan setiap harinya. Namun saat itu, cuma tinggal empat kendaraan. Tapi, biasanya jumlahitu hanya ada pada pagi hari.
"Kalau siang, banyak yang pakai. Mengembalikan unitnya tak harus di sini," terang Azis.
Menggunakan Migo memang cukup mudah. Penyewa tidak harus mengembalikan kendaraan di stasiun tempat pengambilan. Di stasiun Migo mana saja bisa. "Kita di sini juga bisa menerima pengembalian dari stasiun mana saja," jelasnya.
Dia menambahkan, cukup banyak warga sekitar yang meÂmakai Migo untuk bekerja di tengah kota. Padahal, belum lama ini, polisi menegaskan, akan menindak Migo yang dipakai melewati jalan protokol.
Menurut Azis, hal itu tak terlalu berpengaruh. "Kalau saya tanya mau kemana, ada yang jawab, mau ke Kuningan, Jaksel. Ada, aman-aman saja," ucapnya.
Yang penting, menurutnya, penyewa memakai perlengkapan wajib, seperti helm. Sejauh ini, sambungnya, belum ada kendÂaraan dari stasiun miliknya yang ditindak polisi.
"Kalau yang baru-baru ini viral ditindak polisi, itu karena bonceng tiga dan tidak pakai helm," tandasnya.
Masih Jadi Polemik Karena Belum Ada Regulasinya Hingga saat ini, Migo masih jadi polemik. Belum ada regulasi khusus yang mengatur angkutan kendaraan bertenaga listrik. Tapi, nyatanya sudah beroperasi. Antara lain, di stasiun milik Azis, di Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.
Sebagai rekanan Migo, sehari-hari di stasiun milik Azis ada 10 unit kendaraan. Kendaraan-kendaraan itu diparkir di depan bangunan. Mirip rumah kontrakan. Selain itu, ada juga unit yang diÂparkir di tempat semacam garasi. Di tempat itu, Azis mempekerjaÂkan seorang karyawan.
Azis mengaku tak menghiÂtung persis, jumlah penyewa harian Migo di stasiun miliknya. Soalnya, penyewa tidak harus mengembalikan unit kendaraan di tempat mengambil.
"Bisa saja dari Monas mengembalikannya ke sini. Atau, dari sini mengembalikannya di Monas," ujar Azis.
Untuk pendapatan, Azis mengaku dibayar per bulan. Bermodal tempat dan listrik, Azis mendapatkan sekitar Rp 3 juta per bulan. "Saya tidak harus nyeÂtor dana ke Migo," tandasnya.
Ester, pemilik stasiun Migo lainnya menyebut, penyewaan sepeda listrik itu sebagai rezeki baru. Sama seperti Azis, dia hanya bermodal tempat dan colokan listrik. "Kami bisa keÂbagian Rp 2-3 juta per bulan dari Migo," ungkap Ester.
Dari hari ke hari, yang meÂnyewa Migo terus bertambah. Penyewanya bukan hanya datang dari latar belakang tertentu saja. "Ibu rumah tangga, pekerja dan anak kuliahan juga ada," bebernya.
Namun, kemudahan yang diberÂikan untuk Migo melenggang di jalan-jalan Ibu Kota terancam. Kepolisian mewacanakan sanksi berat bagi pengguna yang meÂlanggar. Sanksi itu berupa tilang, hingga penyitan kendaraan.
Terkait wacana itu, Ajeng, salah satu penyedia stasiun Migo, tidak khawatir. Menurutnya, itu urusan perusahaan Migo. Kalau memang tetap diminta kerja saÂma, dia akan terus menyediakan tempat. "Kalau memang ditutup, ya saya kehilangan penghasilan, begitu saja," ujar Ajeng, pemilik stasiun JKT10126.
Dia mengatakan hanya bertanggung jawab soal kesediaantempat, dan isi ulang daya kenÂdaraan tersebut. "Untuk peraÂwatan, cuma dibersihkan saja," katanya.
Polisi Ancam Kandangkan Migo
Mengaspal di Jalan-jalan Raya
Migo yang masih jadi polemik, sepeda atau motor listrik, berseÂliweran di jalanan Ibu Kota.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya akan menindak Migo jika ketahuan mengaspal di jalan raya. "Jadi, kendaraannya akan kita tindak," tegas Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Yusuf.
Yusuf juga mengingatkan pihak Migo agar melakukan registrasi terhadap kendaraanÂnya. Migo merupakan aplikasi layanan sewa sepeda listrik. Dari bentuknya, sepeda listrik Migo mirip motor matik (skutik).
"Kalaupun skuter listrik, kita harus lihat, dia masuk kategori sepeda motor atau bukan," imÂbuh Yusuf.
Yusuf menegaskan, setiap kenÂdaraan bermotor yang beroperasi di jalanan, harus teregistrasi di kantor Samsat. Jika beroperasi tanpa legalitas, artinya tidak teregister di Samsat.
"Kalau tak teregister, tidak keluar STNK-nya," ucapnya.
Senada, Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Muhammad Nasir meÂnegaskan hal tersebut. Nasir mengatakan, pihaknya akan menÂindak tegas jika Migo mengaspal di jalan raya. "Tindakannya diberhentikan dan kendaraannya akan dikandangkan," ancam Nasir.
Nasir mengatakan, kalau meÂmang sepeda listrik, Migo tidak boleh beroperasi di jalan raya dan jalan protokol. Migo hanya boleh beroperasi di gang-gang. Atau, di lingkungan perumahan. "Selama tidak ada rambu-rambu lalu linÂtas, di situ boleh," tuturnya.
Nasir menambahkan, Migo belum mengantongi izin operasi. Adapun, ketentuan operasional sepeda listrik, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. "Sepeda listrik itu ada batasan kecepatannya," ucap Nasir.
Pasal 12 ayat (3) PP No 55 Tahun 2012 berbunyi: "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf e, tidak berlaku untuk jenÂdaraan bermotor yang dirancang dengan kecepatan tidak melebihi 25 (dua puluh lima) kilometer per jam pada jalan datar".
Sedangkan Pasal 12 ayat (2) berbunyi: "Motor penggerak sebaÂgaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. mempunyai daya untuk dapat mendaki pada jalan tanÂjakan dengan sudut kemiringan minimum 8 (delapan) derajat dengan kecepatan minimum 20 (dua puluh) kilometer per jam pada segala kondisi jalan;
b. motor penggerak dapat dihidupkan dari tempat duduk pengemudi;
c. motor penggerak kendaraan bermotor tanpa kereta gandenÂgan atau kereta tempelan, selain sepeda motor harus memiliki perbandingan antara daya dan berat total kendaraan berikut muatannya, paling sedikit sebesar 4,50 (empat koma lima puluh) kilo watt setiap 1.000 (seribu) kilogram dari JBB atau JBKB;
d. motor penggerak pada kenÂdaraan bermotor yang digunakan untuk menarik kereta gandenÂgan, kereta tempelan, bus tempel dan bus gandeng, selain sepeda motor harus memiliki perbandÂingan antara daya dan berat total kendaraan berikut muatannya, paling sedikit sebesar 5,50 (lima koma lima puluh) kilo watt setÂiap 1.000 (seribu) kilogram dari JBB atau JBKB; dan
e. perbandingan antara daya motor penggerak dan berat kendÂaraan khusus atau sepeda motor, ditetapkan sesuai dengan kebuÂtuhan lalu lintas dan angkutan serta kelas jalan". ***