Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rolling Door Jadi Depan TKP Pembunuhan Satu Keluarga

Tempat Jual Sembako Sekaligus Rumah

Kamis, 15 November 2018, 10:26 WIB
Rolling Door Jadi Depan TKP Pembunuhan Satu Keluarga
Foto/Net
rmol news logo Pembunuhan yang menewaskan satu keluarga, kembali terjadi. Diperum Nainggolan, Maya boru Ambarita, Sarah boru Nainggolan, serta Arya Nainggolan, ditemukan tak bernyawa di rumahnya di Bekasi.

Keempatnya ditemukan tewas di rumahnya yang berada di RT 2 RW 7, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat. Tetangga korban pertama kali me­nemukan jenazah keempatnya pada Selasa pagi (13/11).

Temuan tersebut membuat geger warga sekitar. Apalagi, lokasi rumah tersebut berada di pemukiman padat. Rumah-rumah warga berhimpitan satu sama lain. Jalan untuk masuk pun tak begitu lebar. Hanya bisa satu lajur mobil. Jaraknya sekitar 200 meter dari jalan besar, Jalan Raya Hankam, Pondok Gede.

Sehari-hari, rumah tersebut biasa dijadikan toko menjual sembako. Luasnya sekitar 50 meter persegi. Ada spanduk dengan tulisan SANJAYA, yang merupakan akronim dari nama anak-anak Diperum di depan rumah tersebut.

Bagian depan rumah meru­pakan rolling door yang juga merupakan akses masuk ke dalam rumah. Rolling door ter­pisah menjadi dua bagian. Selain itu, rolling door juga terdapat di bagian samping rumah, namun tak memanjang hingga ke belakang.

Hari itu, petugas Kepolisian dan petugas Laboratorium Forensik (Labfor) melakukan olah TKP. Dari olah TKP tersebut, dapat terlihat bagian dalam ru­mah korban.

Dari pengamatan, bagian de­pan dijadikan sebagai tempat pe­nyimpanan barang-barang yang akan dijual di tokonya. Barang yang dijual mulai dari makanan, mainan anak, hingga gas untuk memasak. Ruangannya tidak terlalu luas dan hari itu tampak sangat berantakan.

Selanjutnya, masih di bagian dalam, setelah ruangan tersebut juga terdapat ruangan yang sepertinya dijadikan ruang keluarga. Dilihat dari depan, di ruangan tersebut terdapat sofa. Di ruangan itu jenazah korban Diperum dan Maya ditemukan. Selain dua ruangan itu, rumah juga terdapat kamar. Di kamar tersebut dua anak Diperum ditemukan.

Sebelum ditemukan tewas, korban dipercaya kakaknya menjaga kontrakan. Kontrakan tersebut berada di bagian bela­kang rumah. Posisinya berdem­petan dengan rumah korban.

Ada sebanyak 28 unit kon­trakan yang dijaga Diperum. 28 unit kontrakan tersebut menem­pati bangunan dua lantai, dengan tangga untuk naik dan turun menempel dengan bagian bela­kang rumah Diperum. Masing-masing unit berukuran 3x7 meter persegi.

Halaman kontrakan cukup luas. Di halaman tersebut, korban kerap memarkir tiga unit kendaraan miliknya. Namun, dua kendaraan sudah hilang seiringdengan kejadian naas yang menimpa keluarga tersebut. Sedangkan satu kendaraan lainnya berupa mobil boks.

Kematian satu keluarga tersebut menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga. Sianturi salah sa­tunya. Paman korban Maya boru Ambarita itu tak menyangka keponakannya harus meregang nya­wa dengan cara mengenaskan.

"Yang pasti nggak nyangka ya. Nggak pernah dengar juga mereka ada masalah. Nggak tahu juga ada yang sakit hati atau yang dendam sama mereka," ucap Sianturi, saat berbincang di TKP.

Dia mengaku diberitahu kakaknya, atau orangtua korban pada pagi hari itu. Sianturi di­minta kakaknya yang berada di Pekanbaru, Riau, untuk memastikan kebenaran berita tersebut.

"Jadi pagi, saya ditelepon kakak saya, supaya ngecek ke sini (TKP). Sampai sini ternyata me­mang benar. Kakak saya benar-benar shock. Apalagi, langsung ditinggal empat orang begini dengan cara yang sangat tidak manusiawi," tuturnya.

Pria yang tinggal di Jakarta Utara itu berharap, Kepolisian dapat segera mengungkap kasus ini. Dia yakin, cepat atau lambat, pelaku yang menghabisi nyawa keponakannya dapat segera ditangkap.

"Semogalah cepat disele­saikan," ucapnya, dengan raut wajah sedih.

Selama Tiga Tahun Tidak Ada Masalah

 Agus Sani, Ketua RT setempat mengatakan, keluarga tersebut cukup aktif bersosialisasi mau­pun berpartisipasi dalam kegia­tan warga di wilayahnya.

Bahkan, kata Agus, istri kor­ban yang ikut tewas bersama kedua anaknya juga ikut arisan bersama warga lainnya. "Istri korban ini terlibat di arisan warga. Aktif juga di PKK sama Posyandu. Juga sering adakan arisan keluarga," kata Agus.

Agus juga menjelaskan, Douglas, pemilik kontrakan yang juga kakak korban Diperum, dikenal baik terhadap keluarga tersebut dan tidak pernah ter­dengar ada masalah. Meskipun, dia mengakui, memang minim komunikasi. "Selama tiga tahun saya jadi Ketua RT, tidak pernah ada masalah. Baik baik saja. Kalau masalah dulu-dulu saya nggak tahu," ujarnya.

Dia menambahkan, selain memiliki toko, korban juga bekerja sebagai penjaga dan pengelola kontrakan milik kakaknya. Kontrakan itu terdiri dari dua lantai, terdapat 28 unit. "Kontrakannya yang terisi 12 kamar. Di bawah delapan, di atas empat," bebernya.

Sedangkan kedua anaknya, lan­jut Agus, bersekolah di Imanuel Victory. Sekolah itu tidak jauh dari rumahnya. Anaknya Sarah boru Nainggolan sudah menginjak kelas tiga SD sedangkan Arya Nainggolan kelas satu SD.

"Anak-anak biasa cerita, main, bercanda. Orangtuanya juga baik. Tapi ya saya sempat kesal, karena saya minta data penghuni kon­trakan atau kos, tapi nggak mau kasih datanya," paparnya.

Agus juga mengungkapkan, ada beberapa saksi yang melihat mobil melaju cepat dari rumah korban. Selain itu, mobil korban diketahui juga hilang. "Nah itu dia, ada saksi yang lihat ada mo­bil ngebut, keluar, tapi nggak tahu jenisnya apa. Cuma ngelihat aja, keluar ngebut," ucapnya.

Tetangga Dengar Korban Marah-marah Di Telepon  
Anjing Tak Menggong-gong

Kepolisian belum dapat me­mastikan motif pembunuhan satu keluarga di Bekasi. Namun, se­jumlah tetangga korban melihat sejumlah kejanggalan sebelum keempat korban ditemukan.

Sore sebelum kejadian, Lita, tetangga korban yang sedang ber­belanja di warung korban, sempat mendengar percakapan kepala keluarga, Diperum dengan ses­eorang melalui telepon. Kata Lita, Senin (12/11) sekitar pukul 16.30 WIB, korban menelepon dengan suara dan nada yang keras.

"Saya nggak sengaja dengar bapak itu nelepon gitu. Nada keras, marah-marah gitu. Saya tanya ke istrinya, kenapa bapak marah-marah, Bu? Dia jawab, 'udah kamu nggak usah ikutan'. Habis itu dia langsung masuk ke dalam," beber Lita.

Dia mengaku, dalam per­cakapan itu Diperum terden­gar membicarakan persoalan uang dan mobil. "Saya nggak lama belanjanya ya, sekitar lima menit. Saya nggak dengar rincinya. Tapi kedengarannya, bicarakan soal mobil dan uang gitu. Nadanya keras kayak orang berantem," paparnya.

Lita kaget dan tidak menyang­ka pertemuannya untuk berbe­lanja di toko korban itu, adalah pertemuan terakhir dengan kor­ban. Apalagi, dia kerap berbe­lanja di toko milik korban.

"Saya kaget juga ya satu ke­luarga tewas gitu. Saya sering belanja ke toko korban itu, beli kebutuhan sehari-hari. Ya itu kan warung sembako, beli makanan beras atau sabun cuci," jelasnya.

Dia juga mengatakan, kor­ban dikenal sebagai keluarga baik. Sebelum ditemukan tewas, keanehan juga terlihat dari an­jing peliharaan korban. Eni, tetangga korban yang rumah­nya berhadap-hadapan dengan rumah Diperum tak mendengar hewan tersebut menggonggong atau berisik saat peristiwa itu terjadi. "Ada anjingnya. Tapi kok enggak gonggong. Padahal, kalau sama orang baru itu pasti gonggong," tutur Eni.

Menurut Eni, kebiasaan anjingnya itu memang sudah dike­nal warga. Bahkan, sesekali tetap menyalak meski dengan orang yang biasa ditemuinya. "Almarhum juga dikenal sama semua warga," jelas Eni. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA