Matahari pada Senin (29/10) itu, masih belum muncul saat Lydia Levina, istri Sayerz Petrus Rudolf, salah seorang penumpÂang yang terdaftar di manifes peÂsawat naas tersebut, mendapat pesan dari sang suami. Isinya, meminta izin akan berangkat menuju Pangkal Pinang, Babel.
Tak lupa, sang suami mengirimkan gambar bahwa ia telah di duduk di kursi pesawat. Pesan tersebut pun dibalas Lydia. Sayang, pesan balasannya belum sempat dibalas sang suami. Lydia bilang, sang suami mungkin telah menonaktifkan telepon selulernya karena pesawat akan berangkat.
Meski pesannya tak dibaca, saat itu Lydia pun tak terlalumeÂmikirkannya. Dia yakin suaminya akan tiba dengan selamat di Kota Pangkal Pinang. Di kota itu, Petrus berencana mengurus beberapa keperluan yang ditugaskan dari tempatnya bekerja.
Beberapa jam dari jadwal ketibaan suaminya di Pangkal Pinang, belum ada kabar diterima Lydia. Wanita tersebut malah mendapatkan telepon dari rekan kantor suaminya. Rekan sang suami memberitahu Lydia. Pesawat yang ditumpangi Petrus jatuh.
Setelah itu, Lydia segera menyalakan televisi untuk memasÂtikan kabar tersebut. Sembari menangis, Lydia bercerita bahwa ia langsung menangis mengingat pesan sang suami sebelum pergi ke bandara. Dia tak menyangka, permintaan maaf sang suami sebelum berangkat, jadi kalimat terakhir yang dia dengar.
"Nona (Lydia) saya minta maaf kalau saya ada salah sama kamu. Kalau saya ada kasar sama kamu. Saya minta maaf," cerita Lydia.
Air mata Lydia tak terbendung mengenang momen-momen terakhirnya dengan sang suami. Suaminya sempat mengabadiÂkan foto di dalam kabin sebelum pesawat tersebut lepas landas.
"Terus pas di dalam pesawat, dia foto, 'doain aku selamat sampai Pangkalpinang ya'. Jadi ada foto terakhir dia di atas peÂsawat," ucap Lydia, dengan mata yang sembab akibat menangis.
Usai telepon dari rekan kanÂtor suaminya, Lydia segera berangkat ke posko pusat crisis (crisis centre) di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, setelah menyambangi posko di Bandara Soekarno-Hatta. Di posko itu, Lydia segera melapor ke beberapa petugas yang telah bersiaga sejak siang.
Usai melapor, Lydia yang diteÂmani tiga kerabatnya menunggu perkembangan terbaru dari petuÂgas di posko tersebut. "Sekarang cuma bisa berdoa. Semoga ada keajaiban. Saya juga mohon doÂanya yang terbaik," pintanya.
Menjelang sore hari itu, halaÂman Gedung Teknik Angkasa Pura II Bandara Halim Perdanakusuma didirikan posko. Sebuah tenda berukuran cukup besar dengan ratusan kursi disediakan unÂtuk menampung kerabat maupun keluarga korban yang melapor.
Sementara di meja, terdapat petugas dari Jasa Raharja dan Lion Air. Mereka memegang daftar nama penumpang yang naik pesawat tersebut. Satu per satu, keluarga maupun kerabatkorban mendatangi meja. Meminta kejelasan dari petugas.
Di meja tersebut, keluarga maupun kerabat diminta data diri. Ada secarik kertas yang mesti diisi. Isinya berupa keterangan hubungan dengan korban dan harus disertai alamat tempat tinggal. Setelahnya, keluarga maupun kerabat diminta untuk menunggu perkembangan terÂbaru dari petugas di posko.
Di sebelah tenda tersebut, beberapa bus berukuran kecil disiagakan. Bus-bus tersebut dipakai untuk mengantarkan keluarga korban yang ingin menginap di Hotel Ibis, Cawang. Selain sebagai tempat menginap, hotel tersebut juga dipakai sebagai salah satu posko crisis centre.
Selain di dua posko tersebut, posko crisis centre juga terdapatdi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sejak dibuka, para keluarga korban berdatangan untuk menanyakan nasib sanak saudara mereka. Posko di bandara ini berada di Terminal 1B. Kesedihan tampak dari keluarga dan kerabat penumpang pesawat yang datang ke posko tersebut.
Betniati, salah seorang keluargayang mendatangi posko menyebut keluarganya turut menjadi korban pesawat Lion Air JT610 yang jatuh itu. Betniati mengetahui saudara kandungnya bernama Wahyu dan keponakanÂnya yang masih berusia empat tahun turut menjadi korban, berawal dari penasarannya usai melihat berita. "Tadi setelah diÂdata, nama Wahyu ada di daftar. Nama anaknya juga ada," kata Betniati, saat ditemui.
Betniati menjelaskan, sebelum memastikan keluarganya menjaÂdi korban jatuhnya pesawat denÂgan rute Jakarta-Pangkalpinang tersebut, dirinya melihat sebuah pemberitaan terlebih dahulu terkait kecelakaan tersebut. Dari situ, dirinya memutuskan langsung mengunjungi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Banten, untuk mendapatkan informasi atas keluarganya.
"Saya lihat berita, terus saya
feeling harus ke sini karena keponakan saya memang naik pesawat itu," ujarnya.
Dia menjelaskan, sebagian keluarga korban pesawat Lion Air JT610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, termasuk dirinya diarahkan ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Petunjuk tersebut didaÂpat setelah para keluarga korban mendatangi posko terpadu yang berada di Bandara Soekarno-Hatta. "Pihak Lion Air meminta untuk pindah ke Bandara Halim Perdana Kusuma. Dari Lion mengarahkan ke Bandara Halim," ujar Betniati.
Betniati menyebut, pihak bandara menyediakan fasilitas busuntuk keluarga korban yang ingin ke Bandara Halim Perdanakusuma. Namun, dia memilih pakai kendaraan pribadinya untuk pergi ke sana.
Latar Belakang
Beberapa Menit Usai Lepas Landas
Pesawat JT-610 Hilang Kontak
Pesawat maskapai Lion Air nomor penerbangangan JT-610 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Pesawat itu jatuh beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, Babel.
Jatuhnya pesawat itu pertama kali diketahui dari informasi
air traffic control (ATC) tepatnya pukul 06.50 WIB. Basarnas yang menerima informasi iti segera melakukan pengecekan ke ATC. Didapati memang benar pesawat itu hilang kontak.
Lokasi hilangnya kontak peÂsawat berada di 25 mil laut dari Tanjung Priok atau 11 mil laut dari Tanjung Kerawang. Pihaknya mendapatkan informasi jika pesawat saat kehilangan kontak berada di ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut.
Setelah mendapatkan informaÂsi itu, aparat terkait meluncurkan armada untuk menemukan titik pesawat dengan nomor regisÂtrasi PK-LQP pada koordinat 05 46.15 S -107 07.16 E. Sampai di lokasi titik yang ditemukan radar pihaknya menemukan temuan lokasi pesawat jatuh.
Sampai di lokasi, petugas menemukan puing-puing pesawat. Selain itu, tampak pula benda-benda milik penumpang maupun kru pesawat, mulai handphone, dan ada beberapa potongan tubuh.
Tim penolong mengerahkan beberapa helikopter untuk menÂcari korban jiwa di kedalaman laut 30-35 meter tersebut. Tim penyelam kemudian dikerahkan untuk menyelamatkan penumpang dan kru sebanyak 189 jiwa.
Samin, nelayan di Dusun Pakis II, RT 002 RW 006, Desa Tanjungpakis, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyaksikan detik-detik pesawat akan jatuh. Saat itu, sekira dua jam perjalanan laut dari Muara Tanjungpakis, Samin tiba-tiba melihat ada pesawat dengan posisi miring melewati perahunya.
Samin mengaku kerap meliÂhat pesawat terbang saat tengah melaut. "Saya sering lihat pesawat lewat sini. Tetapi, yang ini posisi pesawatnya miring sampai sayapnya ke bawah," ungkap Samin.
Hanya saja, Samin tak sempat menyaksikan pesawat itu terjun ke laut. Pasalnya, saat itu posisinya membelakangi lokasi terjunÂnya pesawat itu. Dia hanya menÂdengar suara keras seperti masuk ke laut kemudian meledak.
"Bunyinya keras sekali. Terus tiba-tiba perahu saya terdorong kencang oleh gelombang. Padahal saat itu cuaca tidak ada gelombang kencang," ungkapnya.
Saat melihat ke belakang, Samin menyaksikan ada asap hitam keluar dari dalam laut. Akan tetapi, lantaran takut, Samin meninggalkan lokasi jatuhnya pesawat. Kemudian, dia melanÂjutkan perjalanan ke titik lain untuk menjaring udang.
"Saya baru tahu kapal yang saya lihat itu benar benar jatuh, setelah kembali ke darat. Banyak nelayan lain yang memÂbicarakan pesawat jatuh," kaÂtanya. ***