Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tersangka Video Hoaks Baru Seminggu Pulang Dari Lombok

Dijemput Polisi Di Dekat Lapangan Bola

Rabu, 19 September 2018, 10:36 WIB
Tersangka Video Hoaks Baru Seminggu Pulang Dari Lombok
Foto/Net
rmol news logo Kepolisian telah menangkap dan menahan empat tersangka penyebar video hoaks demo ricuh di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan hashtag #MahasiswaBergerak di media sosial (medsos). Mereka adalah Suhada Al Aqse, Gun Gun Gunawan, Muhammad Yusuf dan Nugrasius.

 Salah satu tersangka yang pertama kali diamankan ada­lah Suhada Al Aqse. Pria 47 tahun ini, diketahui pertama kali mengunggah video melalui akun Facebook Syuhada Al Aqse yang berisikan; Jakarta Sudah Bergerak, Mahasiswa Sudah Bersuara Keras dan Peserta Aksi Mengusung Tagar#TurunkanJokowi, Mohon Diviralkan Karena Media TV Dikuasai Petahana, Jumat (14/9).

Unggahan tersebut viral dan menyebar luas melalui grup whatsapp dan medsos. Namun, video tersebut diduga hoaks alias palsu. Aslinya, video tersebut hanya simulasi pengamanan Pilpres 2019 di depan Gedung MK.

Kepolisian kemudian men­elusuri siapa pengunggah video hoaks tersebut. Akhirnya, petu­gas menangkap Suhada alias Aqsa di dekat rumahnya, Jalan Muara II RT 005/005, Nomor 31, Kelurahan Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Minggu (16/9).

Sehari setelah itu, rumah Suhada sepi. Tidak terlihat aktivitas apapun di rumah bercat biru itu. Hanya ada tiga motor terpakir di depan halaman yang tidak terlalu luas ini. Kasur dan ban­tal dijemur di atas motor. Pintu masuk dibiarkan terbuka lebar. Seorang remaja laki-laki terlihat sibuk mengutak-atik handphone di ruang tamu yang tidak terlalu luas itu. "Bapak Suhada nggak ada di rumah. Pergi sama be­berapa orang, Minggu kemarin," ujar Aldi, keponakan Suhada, kemarin.

Kediaman Suhada tergolong sederhana. Letaknya berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk. Dari jalan utama, Jalan Nangka 1 harus menyusuri gang kecil yang hanya bisa dila­lui satu kendaraan roda empat. Tepat di ujung jalan, rumahnya tidak terlihat jelas karena ter­halang rumah besar yang ada di depannya. Setelah berjalan kaki beberapa langkah, baru tampak rumah tersebut. "Kami sudah tinggal di sini bertahun-tahun," ujar Aldi kembali.

Tidak ada barang-barang me­wah di rumah satu lantai itu. Di ruang tamu hanya ada sofa yang sudah banyak lubangnya. Mejanya hanya kayu yang sudah dimakan usia. Tidak terlihat satu pun spanduk ormas. "Bapak me­mang aktif di salah satu ormas. Tapi sekarang, keluarga belum mau menerima tamu dulu," elak Aldi sambil berlalu pergi.

Kakak Suhada, Syarifah membenarkan adiknya dijem­put polisi hari Minggu (16/9), sekitar pukul 03.00 WIB di lapangan bola, tidak jauh dari rumah karena diduga mengung­gah video hoaks ricuh di MK. "Kami belum tahu deliknya apa. Orangnya baru pulang maulid dan masih pakai pakaian gamis," kata Syarifah.

Menurut Syarifah, selama ini adiknya tidak pernah bertingkah laku macam-macam dan aktif di kegiatan sosial membantu warga sekitar. "Beliau memang aktif di Front Pembela Islam (FPI) dan aktif menjadi pengurus masjid," ucapnya.

Syarifah mengaku tak percaya bila adiknya menjadi penyebar hoaks. "Beliau juga baru sem­inggu pulang dari Lombok, membantu korban gempa ber­sama relawan FPI," ujarnya.

Suhada, kata dia, dikenal dekat dengan ibunya yang ter­baring sakit. "Ini anak bontot kesayangan emaknya dan eng­gak boleh pergi jauh. Kalau jauh, bakal dicari," cerita Syarifah.

Saking sayangnya ke Suhada, kata Syarifah, ibunya melarang anaknya untuk bekerja dan harus tinggal berdekatan dengan ibunya. Orangtuanya, kata dia, selalu memenuhi kebutuhan sehari-hari Suhada dari uang pensiun. "Untung ada uang pensiun. Sebetulnya Suhada ter­siksa, tapi nggak mau durhaka," tuturnya.

Saat ini, Syarifah mengaku masih merahasiakan penangka­pan Suhada kepada orangtuanya. Pasalnya, ia khawatir ibunya yang berusia di atas 80 tahun itu akan terkena stroke bila tahu anak kesayangannya ditangkap polisi. "Kalau tahu ditangkap, ibu bakal ngajak ke sana langsung apapun yang terjadi," ucapnya.

Syarifah mengaku belum mengetahui keberadaan adiknya usai ditangkap petugas kepoli­sian. Ia telah meminta kepona­kannya untuk mencari tahu di mana keberadaan adiknya. "Saya utus keponakan laki coba lihat di Polres, tapi ini belum ada kabar," ujarnya.

Terkait hoaks video simulasi keamanan di MK yang diduga disebarkan adiknya, Syarifah berpandangan hal itu biasa saja. Namun, lanjutnya, hoaks juga banyak ditemukan di medsos, se­hingga polisi tidak boleh tebang pilih dalam menangkap. "Kalau mau tangkap, itu yang memba­hayakan negara dan melakukan penghinaan," usulnya.

Menurut Syarifah, aktivitas yang dilakukan adiknya tidak membahayakan negara, tapi malah ditangkap. "Saya harap, adik saya segera dibebaskan," pinta Syarifah.

Pengacara Akan Ajukan Penangguhan Penahanan

Bagaimana tanggapan FPI? Ketua Bantuan Hukum FPI DKI Jakarta Mirza Zulkarnaen membenarkan, Suhada yang ditangkap polisi karena diduga menyebar hoax, merupakan anggota FPI. "Dia pengurus FPI, setiap anggota yang ditahan, wajib dibantu," ujar Mirza, kemarin.

Mirza mengatakan, kliennya saat ini ditahan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, sejak Senin dini hari (17/9).

"Insya Allah penangguhan penahanan kita ajukan, karena ini bukan merupakan faktor kesengajaan, hanya lalai. Dia juga enggak tahu isi kontennya itu apa," katanya.

Walhasil, lanjut Mirza, kliennya kaget atas respons sejumlah netizen mengenai video yang disebarnya dan tak menyangka jumlah view­ers videonya melebihi jumlah temannya di Facebook yang hanya sebanyak 800 orang. "Cuma dimasukkan, sudah. Dia nggak lihat-lihat lagi ko­mentarnya, viewer dan nge-like ternyata sampai sebegitu banyaknya."

Mirza menambahkan, Suhadi lalai dalam men­gunggah video karena tak mengecek kembali informasi yang disebarnya berisi demo mahasiswa menolak Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Apalagi, kliennya juga tak mengerti soal UU MD3. "Dia bukan orang politik atau hu­kum," tandasnya.

Sebetulnya, kata Mirza, video tersebut dibuat untuk penyeimbang saja karena aksi demo mahasiswa yang di­lakukan pada Jumat (14/9) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak diliput me­dia nasional maupun televisi. "Jadi, setidaknya masyarakat bisa lihat di Facebook," tan­dasnya.

Latar Belakang
Suhada Ditangkap Saat Duduk Di Warung Kopi

 Polda Metro Jaya telah mene­tapkan empat tersangka penyebar berita bohong atau hoaks, terkait ricuh demonstrasi mahasiswa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Keempatnya, bernama Suhada Al Aqse, Gun Gun Gunawan, Muhammad Yusuf dan Nugrasius.

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengata­kan, Suhada Al Aqse ditangkap karena memposting video simu­lasi pengamanan unjuk rasa, seolah-olah terjadi kericuhan antara polisi dengan mahasiswa yang sedang menuntut pemerin­tahan Presiden Jokowi. "Suhada ditangkap sedang duduk di warung kopi dekat rumahnya," ujar Dedi.

Menurut Dedi, dalam postingannya di media sosial Facebook, Suhada menyebut video kericu­han di MK berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat. "Jakarta sudah bergerak, maha­siswa sudah bersuara keras dan peserta aksi mengusung tagar #TurunkanJokowi," ucap Dedi.

Dedi mengatakan, kepolisian mendapatkan laporan adanya penyebaran hoaks pada Sabtu (15/9), atau satu hari setelah pelaksanaan simulasi pengamanan Pilpres 2019 di depan Gedung MK. Polisi menyelidiki kasus ini sampai akhirnya menangkap Suhada.

Dia menceritakan kronologi penangkapan Suhada karena hoaks video ricuh di MK.

Jumat (14/9), polisi menggelar simulasi pengamanan Pilpres 2019 di depan Gedung MK. Tak lama kemudian, video tersebar di media sosial terkait simulasi itu. Tapi, simulasi itu digambarkan sebagai sebuah demo mahasiswa yang ricuh di depan MK dan di sekitar Istana Negara.

Sehari kemudian, seorang warga membuat laporan polisi soal penyebaran hoaks video ricuh di depan MK yang diung­gah akun facebook Syuhada Al Aqse. Akun itu mengunggah video dengan caption: Jakarta Sudah Bergerak, Mahasiwa Sudah bersuara Keras dan Peserta Aksi Mengusung Tagar #TurunkanJokowi. Mohon Diviralkan Karena Media TV Dikuasai Petahana.

Setelah diperiksa, video yang dimaksud, yakni video simulasi pengamanan Pilpres 2019 yang tengah diperagakan oleh anggota kepolisian.

Selanjutnya, Sabtu (15/9) malam, sekitar pukul 20.00 WIB, polisi menindaklanjuti kasus ini dengan menyelidiki lebih dalam. Polisi kemudian memeriksa alamat pelaku di bilangan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Kemudian, Minggu (16/9) dini hari, pukul 02.50 WIB, polisi menangkap Suhada di salah satu warung kopi tak jauh dari rumahnya.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Rachmad Wibowo menambah­kan, video yang diunggah oleh empat tersangka, sebenarnya adalah video simulasi yang di­lakukan Polri untuk menangani unjuk rasa di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, 14 September 2018.

Rachmad mengatakan, ke­empat tersangka ditangkap di tempat berbeda-beda. Gun Gun Gunawan ditangkap di Bandung, Sabtu (15/9) pukul 15.15 WIB. Ia dibekuk sebelum polisi me­nangkap Suhada.

Rachmad mengatakan, Gun Gun Gunawan diduga mendapat informasi tentang kerusuhan di Gedung MK dari sebuah grup WhatsApp.

Video hoaks itu kemudian diunggah Gun Gun di akun Facebook miliknya.

Hasil unggahannya mendapat 312 komentar dan dibagikan ulang sebanyak 5.400 kali. Jumlah pertemanan di akun tersebut sebanyak 2.138 akun.

Kemudian, kata Rachmad, polisi menangkap Yusuf di Cianjur, Jawa Barat, Minggu (16/9) sekitar pukul 02.27 WIB. Yusuf diduga meng­gunakan akun Facebook atas nama DOI untuk menyiarkan berita bohong, tidak pasti atau berkelebihan tentang unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung MK, yang diperoleh tersangka dari sebuah FB Group, dengan jumlah member group sebanyak 115.072 akun. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA