Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anggota DPR Donny Disebut ke Singapura

Namanya Terseret Di Sidang Kasus Bakamla

Sabtu, 08 September 2018, 09:20 WIB
Anggota DPR Donny Disebut ke Singapura
Donny Imam Priambodo/Net
rmol news logo Kasus suap di Badan Keamanan Laut (Bakamla) terus menyeret sejumlah anggota DPR.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kini, nama anggota Komisi XI DPR Donny Imam Priambodo disebut-sebut menerima Rp 90 miliar dari sejumlah proyek Bakamla yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016. Dugaan tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/9).

Donny tercatat sebagai anggota Partai Nasdem. Sehari-hari, pria kelahiran Jombang, 23 Desember 1973 ini, aktif sebagai anggota DPR periode 2014-2019 mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah (Jateng) III meliputi, Kabupaten Grobogan, Pati, Rembang dan Blora.

Selama bertugas sebagai wakil rakyat, pria 44 tahun ini, berkantor di lantai 2224 Gedung Nusantara 1, Komplek DPR/ MPR, Senayan, Jakarta. Lantai 22 Gedung Nusantara I DPR memang dikhususkan sebagai ruang kerja seluruh anggota DPR dari Fraksi Nasdem, seban­yak 35 kursi.

Ruang kerja Donny tidak jauh dari ruang lobby fraksi. Posisinya berada di sebelah kiri. Menjelang siang, ruang kerjanya terlihat ramai. Pintunya terbuka lebar. Tiga orang wanita tengah asyik bercengkrama satu dengan yang lain.

Sesekali, salah satu dari merekasibuk menerima panggilan telepon. "Bapak (Donny) sedang di luar Jakarta. Mungkin minggu depan baru ke DPR," ujar staf pribadinya yang bernama Yanti di Gedung Nusantara 1 Komplek DPR/MPR Senayan, Jakarta, Kamis (6/9).

Berdasarkan pengamatan, ruang kerja Donny tidak terlalu banyak perubahan. Hanya beberapa bagian yang diganti. Seperti pintu masuk diganti triplek warna abu-abu, untuk dinding hanya dicat ulang.

Di pintu masuk ditempel pa­pan nama kecil bertuliskan Donny Imam Priambodo. Lengkap dengannomor ruangan di bawahnya "2224". Di bagian atasnya tidak ada perubahan, masih menggunakan desain lama berupa kaca bening.

Tepat di belakang pintu masuk, terdapat ruang staf pribadi mau­pun tenaga ahli yang tidak terlalu luas. Hanya berukuran 3X4 me­ter. Di dalamnya tersedia meja panjang lengkap dengan kursi.

Tak ketinggalan beberapa unit komputer tampak menyala. Tumpukan berkas berserakan di atas meja. Papan putih tertempel di dinding ruangan tersebut. Papan tersebut berisi kegiatan atau acara yang akan dihadiri Donny.

Di sisi kanan terdapat lemari cukup besar yang berfungsi un­tuk menyimpan berkas-berkas penting, seperti agenda komisi maupun agenda partai. Tidak ada foto Donny maupun logo partai di ruangan tersebut. Masuk lebih dalam, terdapat ruang kerja Donny yang ukurannya tidak berbeda jauh.

Yanti mengatakan, saat ini Donny sedang ada acara di Singapura bersama sejumlah anggota DPR lainnya. "Setelah acara itu, bapak kembali ke Jakarta," kata dia.

Untuk kasus suap Bakamla yang menyeret nama atasannnya, Yanti enggan berkomentar lebih jauh. "Belum ada arahan dari ba­pak. Mungkin bapak nanti mau klarifikasi sendiri," elaknya.

Salah seorang petugas pengamanan dalam (Pamdal) yang enggan disebutkan namanya mengatakan, Donny jarang berkunjung ke ruang kerjanya. "Biasanya setelah rapat Komisi, dia langsung pergi," kata pria berbadan tegap ini.

Terakhir kali Donny datang ke ruang kerjanya, kata pria terse­but, saat rapat Paripurna DPR minggu lalu, setelah itu sudah tidak tampak lagi. "Mungkin sibuk, ada agenda lain sehingga jarang ke sini," ucapnya.

Terkait kasus suap yang menimpa Donny, pria tersebut enggan berkomentar lebih jauh. "Kalau soal itu saya tak mau komentar," elaknya.

Sekretaris Fraksi Nasdem:
Dia Membantah

Sekretaris Fraksi Nasdem di DPR Syarif Abdullah Alkadrie mengatakan, fraksinya telah memanggil Donny Imam Priambodo untuk mengklari­fikasi soal tudingan menerima uang sebesar Rp 90 miliar terkait sejumlah proyek Bakamla.

"Beberapa hari lalu telah kita panggil. Dia membantah terlibat kasus tersebut," ujar Syarif, Kamis (6/9).

Menurut Syarif, fraksinya akan mengikuti proses hukum kasus tersebut di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Menurutnya, pihak-pihak yang disebut- sebut di dalam persidangan belum tentu bersalah.

"Kami juga akan memantu terus jalannya persidangan, apakah Donny betul mendapat sesuatu dalam proyek tersebut," katanya.

Sebab, lanjut Syarif, banyak juga pihak yang disebut-sebut da­lam persidangan, belum ditindak­lanjuti KPK seperti dalam kasus e- KTP. "Jadi, tunggu saja kelanjutan persidangan," tandasnya.

Kendati demikian, Syarief me­negaskan, partainya sudah mem­buat pakta integritas terhadap seluruh kader partai yang duduk eksekutif maupun legislatif, bila telah ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi, harus mundur dari jabatannya.

"Kami tidak menunggu putusan inkrah (tetap) dari pengadilan, bila sudah menjadi tersang­ka harus mundur dari jabatannya dan kader partai," tegasnya.

Selain itu, kata Syarif, seluruh kader Partai Nasdem juga sudah diingatkan oleh Ketua Umum Surya Paloh agar jangan main-main, dan bekerja dengan baik di manapun jabatannya.

"Bilapun terjerat kasus koru­psi, berarti kader tersebut tidak cocok mewakili rakyat di DPR dari Partai Nasdem," tandasnya.

Untuk itu, ucap Syarif, frak­sinya tidak perlu memberikan himbauan kepada seluruh kader partai yang duduk di parlemen.

"Kami sudah ada pakta integ­ritas yang sudah ditandatangai seluruh kader. Jadi, mereka sudah tahu risiko yang harus ditanggung bila terjerat kasus korupsi," pungkasnya.

Latar Belakang
Fahmi Darmawansyah Minta Uangnya 54 M Dikembalikan


Dugaan peran anggota Komisi XI DPR Donny Imam Priambodo dalam kasus suap di Badan Keamanan Laut (Bakamla) terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/9).

Politikus Nasdem itu dituding menerima Rp 90 miliar dalam sejumlah pengadaan di Bakamla, antara lain satelit monitoring dan drone dari Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah.

Awalnya, Fahmi dalam kesaksiannya mengaku kecewa kepada Staf Khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi Habsyi yang menjanjikan penambahan anggaran proyek satelit monitoring.

Namun, ketika dianggarkan dalam APBN-P 2016, anggaran tercantum hanya sekitar Rp 222 miliar. Fahmi merasa kecewa karena ia sudah mengeluarkan sejumlah uang atas permintaan Ali Fahmi Habsyi sebagai com­mitment fee mengupayakan penambahan anggaran tersebut.

Fahmi mengaku menyerahkan sekitar Rp 12 miliar kepada ang­gota DPR Fayakhun Andriadi. Kemudian, Fahmi juga menyer­ahkan Rp 54 miliar kepada Ali. Menurut Fahmi, kerugian itu karena anggaran yang dijanjikan Fayakhun dan Ali sebesar Rp 1,2 triliun dari APBN-P 2016 gagal terwujud.

Karena gagal, Fahmi berupaya menagih kembali uang sebe­sar Rp 54 miliar yang sempat diberikan kepada Ali. Menurut dia, Ali menyebut sebagian uang itu sudah diserahkan ke sejumlah pihak, termasuk di Komisi XI DPR.

"Dia (Ali Habsyi) bilang, 'lu telat DPR Komisi XIini'. Yang disebut Habsyi itu, yang di situ ada Eva Sundari, Donny Priambodo," ungkap Fahmi saat bersaksi untuk terdakwa Fayakhun Andriadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/9).

Menurut Fahmi, Ali ketika itu menyebutkan uang sudah diserahkan. Namun, Ali tidak menjelaskan lebih detail soal uang yang sudah diserahkan itu.

Selain itu, Fahmi mengaku pernah dihubungi anggota DPR Donny Imam Priambodo yang meminta untuk bertemu. "Saya bilang sama Donny, saya eng­gak ada urusan. Bahasa saya, 'Gue enggak ada urusan sama lu Don'. Urusan saya sama Habsyi. Habsyi-nya enggak datang lagi," keluh Fahmi.

Fahmi menyebut, Donny ketikaitu memintanya untuk tidak lagi menagih uang kepada Ali. Donny lantas berjanji akan membantu Fahmi mengupaya­kan anggaran pada periode selanjutnya.

Fahmi menambahkan, saat itu Donny mengaku bekerja sama dengan Ali guna meloloskan suatu anggaran. Bahkan, menurut Fahmi, Donny sempat mengaku kepadanya menerima uang total Rp 90 miliar terkait proyek Bakamla. Pengakuan Donny kepada Fahmi, uang itu didapat dari sejumlah rekanan.

"Bakamla kan bukan saya aja (yang mengerjakan)," papar Fahmi.

"Dia dapat dari siapa?" tanyakuasa hukum Fayakhun. "Sebagian besar dari saya. Sisanya wallahualam," jawab Fahmi.

Ketika ditanya Rp 90 miliar itu untuk siapa, Fahmi mengaku tidak mengetahuinya.

"Mungkin dia (Donny) bagi-bagi, Pak," ujar Fahmi.

KPK sebelumnya pernah men­jadwalkan pemeriksaan terhadap Donny ketika kasus ini masih dalam tahap penyidikan.

Dalam kasus ini, Fayakhun didakwa menerima suap 911.480 dolar AS atau sekitar Rp 12 miliar dari Fahmi Darmawansyah. Suap diduga diberikan agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran untuk Bakamla.

Menurut jaksa penuntut, uang tersebut diduga diberikan untuk Fayakhun agar dapat mengalokasikan atau memploting penambahan anggaran pada Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone, tahun anggaran 2016.

Atas perbuatannya, politikus Golkar ini didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU 31/1999, sebagaimana te­lah diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP

Terpisah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya akan mengusut dugaan aliran uang sebesar Rp 90 mil­iar ke anggota Komisi XI DPR Donny Imam Priambodo dari sejumlah proyek di Bakamla.

"Nanti fakta persidangan itu tentu akan dikembangkan, se­jauh apa dapat di follow up," ujar Saut.

Ketua KPK Agus Rahardjo menambahkan, pihaknya bakal mengikuti alur perkembangan persidangan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi yang telah menjadi terdakwa dalam kasus suap Bakamla.

Menurut Agus, pihaknya sela­lu menerima laporan pengembangan penyidikan sampai penun­tutan. "Penyidik pasti melihat itu,langkah-langkah berikut­nya akanditentukan," pung­kasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA