Selasa (28/8), Iqbal telah memulai aktivitasnya sejak pagi hari. Pagi itu, dia telah sampai di tempat kerjanya, di sebuah hotel di Jalan Caturwarga, Kota Mataram, Lombok, NTB. Tak ada seragam yang dipakainya, tapi dia tampak telah siap meÂmulai aktivitasnya.
Di hotel tersebut, dia memulai pekerjaannya sekitar pukul deÂlapan. Selalu seperti itu, kecuali saat dirinya libur. Bahkan, tak ada perbedaan berarti sejak NTB diterjang berkali-kali gempa bumi. Hotel tempatnya bekerjatak terkena dampak begitu parah. "Tidak rusak hotelnya, cuma goyang-goyang saja kalau ada gempa," tutur Iqbal.
Dari pengamatan, memang tak ada kerusakan berarti di hotel tempat Iqbal bekerja. Bisa dikaÂtakan, bangunannya sama sekali tak terpengaruh gempa. Tak ada tanda dinding yang retak. Bahkan, hunian hotel pun terÂbilang ramai dengan banyaknya tamu yang datang.
"Karena dari awal gempa, temÂpat ini tak ada kerusakan, yasaya masuk kerja seperti biasa. Rumah saya juga tidak terkena dampak parah. Tak terlalu kelihatan ada yang rusak," terangnya.
Kendati begitu, Iqbal masih merasakan trauma seperti mayÂoritas warga NTB, takut tinggal di dalam rumah. Di halaman depan rumahnya, Iqbal masih memasang tenda. Dia dan keÂluarganya masih tidur di tenda karena khawatir ada gempa susulan berskala besar.
"Saya belum berani tidur di rumah. Saya lihat, masih banyak juga yang belum berani tinggal di dalam rumah. Saya jaga-jaga saja," ujar Iqbal.
Tenda yang dipasang di ruÂmahnya memang tidak terlalu besar. Hanya cukup untuk meÂnampung dia, istri dan seorang anaknya. Itu pun hanya untuk tidur, bukan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya, aktivitas sehari-hari tetap dilakuÂkan di dalam rumah.
"Sejauh ini, saya tidak merasa terganggu. Saya bisa tetap beÂrangkat kerja, istri menemani anak di rumah. Tapi, kami lebih siaga," ucapnya.
Tak banyak fasilitas yang dimuat Iqbal di tenda. Hanya ada kasur dan beberapa bantal. Untuk fasilitas hiburan seperti televisi, dia memang sengaja tak memasangnya. Selain repot harus memindahkan barang dan alat listrik, tujuan utama memÂbuat tenda memang hanya untuk beristirahat.
"Kalau mau nonton atau yang lain, bisa masuk lagi ke ruÂmah, selama bukan untuk tidur. Sementara setiap hari begitu dulu. Yang penting bisa istirahat, biar bisa kerja," katanya.
Dampak gempa di Kota Mataram memang tak separah di beberapa kabupaten lainnya di Lombok. Namun, gempa susuÂlan dengan skala ringan masih kerap terjadi. Dari pengamatan, aktivitas pekerja di kota itu telah berlangsung seperti biasa. Selain karyawan yang tetap masuk kantor, aktivitas pedagang pun terlihat berjalan.
Sekolah Masih Sepi Murid Dan Guru Jika sebagian aktivitas pekerja tak begitu terganggu, lain halnya dengan proses belajar mengajar.Pasca gempa bumi yang mengÂguncang NTB, proses belajar-mengajar di Mataram, khususÂnya tingkat SD dan SMP belum bisa aktif.
"Ini sudah masuk minggu keempat pascagempa bumi. Namun, aktivitas sekolah masih relatif sepi," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram Sudenom.
Dikatakannya, setelah isu tenÂtang tsunami dan gempa bumi 26 Agustus tak terbukti, awal pekan lalu ada beberapa sekolah yang siswanya mulai masuk, tetapi jumlahnya sangat kecil. Bahkan, jika melihat angka kehadiran siswa pada beberapa sekolah, baik tingkat SD maupun SMP, masih di bawah 50 persen dan kegiatan tetap dilakukan di luar ruangan.
Sudenom belum dapat memÂprediksi, sampai kapan kondisi ini akan berlangsung. Namun, pihaknya juga tidak bisa memakÂsakan siswa, termasuk para guru untuk masuk sekolah. Pasalnya, kondisi psikologis anak-anak masih belum siap, begitu juga dengan orangtua mereka serta para tenaga pengajar.
"Sampai sekarang masih banyakorang tua yang membawa anaknya mengungsi. Itu juga termasuk para guru, dan hal tersebut bisa dimaklumi karena sangat manusiawi," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Sudenom, pihaknya belum dapat mengeluarkan instruksi kepada sekolah untuk segera masuk dan melakukan proses belajar-mengajar seperti biasa. Tetapi, apaÂbila sampai besok kondisi sudah lebih aman dan baik, diharapkan siswa bisa kembali ke sekolah dengan tetap melaksanakan kegiatan pemulihan trauma.
Lebih jauh, Sudenom mengatakan, meskipun siswa belum bisa secara penuh masuk sekolah, namun jajaran sekolah rata-rata sudah melakukan berbagai instruksi dari kepala daerah yang meminta agar sekolah melakukan penataan di sekolah masing-masing.
"Penataan yang dimaksudkan adalah, apabila ada bagian dari sekolah yang mengalami retak-retak sedikit dan bisa ditangani, sekolah harus segera diperbaiki. Begitu juga jika ada tiang yang bengkok, kaca pecah serta alat-alat yang berubah akibat getaran gempa bumi, segera dikembaliÂkan seperti semula," ujarnya.
Tujuannya, lanjut dia, agar anak-anak usia sekolah bisa bangkit dan kembali melanjutkanpendidikan yang terganggu akibat bencana.
"Agar hal-hal itu tidak mengingatkan kembalianak-anak terhadap bencana gempa," tandasnya.
Latar Belakang
Lombok Dilanda 1.973 Kali Gempa Sejak Akhir Juli Gempa bumi beruntun dengan kekuatan cukup besar melanda Lombok dan sekitarnya selama tiga pekan terakhir. Bencana itu mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan puluhan ribu warga mengungsi.
Data Penanganan Darurat Bencana Gempa Lombok menÂcatat, hingga Kamis (23/8), gempa bumi mengakibatkan 555 korban meninggal dunia dan 390.529 jiwa penduduk mengungsi. Dampak bencana itu pun bervariasi di sejumlah lokasi.
Kabupaten Lombok Utara merupakan lokasi terdampak paling parah akibat gempa bumi. Di Lombok Utara, sebanyak 466 korban meninggal dunia, 829 korban luka-luka, 134.236 jiwa mengungsi, dan 23.098 rumah rusak akibat gempa.
Hingga saat ini, gempa susulanmasih terus terjadi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, total keseluruhan gempa bumi yang mengguncang Lombok selama satu bulan terakhir berjumlah 1.973 kali. Jumlah tersebut merupakan catatan sejak gempa pertama kali terjadi dari tanggal 29 Juli 2018.
Sampai tanggal 30 Agustus pukul 07:00, BMKG mencatat ada 595 foreshock. Gempa susuÂlan tanggal 5 Agustus sebanyak 914 gempa dan gempa susulan tanggal 19 Agustus berjumlah 462 gempa.
Di sisi lain, terkait penanganan korban, pemerintah menjanjikanmemberikan bantuan untuk rekonstrukasi rumah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, dana bantuan dari pemerintah pusat Rp 50 juta untuk rumah yang mengalami kerusakan berat.
"Pemerintah memberikan bantuan ke masyarakat dengan kondisi rumah rusak berat Rp 50 juta, rumah rusak sedang Rp 25 juta, dan rumah rusak ringan Rp 10 juta," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
Bantuan itu diberikan pemerintah untuk para korban gempa di Lombok, NTB, yang rumahnya mengalami kerusakan. Bantuan itu dapat diberikan melalui sistem pendataan.
"Mekanismenya, pendataan nama dan alamat secara bersaÂmaan proses rekening kepala keÂluarga penerima bantuan. Lalu, dari bupati dikirim datanya ke BNPB dan ditransfer ke sana," kata Sutopo.
Sutopo mengatakan, hingÂga saat ini, sudah ada 9.000 unit rumah yang terverifikasi. Nantinya rumah para korban gempa itu akan diperbaiki sesÂuai dengan standar rumah yang tahan gempa menggunakan teknologi rumah instan sederÂhana (Risa).
"Teknologi Risa bisa menahan guncangan gempa. Rumah tahan gempa wajib dilakukan. Di sisi lain, korban meninggal, luka-luka bukan disebabkan gempanya, tapi bangunannya yang tidak memenuhi standar tahan gempa," ucapnya. ***