Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Laporan Ke Komisi Yudisial Paling Banyak Melalui Surat

Sepi Yang Datang Langsung

Senin, 06 Agustus 2018, 09:51 WIB
Laporan Ke Komisi Yudisial Paling Banyak Melalui Surat
Foto/Net
rmol news logo Kinerja hakim terus disorot masyarakat. Selama Januari-Juni 2018, Komisi Yudisial (KY) menerima 792 laporan terkait perilaku para pemutus keadilan itu. Hasilnya, 30 hakim terlapor direkomendasikan sanksi, dari ringan, sedang hingga berat.

Jumat siang (3/8), suasana ruang pengaduan hakim di Kantor KY di Jalan Kramat Raya Nomor 57, Senen, Jakarta Pusat sepi. Tidak terlihat satu pun masyarakat yang melapor. Dua staf penerima laporan yang ber­jaga memilih melakukan veri­fikasi pelapor melalui saluran telepon tersedia.

"Hari ini ada 11 laporan yang masuk. 1 lapor langsung, sisanya melalui surat," ujar Abdul Goni, staf penerima laporan pengad­uan di Kantor KY.

Ruang pengaduan hakim cuk­up mudah dijangkau masyarakat yang ingin melapor perilaku hakim. Sebab, letaknya berada di lantai satu, tak jauh dari meja recepsionis. Sebelum masuk, disediakan sofa untuk tempat menunggu. Sembari menunggu, pelapor bisa membaca koran maupun majalah yang tersedia. Bila tidak banyak orang, pelapor bisa langsung dipanggil petugas untuk mengadukan laporannya.

Di ruang pengaduan, dua staf penerima telah siap menunggu.Mereka akan menyambut den­gan ramah setiap pelapor yang masuk. Tersedia dua kursi untuk pelapor. Saat melapor, petugas akan menanyakan berkas-berkas yang dibawa oleh pelapor. Seperti putusan hakim hingga bukti lainnya.

"Kami akan memberikan tanda terima bagi pelapor yang datang,"  ujar Goni kembali.

Setelah laporan pengaduan masuk, kata Goni, selanjutnya dilakukan verifikasi bukti-bukti yang diserahkan pelapor selama satu minggu. "Bila berkas belum lengkap, kami akan menelepon pelapor untuk melengkapi bukti-buktinya," ucapnya.

Bila telah lengkap, setelah itu akan diteliti oleh petugas pengaduan. "Apakah menjadi kewenangan KY atau tidak. Bila menjadi kewenangan lem­baga lain, akan kami teruskan ke lembaga tersebut. Pelimpahan ini tentu kami beritahukan ke pelapor," ucapnya.

Namun bila laporan tersebut menjadi kewenangan KY, kata dia, maka akan dimasukkan ke dalam register yang selanjutnya dilakukan analisis oleh tenaga ahli KY, staf pengaduan dan juga pejabat eselon II. "Bila memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti, akan diteruskan ke komi­sioner KY," urainya.

Selanjutnya, kata Goni, berkas pengaduan tersebut akan diple­nokan oleh tujuh komisioner untuk diteliti lebih lanjut. Dalam sidang pleno, lanjutnya, komi­sioner akan memanggil pelapor, hakim terlapor dan juga saksi-saksi yang ada. "Bila memang tidak ada unsur pelanggaran, kami akan merehabilitasi hakim terlapor,"  tandasnya.

Tapi bila laporan tersebut terbukti, kata Goni, maka KY akan merekomendasikan sanksi bagi hakim terlapor ke Badan Pengawas (Bawas) MA. Sebab, kata dia, lembaga tersebut yang berwenang untuk memberikan sanksi kepada hakim bersangku­tan. "KY hanya bertugas memberikan rekomendasi," imbuhnya.

Namun bila sanksi yang direkomendasikan KY dalam kat­egori berat, menurut Goni, maka lembaganya akan mengusulkandigelarnya sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) ber­sama dengan Mahkamah Agung (MA). "Jadi diterima atau tidak rekomendasi sanksi berat itu tergantunghasil sidang terse­but," ucapnya.

Kendati demikian, Goni me­mastikan seluruh proses tindak­lanjut pelaporan pengaduan yang ada di KY akan terus dikabarkan ke pelapor. "Paling cepat 60 hari sejak perkara diregister, pengaduan tersebut sudah ada hasilnya," sebut dia.

Sementara, Komisioner KY, Farid Wajdi menjelaskan, se­lama semester pertama 2018, pihaknya menerima sebanyak 792 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan 659 surat tembu­san dari lembaga lain.

"Rinciannya, laporan lang­sung 149 laporan, melalui surat 530 laporan, online 53 laporan, dan informasi 60 laporan," ujar Farid dalam keterangannya.

Artinya, laporan terbanyak melalui surat. Dari laporan terse­but, kata Farid, yang memenuhi syarat untuk diregister sebanyak 175 laporan, permohonan pe­mantauan sebanyak 251 laporan. "Sebanyak 320 laporan masih dalam proses verifikasi," sebut dia.

Banyaknya laporan yang masih dalam proses verifikasi, kata Farid, karena menunggu keleng­kapan persyaratan yang harus dipenuhi pelapor. Pasalnya, banyak masyarakat yang masih belum paham terhadap persyaratan yang harus dilengkapi saat me­laporkan hakim yang diduga melanggar KEPPH. "Bahkan, banyak yang tidak didukung dengan bukti pendukung yang cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tuturnya.

Lebih lanjut, kata Farid, dari laporan yang masuk, hakim yang berada di Peradilan Umum paling banyak dilaporkan den­gan 569 laporan, Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) 61 laporan, Peradilan Agama 49 laporan, Mahkamah Agung 40 laporan dan Peradilan Hubungan Industrial sebanyak 20 laporan. Sedangkan, hakim yang palingbanyak dilaporkan, berasal dari DKI Jakarta sebanyak 147 laporan, Jawa Timur 91 laporan, Jawa Barat 79 laporan, Sumatera Utara 76 laporan, Jawa Tengah 59 laporan, Sulawesi Selatan 34 laporan, Sumatera Selatan 32 laporan, Riau 29 laporan, Sulawesi Utara 25 laporan).

"Paling sedikit Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) 20 laporan," sebutnya.

90 Laporan Digugurkan Karena Teknis Yudisial

Dari seluruh laporan yang masuk ke KY, 61 laporan diteruskan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) karena terkait teknis yudisial. "Namun, ada 90 laporan yang digugurkan karena bukan ke­wenangan KY dan diteruskan ke instansi lain," ucap Komisioner KY Farid Wajdi

KY, kata Farid, juga mereko­mendasikan sanksi kepada 30 orang hakim karena terbukti melanggar KEPPH. Rinciannya, 20 hakim sanksi ringan, 6 hakim sanksi sedang, dan 4 hakim dis­anksi berat.

"Dari 20 hakim yang mendap­at sanksi ringan, 6 hakim menda­pat teguran lisan, teguran tertulis 6 hakim dan pernyataan tidak puas secara tertulis sebanyak 8 orang," jelasnya.

Untuk sanksi sedang, kata Farid, sebanyak dua hakim mendapat sanksi nonpalu paling lama enam bulan, penundaan kenaikan gaji selama satu tahun 1 hakim, dan penundaan kenai­kan pangkat selama satu tahun sebanyak 3 hakim.

Sedangkan untuk hakim yang mendapat sanksi berat, kata Farid, berupa hakim nonpalu selama 2 tahun sebanyak 1 orang karena diduga terlibat kasus perselingkuhan, sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebanyak 3 ha­kim karena nikah siri tanpa izin, perselingkuhan dan bertemu pihak berperkara, serta diduga menerima suap dalam penanganan perkara.

Selanjutnya dari 30 hakim yang direkomendasikan KY untuk diberi sanksi, kata Farid, sebanyak 19 hakim terlapor seluruhnya telah diserahkan ke MA, sisanya sebanyak 11 hakim terlapor, masih dalam proses pengurusan administrasi di KY.

Dari 19 yang telah diserahkan ke MA, kata Farid, sebanyak 4 hakim terlapor dapat ditindaklanjuti berupa 1 hakim terlapor dijatuhi sanksi sedang, 1 hakim terlapor dijatuhi sanksi berat, dan 2 hakim terlapor akan dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

"Sisanya sebanyak 3 hakim terlapor dijawab oleh MA bahwa rekomendasi tidak dapat ditin­daklanjuti karena alasan teknis yudisial. Sedangkan 12 hakim terlapor lainnya, belum dijawab oleh MA," pungkasnya.  

Latar Belakang
Laporan Soal Hakim Terus Meningkat Dari Tahun Ke Tahun


 Setiap tahun, laporan soal pe­rilaku hakim ke Komisi Yudisial (KY) terus meningkat. Selama tahun 2016, terdapat 3.581 lapo­ran pengaduan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran kode etik hakim.

Rinciannya, 1.682 pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim dan 1.899 pengaduan melalui surat tembusan dari lem­baga peradilan lain. Sehingga, total pengaduan masyarakat yang diterima KY berjumlah 3.581 laporan.

Pada 2017, KY menerima 3019 laporan masyarakat. Rinciannya, sebanyak 1.473 laporan masyarakat dan 1.546 surat tembusan. Sedangkan selama Semester pertama 2018, sudah ada 792 laporan yang masuk.

Komisioner KY Sukma Violetta mengatakan, lembaganya menerima pengaduan hakim bermasalah rata-rata 1.500 sam­pai 1.600 laporan per tahun. Dari jumlah itu, jumlah hakim yang diproses rata-rata 450 sampai 500 orang.

"Kita benar-benar seperti penyidik. Kita cek saksi-saksi, dicari barang bukti dan kemudian dibawa ke komisioner dankomi­sioner memutuskan apakah ter­bukti atau tidak," ujar Sukma.

Menurut Sukma, dalam menerima setiap laporan, pihaknya memastikan laporan dan pelapor harus jelas. Itu menjadi salah satu syarat dilakukan tindak lanjut. Pihaknya menghindari adanya laporan-laporan bodong. "Setelah lapor, si pelapornya kita tindak lanjuti. Identitas juga harus jelas. Jangan sampai lapo­ran ini bodong," tandasnya.

Sukma menambahkan, lapo­ran terbanyak berkaitan dengan penanganan perkara di penga­dilan yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Itu dengan berbagai variasinya. Baik dalam hukum acara atau hukum materi, tidak meng­gunakan undang-undang dan pasal-pasal yang seharusnya," sebut dia.

Selain itu, lanjutnya, pengaduan juga berkaitan dengan perilaku para hakim seperti men­erima suap, hakim selingkuh dan lainnya. "Selingkuh juga banyak sekarang. Semakin sejahtera semakin banyak itu (laporan)," sindirnya.

Komisioner KY lainnya, Farid Wajdi menambahkan, mulai 2018, KY juga meluncurkan Pelaporan Online Perilaku Hakim melalui www.pelaporan.komisi­yudisial.go.id. Pelaporan on­line diadakan untuk memudah­kan publik dalam melaporkan dugaan pelanggaran KEPPH. Pelaporan online berisi tentang tata cara pelaporan, persyaratan laporan, peraturan terkait dengan KEPPH, alur penanganan lapo­ran, dan menu layanan pelaporan online perilaku hakim yang di­duga melanggar KEPPH.

Faris menyoroti banyaknya laporan masyarakat yang belum ditindaklanjuti karena kurang­nya pemahaman masyarakat dalam membuat laporan. Sehingga, kata dia, ini menjadi “pekerjaan rumah” bagi KY dan Penghubung KY di 12 provinsi untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi terkait wewenang dan tugas KY, serta tata cara laporan pengaduan dugaan pelanggaran KEPPH.

"Kami akan terus menginten­sifkan edukasi publik dengan memanfaatkan teknologi in­formasi dan komunikasi, serta pemanfaatan media social," ucapnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA