Makna Spiritual Isra' Mi'raj (17)

Jenis-jenis Perjalanan Spiritual (12): Ashab Al-Yamin Dan Al-Muqarrabin

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 27 April 2018, 11:18 WIB
Jenis-jenis Perjalanan Spiritual (12): Ashab Al-Yamin Dan Al-Muqarrabin
Nasaruddin Umar/Net
PERBEDAAN mendasar antara Safar Awal dan Safar Tsani secara teoritis masih mudah dijelaskan dan dii­dentifikasi dan dijelaskan. Namun pada Safar Tsal­its dan Safar Rabi'  nanti semakin sulit diidentifika­si dan dijelaskan. Seperti mencicipi manisnya teh, apakah terlalu manis, kurang manis, atau tidak manis, tidak bisa di­jelaskan dengan narasi tetapi memerlukan pe­nyatuan antara subjek dan objek, yang dalam dunia epistimologi disebut dengan metode hud­huri, bukan lagi metode hushuli, yang masih menoleransi jarak antara subjek ilmu (ilmuan) dengan objek keilmuannya. Perbedaan antara keduanya dalam hal ini seperti yang dilukiskan oleh Ibnu Abbas bahwa golongan pertama su­dah masuk kategori ashhab al-yamin dan al-muqarrabin.

Golongan Ashhab al-yamin dilukiskan dalam Q.S. al-Waqi'ah: Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan (ashhab al-yamin), maka kes­elamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan/Q.S. al-Waqi'ah/56:90-91. Sedangkan golongan al-Muqarrabin dilukiskan dalam surah yang sama: Adapun jika dia termasuk orang yang didekatkan kepada Allah (muqarrabin), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan/Q.S. al-Waqi'ah/56:88- 89. Golongan pertama digambarkan Ibn 'Arabi sebagai golongan yang masih mengonsumsi ‘minuman yang berisi campuran' (yamzaj lahum al-syarab mazjan). Sedangkan golongan kedua (al-muqarrabin) tidak lagi menggunakan kata ashhab (sahabat) tetapi langsung dikatakan al-muqarrabun (sahabat lebih dekat lagi). Golon­gan ini digambarkan dengan pengonsumsi 'air murni tanpa campuran' (yasyrabun biha shar­fan gair mamzujah).

Hubungannya dengan Allah Swt, salik di Sa­far Awal masih dapat dikatakan longgar jika dibandingkan dengan safar-safar berikutnya karena masih membedakan antara yang sun­nat dan fardlu. Mereka masih lebih meme­rioritaskan idadah-ibadah wajib, baik dari segi kekhusyukan maupun dari segi pelaksanaan. Di samping itu, ibadah baginya masih sering dirasakan sebagai beban, belum dirasakan se­bagai hobi, kesenangan, dan kebutuhan per­manen seperti para salik yang berada di safar lanjutan. Sedangkan salik di dalam Safar Tsani sudah tidak lagi membedakan antara ibadah-ibadah anjuran atau sunnat (nafilah), tetapi su­dah perasaannya sama dengan ibadah-ibadah wajib lainnya. Jika mereka meninggalkan iba­dah-ibadah sunnat sama tersiksanya jika men­inggalkan ibadah-ibadah wajib. Perasaannya ketika melaksanakan berbagai macam ibadah, sudah tidak ada lagi kesan wajib, yang dirasa­kan sebagai keharusan. Dan mengisyaratkan adanya beban. Semua ibadah dinikmati seba­gi sebuah kebutuhan yang sangat indah dalam hidupnya.

Yang paling penting perbedaan itu ialah da­lam Safar Awal para salik masih sadar, belum sampai mengalami fana' dalam arti yang ses­ungguhnya. Kalaupun mau disebut fana' mer­eka baru berada di dalam fana' level awal. (In­gat kembali dalam artikel yang lalu ada empat level fana'). Mereka masih berada dalam kat­egori "sadar sebelum fana'" (al-mahw qabla al-sahwu). Belum seperti para salik di level Safar Tsani yang berada dalam suasana "fana' set­elah sadar" (al-sahwu ba'da al-mahwu), apal­agi belum seperti di lefel Safar Tsalits dan Sa­far Rabi' yang sudah berada di dalam keadaan "sadar setelah fana'" (al-mahw qabla al-sahwu). Perbedaan antara Safar Awal dan Safar Tsani ialah, dari segi subjek (salik) masih berada di dalam alam kesadaran biasa, meskipun sudah menanjak ke atas. Ia masih sadar dirinya se­bagai hamba yang berusaha mendaki menuju Tuhan. Ia juga masih menyadari Tuhannya se­bagai objek yang akan dituju. Ia baru berusaha mengecilkan jarak antara dirinya sebagai subjek dan Tuhan sebagai objek. Meskipun demikian, para salik di level Safar Awal tidak bisa lagi di­pandang sebagai orang awam. Justru perjuan­gan yang paling berat berada di level ini. Ibarat pesawat yang akan tinggal landas, saat tinggal landas itulah memerlukan energy yang luar bia­sa. Setelah dalam ketinggian tertentu pesawat akan merasa ringan untuk terbang karena su­dah mulai terbebas dari grafitasi bumi. Selama seseorang masih tersedot oleh grafitasi dunia selama itu ia sulit untuk tinggal landas menuju Tuhan.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA