Selain menanggapi tuntutan penganut kepercayaan selam sunda wiwitan, Din juga meÂnanggapi kasus penipuan yang dilakukan biro perjalanan umÂroh dan haji, First Travel yang mengorbankan hampir 60 ribu jamaah. Berikut penuturan lengÂkap Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin :
Masyarakat Baduy Dalam Kampung Cibeo penganut kepercayaan selam sunda wiwitan baru-baru ini menuntut agar kepercayaan mereka dimasukan dalam kolom agama di KTP. Bagaimana Anda menanggapi hal ini?Menurut saya itu bukan agama. Bukan dalam pengertian agama yang secara ilmiah.Berdasarkan wahyu atau berdasarkan semacam ilham. Kemudian membentuk kitab suci, ada pembawanya, ada sistem ritusnya. Apakah agama yang sudah ada, yang resmi, yang diakui oleh negara dan masyarakat, ataukah keperÂcayaan-kepercayaan masyarakat? Kalau kepercayaan-kepercayaan masyarakat, apalagi ada akar pada agama tertentu, itu tidak dapat dipahami sebagai agama.
Terus menurut Anda, apa kepercayaan mereka bisa dituliskan di kolom agama pad KTP?
Coba tanya pada mereka. Apakah mereka muslim atau bukan muslim, coba tanya dulu. Karena kriteria agama itu terbaÂtas secara ilmiah. Kalau semua seperti itu dianggap agama, wah bisa ribuan agama (di Indonesia) nanti.
Oh ya, apa pandangan Anda melihat kasus penipuan yang dilakukan pemilik First Travel?Sangat-sangat memprihatinkan,merugikan sekian banyak jemaah dengan dana umat hamÂpir mencapai Rp 1 triliun. Oleh karena itu, harus dilakukan tinÂdakan berat terhadap pimpinan First Travel. Saya meyakini ada niat penipuan.
Lantas menurut Anda, sikap pemerintah seharusnya baÂgaimana?Pemerintah tidak boleh tinggal diam, tidak boleh lepas tangan. Jangan menunggu dilakukan penindakan. Ini berbeda dengan agen-agen pariwisata lain, ini bukan pariwisata, bukan wisata, walaupun ada dimensi wisata, tetapi ini adalah ibadah. Jangan kemudian ladang ini dijadikan ladang komersial.
Anda melihat apa sih peÂnyebabnya hingga kasus seperti ini terulang lagi?Saya menilai ini terjadi karena lemahnya pengawasan bahkan mungkin ada pengabaian, dan ada pembiaran.
Sehingga hal-hal seperti ini dibiarkan, begitu ada masalah besar ribut semua. Seyogyanya begitu mengetahui jamaah unÂtuk Ramadan (umrah) tidak bisa berangkat, maka jangan menunggu bulan Ramadan (Idul Adha) selesai baru dilakukan penindakan.
Lalu bagaimana dengan adanya promo yang diberikan oleh First Travel kepada calon jamaahnya?Itu unsur penipuannya, ada promo harga kaki lima, fasilitas bintang lima. Seharusnya kalau sudah ada seperti itu pemerintah bisa peka.
Apa harus dibuat aturan tarif atas bawah untuk biaya umroh dari pemerintah?Ya saya setuju itu (tarif atas bawah, red). Harus diberi batasan agar tidak jor-joran. ***
BERITA TERKAIT: