Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Safe House Kosong Tiga Tahun, Kondisinya Berdebu & Kusam

Dipersoalkan Pansus Hak Angket KPK

Minggu, 13 Agustus 2017, 12:07 WIB
<i>Safe House</i> Kosong Tiga Tahun, Kondisinya Berdebu & Kusam
Foto/Net
rmol news logo Panitia Khusus Hak Angket KPK mengunjungi rumah aman (safe house) KPK di Depok, Jawa Barat dan Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat lalu. Dua rumah itu sempat disebut "rumah sekap" oleh Niko Panji Tirtayasa atau Miko, saksi kasus suap bekas Ketua MK Akil Mochtar.

Safe house KPK yang per­tama berada di Jalan TPA, Kelurahan Cipayung, Depok. Rumah tersebut seperti rumah warga pada umumnya. Luasnya sekitar 150 meter persegi. Dari luar, warna oranye mendominasi dinding rumah satu lantai itu. Gerbangnya terbuat dari teralis berwarna hitam.

Masuk ke bagian dalam, perlu sedikit berjalan kaki agar sampai di depan pintu rumah. Di samping pintu rumah bagian dalam, terdapat sebuah ruangan kecil yang terdapat kamar mandi di dalamnya. Di bagian dalam, ada empat ruangan yang berbeda.

Tiga ruangan berada di sebe­lah kanan pintu masuk. Begitu masuk, ada seperti meja kerja, kursi juga lemari. Di seberang­nya, ada ruangan pertama dan kedua di sebelah kanan terse­but, seperti kamar. Luasnya berbeda.

Pantauan Rakyat Merdeka, pada ruangan pertama, hanya terdapat sebuah lemari. Persis di sebelahnya, terdapat ruangan yang sepertinya dijadikan kamar tidur karena ada kasur. Kamar ini posisinya lebih luar daripada ruangan sebelumnya. Ada sebuah meja, kursi, kaca, juga kamar mandi kecil di dalamnya.

Sedangkan di ruangan paling pojok, tak tampak apapun di da­lamnya. Hanya ada sebuah pom­pa air yang mengisi ruangan. Di ruangan ini udara bisa masuk karena ada seperti jendela yang diteralis besi. Sedangkan ruangan keempat kosong. Hanya ada sebuah meja yang di atasnya terdapat sajadah-sajadah.

Tak hanya ruangan-ruangan, ada seperti dapur kecil di samp­ing. Di tempat itu juga terdapat sebuah kamar mandi. Di bagian dalam, sepanjang mata meman­dang rumah tersebut tampak tidak terawat. Debu bertebaran, dan warna cat dinding yang berwarna putih itu pun terlihat kusam di beberapa titik.

Status rumah tersebut saat ini kosong. Pemilik rumah tidak tinggal di rumah itu. Nanang, pemegang kunci rumah tersebut mengatakan, rumah tersebut dikontrakkan oleh sang pemilik.

"Rumah ini punya Pak Yusman, dikontrakkan. Saya jaga warung di depan, jadi dimintai tolong sama dia buat pegang kunci kalau-kalau ada yang mau lihat rumah," ujar Nanang saat ngobrol.

Nanang menyebut, sang pemi­lik rumah tinggal di Lenteng Agung, Jakarta Selatan dan bekerja di perusahaan properti. Yusman sesekali datang untuk mengecek rumahnya.

"Pak Yusman biasanya seminggusekali suka datang," terang Nanang.

Dia mengaku sudah menghubungi Yusman sebelum mem­bukakan pintu bagi Pansus Hak Angket KPK. "Tadi kan saya bilang, wah saya lagi ada urusan ini. Bagaimana ini mau pada datang wartawan? Kata Pak Yusman bukain saja, be­gitu. Saya kan izin dulu, saya tidak berani masuk-masuk sini," tuturnya.

Menurut Nanang, rumah terse­but tidak ada yang merawat. Dia hanya dipesankan untuk sekadar melihat-lihat rumah. Yusman, kata dia, sudah berusia lanjut. "Pak Yusman sudah tua juga, 50-an lebih, 60-an. Enggak ada yang ngerawat rumah kontrakan ini mah, langsung kosong saja," jelasnya.

Rumah ini sudah sekitar tiga tahun kosong. Penghuni terakhir, menurutnya, bernama Dian yang hanya mengontrak selama be­berapa bulan.

"Yang nyewa terakhir ada Bu Dian namanya, orang sini juga sih, tapi enggak lama, suaminya orang Belanda. Bu Dian cuma beberapa bulan saja, enggak sampai setahun. Sebelumnya ada Pak Abubakar yang me­nyewa, itu pun cuma sekitar dua bulan. Lalu, Pak Abubakar meninggal," jelas Nanang.

Nanang menyebut, harga kontrak rumah tersebut adalah Rp 2,5 juta per bulan atau Rp 25 juta setahun. Meski menjadi penjaga rumah, Nanang mengaku tidak tahu kalau rumah tersebut pernah disewa­kan kepada KPK.

Safe house lain yang disebut sebagai milik KPK berada di Jalan Kuda Lumping U15, RT 05, RW 09, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sama seperti safe house di Depok, rumah dua lantai itu pun ko­song. Di pagar rumah terpasang tulisan "Disewakan".

Rumah tersebut memiliki war­na berbeda di masing-masing lantai. Di lantai dasar, tembok dicat hijau dan cat cokelat pada kusen serta pagar. Yang mem­bedakan bekas safe house KPK dengan rumah di kawasan itu ada pohon belimbing yang cu­kup rindang di halaman depan rumah.

Lingkungan sekitar safe house KPK juga tergolong sepi. Akses menuju bekas safe house KPK itu, hanya bisa melalui jalan masuk yang harus melewati penjagaan.

Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunanjar Sudarsa menilai, apa yang disebut ru­mah aman atau safe house oleh KPK di sana, kondisinya sangat menyedihkan dan sangat tidak layak.

"Pantas Miko menyebut­nya rumah sekap dan bukan rumah aman. Karena dia memang merasa tersekap dalam kondisi rumah yang menyedihkan selama setahun di sana," kata Agun.

Menurutnya, tidak adanya ventilasi yang memadai, me­nambah parah kondisi rumah yang kumuh, kotor dan tidak terawat. "Rumah itu menjadi bukti bahwa tidak layak dika­takan rumah aman. Kalau yang namanya safe house atau rumah aman, seharusnya memiliki pe­layan khusus dan terawat dengan baik. Jadi menurut saya, sangat tidak layak dikatakan rumah aman," nilainya.

Di luar kondisi rumah yang kurang baik, Agun menilai, ru­mah aman bagi saksi seharusnya memiliki dasar hukum, seba­gaimana yang dimiliki Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Jadi kalau mau dika­takan safe house, maka harus ada keputusan penetapan dari LPSK," ucapnya.

Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, safe house KPK bisa berupa kontrakan, apartemen mau­pun kantor. "Namun karena prinsipnya rumah aman, jadi pihaknya tidak diperkenankan menyampaikan kepada siapa pun letak safe house tersebut," ucapnya.

Latar Belakang
Pansus Hak Angket KPK Panggil Niko Panji Dan Muchtar Effendi
 
Panitia Khusus Hak Angket KPK memanggil dua saksi ka­sus suap yang melibatkan bekas Ketua MK Akil Mochtar. Saksi-saksi tersebut yakni, Muchtar Effendi yang dikenal sebagai orang dekat Akil dan Niko Panji Tirtayasa atau Miko.

"Dia akan sampaikan di dalam kesempatan, nanti kita berharap apa sesungguhnya dan bagaimanayang terjadi," kata Wakil Ketua Pansus Angket KPK Taufiqulhadi.

Menurut Taufiqulhadi, Miko adalah orang yang diduga diminta KPK untuk membuat pernyataan palsu guna menjerat Muchtar Effendi. Miko merupakan ke­ponakan Muchtar Effendi.

Taufiqulhadi menjelaskan, pemanggilan saksi-saksi kasus korupsi dilakukan untuk menge­tahui lebih dalam prosedur yang dijalankan KPK dalam proses pemberantasan korupsi.

"Misalnya pengakuan Yulianis, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Anas Urbaningrum, tiba-tiba Nazaruddin masuk ruangan, lalu memberikan kes­aksian yang kemudian dijadikan Berita Acara Pemeriksaan atas nama saksi. Ini diketahui KPK, dan seharusnya tidak terjadi," ujarnya.

Politisi Partai Nasdem itu beralasan, apa yang dilaku­kan Pansus bukan untuk me­lemahkan KPK, namun untuk mengkoreksi mekanisme yang dijalankan KPK. Kesalahan prosedur, katanya, tidak boleh sampai terjadi di KPK supaya pemberantasan korupsi bisa berjalan sesuai aturan yang berlaku.

Muchtar Effendi ditetapkan sebagai tersangka dalam ka­sus suap terkait pengurusan penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang di Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, Miko mengaku sebagai keponakan Muchtar Effendi dan menyatakan ter­paksa memberikan keterangan bohong dalam proses penyidikan KPK dan persidangan kasus suap Akil Mochtar. Miko juga mengaku mendapat anca­man dari Novel Baswedan dan kawan-kawan, bahkan dibayar dengan transfer dana dari pihak KPK dan lain-lain.

Terkait hal itu, KPK menya­takan, dalam setiap penetapan tersangka tindak pidana korupsi, tak berdasarkan dendam. Namun, proses tersebut ber­dasarkan alat bukti dan proses hukum di KPK.

"Penetapan tersangka tak didasari dendam atau ancaman, tapi hasil gelar perkara banyak orang di KPK, penyidik, JPU, pimpinan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA