Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pedagang Beras Keberatan Aturan Harga Eceran Tertinggi

Di Pasar Induk Beras Cipinang

Rabu, 26 Juli 2017, 10:34 WIB
Pedagang Beras Keberatan Aturan Harga Eceran Tertinggi
Foto/Net
rmol news logo Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 47/2017. Aturan itu menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras sebesar Rp 9 ribu per kilogram untuk kualitas medium dan kualitas premium yang tak termasuk beras peruntukan tertentu.

Sejumlah pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, telah menge­tahui aturan tersebut. Salah satunya An. Pemilik toko beras di Blok HB, PBIC itu mengaku telah mendengar adanya aturan tersebut.

Kemarin, seperti biasa, An te­lah berada di kiosnya sejak pagi. Hari itu, sebuah truk diparkir persis di depan kiosnya. Tak lama sejak kedatangan truk, sejumlah pegawai kios An sigap menu­runkan beras dari bak truk.

Sementara pegawainya sibuk membongkar muatan, An teliti mengawasi dan mencatat setiap beras yang masuk ke tokonya. Tiap beras yang turun diceknya, dan ballpoint di tangan kanan­nya sigap mencatat hal-hal yang diperlukan.

Kurang dari setengah jam, muatan truk telah berpindah ke kiosnya yang berukuran sekitar 5x10 meter persegi. Beras itu ditumpuk di dalam kiosnya, hingga tingginya mencapai sekitar dua meter, dan terdiri dari puluhan baris.

Selesai mengawasi anak buah­nya, An kembali masuk ke kan­tornya yang mungil. Letaknya di sebelah kanan pintu masuk toko. Meski kecil, cukup nya­man karena memakai pendingin ruangan. Sesekali, pegawai pe­gawainya masuk untuk berkoordinasi dengan An.

"Kita sudah tahu aturannya itu. Tapi terus terang, sampai seka­rang kita belum terima apapun sosialisasi, maupun surat pem­beritahuan dari pihak berwenang terkait aturan tersebut," ucap An, mengawali pembicaraandengan Rakyat Merdeka.

Meski demikian, sebagai pedagang, dia mengaku akan mengi­kuti aturan pemerintah. Baginya, tiap aturan pasti memiliki tujuan yang baik untuk warga. Namun, dalam catatan dan pengalaman­nya puluhan tahun berdagang beras, harga selalu mengikuti hukum pasar.

"Selama ini tidak ada yang namanya HET untuk beras. Tapi, kalau memang itu untuk kepent­ingan masyarakat umum, peda­gang ikut saja. Kita bisa saja jual dengan harga yang ditetapkan, tapi pengalaman saya, untuk beras tidak perlu ada HET, karena biasanya mengikuti hukum pasar," jelasnya.

Setelah penetapan HET pekan lalu, dari pantauan, sejumlah kios beras di PIBC tidak berop­erasi. Hal tersebut disebab­kan minimnya pasokan beras dari penggilingan beras daerah. Banyak toko yang tutup sejak awal pekan ini.

"Pedagang banyak yang tutup toko sejak Senin. Ini tak ada stok dari daerah. Mereka tidak mau lepas harga lebih murah. Sekarang kita olah beras yang sudah ada saja," terang seorang pegawai di toko CV Mutiara Tanjung.

Masih di pasar yang sama, menurut pengakuan Ayong, pemilik Toko Beras Sinar Jaya, HET hanya bisa ditetapkan untuk beras medium. Pasalnya, modal yang dibutuhkan untuk beras premium sudah lebih dari Rp 10 ribu per kg. "Untuk yang premium, harganya masih belum bisa turun," terang Ayong.

Ayong juga menyebutkan, toko-toko beras yang ada di PIBC kekurangan stok beras premium. Untuk beras medium, lanjutnya, belum ada kekuranganpasokan. Lebih lanjut, kata Ayong, harga beras yang dibeli dari petani bermacam-macam, tergantung daerah asal beras dan kualitas beras tersebut.

Untuk beras medium, harg­anya mulai dari Rp 7 ribu hingga Rp 9 ribu per kg. Sedangkan un­tuk beras premium, bisa dihargai Rp 10 ribu hingga Rp 12 ribu per kg. Dari harga tersebut, para pedagang lalu menetapkan harga Rp 100-Rp 200 lebih tinggi dari harga sebelumnya. "Kalau saya beli 10 ribu, berarti saya jualnya Rp 10.100," jelas Ayong.

Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid menyatakan, pedagang beras tidak bisa berpatokan pada harga yang ditetapkan pemer­intah. "Kalau beras yang dibeli harganya Rp 8.500, ya bisa kami jual Rp 9 ribu. Kalau kami beli yang harganya Rp 9.500 atau Rp 9.700, kan mustahil kami jual Rp 9 ribu," tutur Zulkifli.

Tidak hanya itu, Zulkifli juga berpendapat, sulit untuk me­netapkan HET beras, karena dibutuhkan biaya produksi yang cukup besar untuk menjual beras. Menurutnya, bila pemer­intah ingin menetapkan HET beras, diperlukan standar mutu seperti komoditas lainnya.

"Tapi, sulit untuk menetapkan standar mutu tersebut. Soalnya terdapat berbagai jenis beras di Indonesia. Ada wacana soal mutu beras di Indonesia mau dibikin dua saja. Itu tidak bisa, karena beras kita ada banyak macam," jelas Zulkilfi.

Jika memang tidak diubah, Zulkifli meminta pemerintah untuk segera memberikan so­sialisasi mengenai peraturan baru ini.

"Semuanya menunggu pen­gumuman yang jelas dari pemerintah. Kalau daerah tidak mengirimkan beras ke pasar induk, maka dalam beberapa hari ke depan, PIBC akan kekurangan pasokan," ujarnya.

Seorang pembeli beras di PIBC yang menolak disebut identitasnya, mendukung ke­bijakan pemerintah tersebut. "Biar harga terjangkau semua golongan masyarakat. Kalau kemahalan kan tak terbeli. Tapi, kebijakannya yang mengun­tungkan semua pihak, terutama petani," kata pria yang mengena­kan kemeja biru itu.

Berdasarkan Permendag No 47/2017, HET beras Rp 9.000 per kg, sedangkan harga acuan pembelian di petani Rp 7.400 per kg. Sementara itu, harga acuan gabah kering panen pembelian di petani sebesar Rp 3.700 per kg, dan harga acuan gabah kering giling di petani sebesar Rp 4.600 per kg.

Latar Belakang
Banyak Yang Belum Paham Aturan Baru, Petani Jadi Takut Jual Beras


Terbitnya Permendag Nomor 47/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, dianggap jadi salah satu penyebab sepinya aktivitas dagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).

Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Arief Prasetyo Adi, pengelola tunggal PIBC menyebutkan, memang terjadi penurunan stok beras yang masuk ke PIBC. Biasanya, beras yang masuk pada Senin berkisar 4 ribu ton. Namun ke­marin, stok beras yang masuk hanya berkisar 2.500 ton.

"Walaupun yang masuk 2.500 ton, tapi yang keluar tetap 2.300 ton. Jadi stoknya masih cukup," jelas Arief.

Menurut Arief, penurunan stok beras ini diakibatkan banyak petani serta penggilingan dari daerah yang belum memahami Permendag No 47/2017 tersebut. Akibatnya, banyak petani yang takut menjual beras.

"Sosialisasi Permendag ini harus lebih bagus, karena ban­yak orang yang merasa takut bila menjual di atas Rp 9 ribu, mereka akan ditangkap. Padahal, tidak seperti itu sebenarnya," tutur Arief.

Namun demikian, Arief me­mastikan, stok yang ada di PIBC masih cukup sampai lima hari ke depan. "Itu stoknya masih stabil. Kalau memang kekurangan stok, saya pasti akan cari stok untuk Cipinang," ucapnya.

Harga eceran tertinggi be­ras, berlaku setelah selesai diundangkan serta akan dilaku­kan harmonisasi dan sosialiasi lebih lanjut. Sekjen Kemendag Karyanto Suprih menegaskan, HET untuk beras Rp 9 ribu per kilogram (kg) belum diberlaku­kan untuk saat ini.

"Belum selesai dari proses pengundangan dan nantinya set­elah selesai, masih akan dilaku­kan sosialisasi dan harmonisasi lebih lanjut," ucapnya.

Dia menjelaskan, jenis beras medium dan premium yang diatur pemerintah, bakal dihar­monisasikan dengan Peraturan Menteri Pertanian. Menurutnya, Kemendag tidak memiliki we­wenang dalam membagi jenis-jenis beras tersebut.

Namun, Suprih meyakini, besaran HET Rp 9 ribu per kg, telah dihitung sedemikian rupa dengan mendengarkan masu­kan dari petani hingga peda­gang beras. Selain itu, konsep utama HET adalah menjaga keuntungandi tingkat produsen maupun konsumen.

Sambil menunggu beleid HET, sambungnya, aturan yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 27/2017 ten­tang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat konsumen.

Permendag itu tidak hanya mengatur soal harga acuan beras. Beberapa komoditas lainnya dia­tur, seperti jagung, kedelai, gula, minyak goreng, bawang merah, daging beku, daging ayam ras dan telur ayam ras.

"Permendag 27 akan direvisi melalui Permendag 47 yang di dalamnya memuat satu pasal tambahan terkait HET," papar Karyanto.

Di sisi lain, Karyanto menye­but, penggerebekan yang dilaku­kan di gudang PT Indo Beras Unggul (IBU), akhir pekan lalu, tidak terkait harga jual. Pihaknya masih menunggu pendalaman lebih lanjut dari kepolisian.

"Isu PT IBU, bukan soal harga sama sekali. Hal yang sama dite­gaskan Kementerian Pertanian dan Polri," tandasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA