Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Foto Para Pimpinan DPD Yang Baru Sudah Terpasang

Dualisme Kepemimpinan Senator

Selasa, 11 April 2017, 09:32 WIB
Foto Para Pimpinan DPD Yang Baru Sudah Terpasang
Oesman Sapta Odang/Net
rmol news logo Dualisme kepemimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terus berlanjut. Ruang pimpinan DPD yang sebelumnya dikuasai Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan Farouk Muhammad, telah ditempati pimpinan DPD baru, Darmayanti Lubis dan Nono Sampono.

Peralihan sudah terlihat di ruang lobi pimpinan DPD yang berada di Lantai 8 Gedung Nusantara III DPR, kompleks DPR/MPR Senayan, Jakarta, kemarin. Tiga figura berukuran besar yang berisikan foto pimpi­nan DPD baru sudah tertempel. Mereka adalah Ketua DPD Oesman Sapta Odang (Oso), Wakil Ketua Darmayanti Lubis dan Nono Sampono.

Padahal, pada Kamis (6/4), foto pimpinan DPD sebelumnya masih terpasang. Yakni, Ketua DPD Mohammad Saleh dengan Wakil Ketua GKR Hemas dan Farouk Muhammad.

Tidak hanya foto, ruang kerja pimpinan DPD juga sudah bera­lih tangan. Salah seorang petu­gas sibuk membongkar papan nama bertuliskan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad yang tertempel di atas pintu. Karena terlalu tinggi, petugas lantas mengambil kursi untuk tempat bertumpu.

Tak sampai satu menit, papan nama yang terbuat dari kun­ingan itu, terlepas dari dind­ing. "Diminta pimpinan untuk mengganti dengan papan nama yang baru," ujar salah seorang petugas yang enggan disebutkan namanya.

Ruangan ini, kata petugas yang mengenakan kemeja warna gelap itu, akan ditempati Wakil Ketua DPD Nono Sampono. "Hari ini sudah mulai berkan­tor," ujar petugas bertubuh ku­rus ini sambil berlalu pergi, kemarin.

Hari pertama ditempati, ruang kerja Nono Sampono ramai. Beberapa orang meriung di tempat itu. Beberapa kursi yang tersedia, dipenuhi anggota DPD yang ingin berbincang sejenak maupun sekadar mengucapkan selamat kepada Nono. "Bapak sedang sibuk menerima tamu. Nanti saja kalau mau wawan­cara," pinta petugas yang men­genakan kemeja putih.

Di depan ruang kerja Nono terdapat ruang kerja Damayanti. Sebelumnya, ruangan itu meru­pakan ruang kerja Wakil Ketua DPD lama GKR Hemas. Ruangan istri Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X ini, telah bersih. Bahkan, pa­pan nama yang tertera di atas pintu telah dicopot. Bekas co­potan masih terlihat di dinding. Namun, nama Wakil Ketua DPD yang baru belum tertempel. "Barang-barang ibu sudah dipin­dah ke ruang kerja anggota DPD di Nusantara V sejak Rabu," ucap Susi, staf Humas GKR Hemas kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia memastikan, GKR Hemas belum pindah dari ruang kerja pimpinan DPD di Lantai 8 Gedung Nusantara III DPR. "Kenapa pindah, ibu masih bekerja seperti biasa," tandas wanita berjilbab ini.

Namun tidak lama kemudian, Wakil Ketua DPD baru Darmayanti Lubis bersama sejumlah anggota DPD lainnya tiba-tiba masuk ke ruangan GKR Hemas. Tiba di ruangan yang cukup luas itu, senator asal Sumatera Utara ini langsung duduk di kursi pimpinan.

Wanita berjilbab ini, ditemani senator asal DKI Jakarta Fahira Idris. Mereka lantas berbin­cang-bincang sejenak. Tak lama setelah menduduk kursi itu, keduanya lantas meminta staf mereka untuk mengabadikan keberadaan mereka di tempat baru itu. Di ruangan ini, seluruh foto pribadi GKR Hemas sudah tidak tampak lagi. Tidak tampak pula barang-barang Wakil Ketua DPD sebelumnya.

Kendati begitu, perseteruan belum berakhir. Kedua kubu sama-sama menggelar rapat panitia musyawarah (Panmus), tapi di lokasi yang berbeda, ke­marin. Kubu GKR Hemas memi­lih menggelar rapat di Ruang Samithi, Gedung Nusantra V DPR. Pasalnya, ruang pimpinan yang berada di lantai 8 Gedung Nusantara III DPR terkunci. Panmus yang beranggotakan 12 anggota DPD ini, berakhir menjelang sholat zuhur.

Hasilnya, GKRHemas meminta kepada Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan sump­ah pimpinan DPD Oesman Sapta Oedang, Wakil Ketua Darmayanti Lubis dan Nono Sampono. "Semua pihak harus taat hukum dengan putusan MA," ujar GKRHemas di Gedung Nusantara V DPR, Jakarta.

Hemas pun menilai, Sekjen DPD berpihak karena mempra­karsai rapat panmus yang digelar kubu Oso di lantai 8 Gedung Nusantara III DPR. Padahal, kepemimpinan mereka tidak sah. "Difasilitasi atau tidak, kami harus tetap melaksanakan sidang Panmus," tandasnya.

Hemas menegaskan, hingga kini pihaknya belum menempuh jalur hukum atas kasus yang menimpa DPD ini. "Kami masih tetap menunggu pencabutan dari MA, untuk ketua yang ilegal kemarin," kata dia.

Namun demikian, dalam waktu dekat dirinya akan men­emui Ketua MAHatta Ali yang baru pulang dari ibadah umrah. "Pertemuan akan segera kami lakukan, karena beliau baru pu­lang kemarin," ucap Hemas.

Di sisi lain, ruang rapat yang sebelumnya terkunci, akhirnya dibuka saat sejumlah pimpinan DPD pimpinan Oso menggelar sidang Panmus. Rapat yang dihadiri 17 senator daerah itu, beres sekitar pukul 14.15 WIB.

Hasilnya, Ketua DPD baru Oesman Sapta menegaskan kepemimpinannya sah. Dia tidak peduli dengan langkah GKR Hemas dan Farouk Muhammad yang masih tak mengakui kepemimpinannya. "Kita tidak ada kubu, tak ada salah. DPD cuma satu," ucap Oesman di ruang pimpinan DPD.

Menurut pria yang akrab dis­apa Oso ini, persoalan GKR Hemas masih mengaku pimpi­nan DPD, hanya urusan pribadi dan tidak ada instansi yang mem­punyai dualisme kepemimpinan. "Jangan campurkan antara in­stansi yang disebut lembaga tinggi negara. DPD ya saya ada di sini, Anda lihat sendiri, tak ada ribut, tak ada apa. Yang ribut orang luar, ya biarin saja," katanya.

Oso menambahkan, dirinya akan senang hati bila GKR Hemas dan Faraok menjalin ker­jasama dengannya, dan berharap agar konflik di tubuh lembaga perwakilan daerah ini segera selesai. "Sudahlah, selesai sam­pai di sini. Ayolah, kasihanilah rakyat di daerah, jangan berde­bat tak karuan," harapnya.

Apalagi, sambung Oso, DPD sebagai lembaga tinggi neg­ara harus bersih dari apapun. "Jangan lagi mendiskreditkan seolah-olah mereka yang be­nar, berbuat salah, cukuplah," ujarnya.

Oso menambahkan, seluruh senator terpilih, merupakan utu­san daerah yang bertugas untuk mengabdi kepada negara. "Jadi tidak perlu dibujuk, negarawan tidak begitu," pungkasnya.

Latar Belakang
Sampaikan Protes, Anggota DPD Saling Dorong

Kisruh pemilihan pimpi­nan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), bermula saat sidang paripuna pada Senin (3/4), pukul 14.00 WIB.

Sidang yang dipimpin dua Wakil Ketua DPD GKR Hemas dan Farouk Muhammad ini, men­gagendakan pembacaan putusan Mahkamah Agung (MA) tentang masa jabatan pimpinan DPD yang menimbulkan selisih pendapat antara sesama anggota DPD.

Seperti diketahui, MAtelah membatalkan Peraturan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017 yang menjadi dasar hukum pemilihan pimpinan baru, yang sebelumnya 2,5 tahun.

Sejak dibuka, interupsi sudah langsung bersahutan di antara se­jumlah anggota DPD yang tidak puas. Bahkan, terjadi kericuhan sebelum rapat dibuka.

Kisruh berawal dari keberatan yang diajukan sejumlah ang­gota terhadap pimpinan sidang. Menurut mereka, sesuai kesepak­atan rapat Panitia Musyawarah (Panmus), agenda pemilihan seharusnya pemilihan pimpinan baru. Dengan demikian, paripur­na dipimpin oleh anggota DPD tertua dan termuda.

Namun, Hemas dan Farouk ber­argumen, putusan MAtelah mem­batalkan Tata Tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mencan­tumkan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun. Berbekal putusan tersebut, pemilihan pimpinan tak bisa dilakukan.

Tidak terima dengan keputusan pimpinan sidang, protes terus dilayangkan kepada Hemas dan Farouk. Akhirnya, tak pelak terja­di saling dorong saat para anggota DPD menyampaikan protesnya di depan podium. Semakin malam, situasi bertambah panas, akhirnya pukul 17.00 WIB, rapat diskors karena tak kunjung menetapkan agenda pembahasan.

Rapat kembali dibuka pada pukul 19.00 WIB. Hemas kem­bali membuka sidang dan lang­sung membacakan putusan MAyang membatalkan tata tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mencantumkan masa jaba­tan pimpinan DPD 2,5 tahun.

Dengan dibatalkannya dua tatib tersebut, maka kembali ke Tatib 1/2014. "Yang 2,5 tahun sudah dicabut MA. Jadi, yang hidup kembali Tatib Nomor 1 Tahun 2014. Saya patuh pada aturan hukum," kata Hemas.

Seusai membacakan putusan MA, Hemas mengetuk palu dan langsung keluar dari ruang sidang. Tak pelak, hal itu memicu kericuhan yang tidak berkesuda­han. Untuk mendinginkan sua­sana, Farouk akhirnya melakukan skorsing untuk melakukan lobi.

Sekitar pukul 23.45 WIB, rapat dibuka dengan diawali pembacaan mosi tidak percaya terhadap Hemas yang dibaca­kan anggota DPD dari Sulawesi Utara, Benny Rhamdani. Ia mengklaim, 54 anggota sudah menandatangani mosi tidak percaya tersebut. Jumlah itu kemudian bertambah karena beberapa anggota yang belum membubuhkan tanda tangan, naik ke atas panggung.

Rapat kembali dilanjutkan. Namun, Farouk terbentur waktu. Pasalnya, jika mengacu pada aturan masa jabatan 2,5 tahun, masa jabatan tiga pimpinan DPD berakhir pada 3 April 2017 hingga Pukul 23.39 WIB.

Saat itu, waktu sudah menun­jukkan Pukul 00.05 WIB dan status dinyatakan demisioner. "Saya sadar tidak bisa lagi terus melaksanakan proses itu. Saya sudah tidak lagi punya hak untuk memimpin, karena berakhir masa jabatan saya," kata dia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA