Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Makam Fiktif Tak Ada Data Kapan Meninggal

Salah Satunya Sudah Dibongkar Di TPU Karet Bivak

Senin, 25 Juli 2016, 08:05 WIB
Makam Fiktif Tak Ada Data Kapan Meninggal
foto:net
rmol news logo Makam yang telah dibongkar itu berada di Blad 32, Blok AA1, Unit Islam, Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Letaknya agak ke tengah area Blad 32, dan berada tepat di pinggir jalan yang membatasi dengan Blad 33. Saat ini, tanah bekas makam tersebut dibiarkan men­jadi lahan kosong, yang terletak di antara dua makam.

Kedua makam yang ada di sampingnya terawat dengan baik. Semua gundukan tanahnya sudah tertutupi rumput sintetis, dan bagian kepalanya sudah menggunakan batu nisan yang terbuat dari batu pualam. Di atasnya terdapat plat hitam berisi nama, tanggal, bulan, dan tahun lahir, serta kematian.

"Ini makam fiktif yang ditemukan Ahok beberapa bulan lalu. Baru sempat dibongkar kemarin. Nanti kalau ada yang meninggal dan mau dimakam­kan di sini, baru dibikin lagi makamnya," ujar Zakaria, pekerja freelance yang bertugas membersihkan beberapa makam di area tersebut.

Zakaria mengaku, tidak mengetahui perihal adanya praktik jual beli makam di TPU terse­but. Dia mengaku baru kali ini memukan makam fiktif di TPU Karet Bivak. "Bawahan kayak saya kan tahunya ngerjain tugas di lapangan saja," akunya.

Sebab, petugas lapangan sepertidirinya, tidak berwenang mengurusi administrasi pemaka­man, hingga menerbitkan surat Izin Penggunaan Tanah Makam (IPTM). "Lagipula kalau ada yang meninggal dan akan dimakamkan, ngurusnya langsung ke kantor. Pekerja lapangan kayak saya ta­hunya ditugasin gali makam dan nyiapin tenda," ucap dia.

Kendati begitu, Zakaria ya­kin jual beli makam di tempat itu sudah berkurang drastis. Pasalnya, kebijakan yang diterapkan Ahok membuat para pelakunya jera. Mereka khawatir kehilangan jabatan dan pekerjaan jika ketahuan. "Mungkin masih ada, tapi sekarang ngumpet-ngumpet. Kalau dulu mungkin bisa ngomong terang-terangan di kantor," tuturnya.

Pria yang sudah menjadi pera­wat makam sejak tahun 80-an ini pun mengaku tidak tahu, bagaimana ciri-ciri makam fik­tif. Sebab, bentuk makam di area tersebut sama saja. Bagian atasnya sudah ditumbuhi rumput, pinggiran dan bagian kepalanya sudah dilapisi kramik. "Entah kalau yang bagian belakang. Tapi kalau di area Blok A, semua kelihatan sama," terangnya.

Dia pun memprediksi, jika masih ada praktik jual beli, maka makam fiktif tersebut akan berada di luar Blok AA1. Alasannya, karena kantor pengelola TPU Karet Bivak sudah pindah ke samping. Sementara warga cenderung menyukai makam yang posisinya dekat kantor pengelola. "Anggapannya supaya lebih terawat. Padahal sama saja. Yang ngerawat kan pekerja free­lance seperti saya," kata dia.

Zakaria memaparkan, pekerjaharian lepas (PHL) di TPU Karet Bivak hanya berjumlah seki­tar 60 orang. Sehingga, mereka tidak akan sanggup mengelola lahan pemakaman seluas 6 hektar tersebut. Makanya, perlubantuan pekerja freelance seperti dirinya.

Sementara itu, Kepala Distamkam DKI Jakarta, Djafar Muchlisin menambahkan, sejauh ini pihaknya baru menemukan 10 makam fiktif di Jakarta Pusat. Sepuluh makam itu tersebar di tiga TPU, yakni Karet Bivak, Kawi-kawi, dan Pasar Baru. Meski begitu, Djafar masih engganmenjelaskan jumlah temuan di masing-masih TPU tersebut karena masih proses verifikasi.

Djafar pun mengakui, praktek jual beli makam ini sudah ber­langsung sejak lama di Jakarta. Diakuinya, oknum yang terlibat berasal dari beberapa tingkatan, mulai dari pejabat kantor hingga lapangan.

"Kita telusuri ada beberapa saksi, katanya ada oknum men­jual. Kemudian teman-teman di lapangan, dari data yang ada diinvestigasi, ketemu alamatnya. Kalau memang ada alamatnya benar, akan kami panggil orang­nya," tuturnya.

Menurut dia, ada tanda pada makam yang bisa diindikasikan bahwa itu adalah fiktif. Pertama secara fisik, tidak ada kapan meninggalnya. Kemudian kedua, data makam tersebut tidak ada di Distamkam DKI Jakarta.

"Seperti yang kami bongkar kemarin. Identitas pemesan makam fiktif di TPU Karet Bivak berbeda dengan nama yang tertulis di batu nisan, dan izin penggunaan tanah makam (IPTM)," jelas dia.

Djafar hanya bisa berjanji, pihaknya akan memberantas oknum yang menyalahgunakan tanah makam. Distamkam DKI akan menyediakan sebuah teknologi untuk melihat isi makam tersebut. "Ke depannya yang lebih canggih," tandasnya.

Dirinya menegaskan, apabila terbukti ada PHL yang bermain, ia tidak segan untuk langsung memecatnya. "Kalau memang ada PHL saya yang main, akan dipecat. Kita juga terus mencari tahu," tegasnya.

Seperti diketahui, Jumat lalu Distamkam DKI Jakarta ber­sama Walikota Jakarta Pusat, dan Kepala TPU Karet Bivak mem­bongkar makam fiktif tersebut. Makam fiktif mulanya dicurigai karena di batu nisan makam tersebut tidak dicantumkan wak­tu kematian orang yang tertulis di nisan tersebut.

Dalam batu nisan, yang ditu­lis hanyalah makam atas nama Sumarti yang lahir di Kutoarjo dan wafat di Yogyakarta. Tidak ada waktu kelahiran maupun kematian yang dicantumkan di batu nisan tersebut.

Identitas pemesan makam fik­tif di Blok AA1, Blad 32, nomor petak 0656, itu diketahui seorang wanita bernama Sri Kustinah. Sementara itu, nama almarhum yang tertulis di IPTM adalah seorang laki-laki bernama Yusuf. Makam fiktif itu diketahui sudah dipesan sejak 2010. Setiap tiga tahun sekali, pemesan bernama Sri itu pun membayar uang retri­busi makam.

Setelah pengelola TPU Karet Bivak dan Distamkam DKI Jakarta mengonfirmasi makam tersebut kepada Sri, dia mengakui bahwa makam tersebut fiktif. Dalam surat pernyataan yang dibuatnya, Sri menyata­kan membayar IPTM atas nama Yusuf untuk menyiapkan lahan makam jika suatu saat dia meninggal. Dia pun mengaku Yusuf bukan kerabatnya.

Dalam surat itu juga, Sri menulis, pada 2010, dia mengu­rus pemesanan makam melalui seorang perawat makam ber­nama Margono. Dia pun telah menyadari pemesanan makam untuk orang yang belum meninggal, melanggar Perda Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman dan menyerahkan kembali lahan makam kepada pengelola TPU Karet Bivak.

Latar Belakang
Ahok Dapat Laporan 80 Makam Fiktif Sehari

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama me­nyatakan, Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distamkam) DKI Jakarta kini terus mengungkap makam fiktif.

Dia mengungkapkan, se­tiap hari menerima puluhan laporan dari Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Djafar Muchlisin terkait makam fiktif.

"Laporan ke saya, sehari dapat 80 makam fiktif. Pada dipasangin batu nisan bohong-bohongan. Orang datang ke pemakaman kalau nggak bayar dapat di ujung, kalau bayar di depan," ungkap Ahok di Balai Kota, Jakarta, Sabtu lalu.

Dia menyatakan, hingga saat ini bawahannya masih meng­gali makam yang diduga fiktif. Dia pun berjanji akan terus memintapetugasnya untuk mencari makam-makam fiktif di seluruh Jakarta. "Saya terus tugaskan mereka untuk nyari di seluruh TPU. Gendeng saja, pasti ada banyak di TPU lain," ucapnya.

Ahok mengatakan, banyaknya makam fiktif itu karena da­hulu banyak oknum dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman yang memperjualbelikan makam. Bekas anggota Komisi II DPR ini, mengaku kesulitan untuk mengawasi praktik makam fiktif di Jakarta.

Menurut Ahok, pengawasan menjadi lebih sulit lantaran banyak aparat yang menjadi oknum dalam praktik tersebut. Oleh karena itu, dia memilih untuk menunjuk orang yang berani menjadi kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI.

"Memang ini kalau semuanya maling, susah ngawasi makam fiktif. Kalau kepala dinasnya enggak berani, susah juga. Makanya saya cari orang enggak usah terlalu pinter deh, yang penting rajin, berani, dan punya hati saja biar bawahannya eng­gak berani main," jelasnya.

Ahok memang baru mengganti kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Jika sebelum­nya jabatan itu dipegang oleh Ratna Diah Kurniati, kini didudu­ki oleh Djafar Muchlisin. "Kami juga udah ganti nih orang-orang. Kami pecatin semua. Soalnya kalau cuma ganti kepala dinas, bawahnya enggak diganti semua, enggak ada guna," tukasnya.

Ahok memaparkan, oknum di dinas yang memperjualbelikan makam tersebar dari pejabat tinggi hingga staf terendah. Sehingga, solusi efektif untuk menghilangkan pungli adalah mengganti keseluruhan pejabat di dinas tersebut.

"Jadi kalau kamu mau ganti, cuci gudang aja semua, langsung dikeluarin semua. Nah, ini mesti kumpulin orang. Kalau enggak ya enggak keburu. Itu yang jadi masalah seperti itu sekarang," ucap suami Veronica Tan ini.

Makam fiktif yang dimaksud Ahok adalah makam yang sudah dipasangi batu nisan, namun belum ada jenazah di dalamnya. Oknum petugas bermain un­tuk mendapatkan uang dengan menjual makam tersebut kepada warga yang membutuhkan.

"Dia mainnya halus. Kalau seperti sekarang kayak beli ta­nah. Begitu ada yang mau bayar, baru dibongkar," terangnya.

Menurut Ahok, makam fiktif itu biasanya terletak paling de­pan di area pemakaman. Untuk mengatasi itu, Ahok mengaku terus membenahi internal Dinas Pertamanan dan Pemakaman. "Tiap orang datang kalau eng­gak bayar di taruh di ujung. Kalau yang mau bayar di depan. Sekarang kami sudah ganti orang-orangnya, jadi tinggal sistemnya," terangnya.

Ahok menjelaskan, untuk menghilangkan praktek terse­but, Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan pelayanan makam online. Namun, sejak peluncuran pada 2015, baru ada beberapa TPU saja yang menerapkan sistem tersebut. Beberapa TPU yang menerapkan sistem online tersebut yakni di TPU Tegal Alur I dan II, TPU Tanah Kusir dan TPU Pondok Rangon, TPU Kampung Kandang, TPU Jeruk Purut dan TPU Petamburan. "Makanya harus terus tekan pakai sistem elektronik," jelasnya.

Menurut Ahok, adanya makam fiktif di Jakarta juga diakibatkan, karena ahli waris bersedia me­nyogok pegawai Dinas Taman dan Pemakaman DKI, untuk mendapatkan makam di lokasi strategis. Sehingga tak heran, nama pemesan tidak tercatat di sistem online, tapi makam dan nisan sudah ada meski tak berisi.

"Makanya selain pemesanan makam online, pembayaran dengan sistem nontunai juga jadi solusi untuk mencegah pungutan liar," jelas dia.

Sebelum dicopot sebagai Kadis Pemakaman dan Pertamanan, Ratna Diah pun sempat mem­bantah soal adanya makam fiktif di TPU. Menurut dia, sekarang tidak ada lagi makam fiktif. Makam fiktif hanya ada di za­man dahulu.

Ratna mengaku pernah mendapat permintaan dari seorang warga yang memesan lahan makam untuk orangtuanya yang belum meninggal. Saat mengetahui hal itu, dia mengaku langsung meno­lak permintaan warga tersebut.

"Jadi ada nih yang telepon ke saya, dia mau pesan buat makam orangtuanya. Saya tanya emang bapak ibunya udah meninggal belum, katanya belum. Ya eng­gak bisa. Pokoknya tidak ada lagi pesan makam di Pemprov DKI," tegasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA