Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Selatan Jakarta Macet, Baru Terurai Siang Hari

Gara-gara JPO Roboh Di Tol BSD

Selasa, 17 Mei 2016, 09:04 WIB
Selatan Jakarta Macet, Baru Terurai Siang Hari
foto:net
rmol news logo Arus lalu lintas di selatan Jakarta, dari Bumi Serpong Damai (BSD), Serpong menuju Jakarta terhambat, kemarin. Penyebabnya, Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di KM7 Tol BSD, ambruk karena tertabrak bagian atas truk yang mengangkut crane.
 
Akhirnya, banyak yang memilih menggunakan jalur alternatif. Akibatnya, jalanan menjadi lebih macet dibanding biasanya dan baru terurai pukul 12.00 WIB.

Berdasarkan pengamatan, banyak jalan alternatif menu­ju Jakarta di sekitar tol BSD, dipenuhi kendaraan roda empat atau lebih. Seperti, Jalan Raya Rawa Buntu, Serpong. Di sini, kendaraan roda empat atau lebih, nyaris tidak bergerak sejak pukul 06.00 WIB.

Begitu pula Jalan Aria Putra Raya, Jalan Serua dan Jalan Ir HJuanda, Ciputat macet total sejak pukul 06.30. Kemacetan me­manjang hingga Patal Senayan dan Pakubuwono, Jakarta.

Namun, pada siang hari atau sekitar pukul 12.00 WIB, kemacetan di Jalan Ir Juanda, Ciputat menuju Jakarta telah terurai dan kembali normal. Tapi, terjadi sedikit hambatan karena ada crane yang memindahkan barang ke sebuah ruko di sekitar Rempoa, Ciputat. Setelah melewati ken­daraan berat tersebut, arus lalu lintas lancar.

Victoria, warga Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel) ju­ga merasakan efek kemacetan di Jalan Ir Juanda. Padahal, wanita yang bekerja di salah satu perusa­haan swasta di Kebayoran Lama ini, berangkat lebih pagi, pukul 04.30 WIB dengan menumpang angkutan kota (angkot). "Tadi baca berita ada JPO ambrol di Tol BSD, makanya saya buru-buru ke kantor sebelum subuh," ujarnya.

Kendati begitu, kemacetan tetap menghadangnya. "Di UIN Ciputat, jalan sudah merambat sampai Pondok Pinang," sebut wanita berumur 30 tahun ini.

Meski macet, kata Victoria, kendaraan masih bisa bergerak pelan-pelan karena hari masih pagi sekali, sehingga kendaraan belum sebanyak menjelang siang.

Tak pelak, sampai kantor dirinya telat satu jam dibanding hari biasanya. "Biasanya jam 6 sudah sampai kantor, tadi jam 7 baru sampai. Pasti lebih telat lagi kalau saya berangkat setelah subuh," sebut dia.

Senada, Kholidi, warga Bojong Sari, Depok juga merasakan kemacetan pada subuh itu. Padahal, pria yang sehari-hari berangkat ke kantornya di ka­wasan Thamrin, Jakarta Pusat, tak mengalami kemacetan karena berangkat pagi sekali. "Biasanya, jam setengah 6 pagi, jalanan masih sepi, tapi ini sudah macet," ujar pria berumur 31 tahun itu.

Kendati demikian, dia tidak mengalami kemacetan total kar­ena menggunakan sepeda motor, sehingga masih bisa bergerak sedikit-sedikit di sisi kiri jalan. "Tadi jam delapan baru sampai. Biasanya jam 7 sudah di kantor," ujarnya.

Kholidi mengaku tidak menge­tahui secara pasti penyebab kemacetan di jalanan di kawasan Ciputat ini. "Kata teman-teman, karena ada JPO ambrol di Tol BSD. Jadi pengendara mobil banyak yang lewat Jalan Juanda, Ciputat," tutupnya.

Begitu juga dengan Sunarto, warga Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Tangsel, mengatakan bahwa kondisi lalu lintas di Jalan Aria Putra Raya, Ciputat tidak seperti biasanya. Tingkat kemacetannya lebih parah sejak pukul 07.30 WIB.

"Kabar yang beredar, kemac­etan lalu lintas yang cukup parah pagi ini, karena dampak dari ter­ganggunya jalan tol akibat JPO di KM 7 ambrol setelah terseng­gol truk trailer," ucapnya.

Menurut dia, kemacetan lalu lintas yang di luar kebiasaan itu, juga terlihat kemarin pagi antara lain di Jalan Serua, Jalan Lengkong Gedong Timur dan jalan-jalan lain yang menjadi alternatif kendaraan keluar atau masuk tol saat terjadi gangguan tersebut.

Pria berumur 40 tahun ini menjelaskan, kemacetan terjadi karena ditutupnya akses pintu tol seperti gerbang tol (GT) Tegal Rotan arah BSD, GT Rawa Buntu arah Jakarta, dan jalan masuk tol BSD arah Jakarta.

Kasat Lantas Polres Tangsel, Prayogo mengatakan, pihaknya telah menetapkan tersangka kepada sopir truk trailer yang menyebabkan robohnya JPO di Tol BSD-Jakarta. Sang sopir, kata Prayogo, akan dijerat pi­dana Undang-Undang Lalu Lintas. "Kita kenakan Pasal 274 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009," ujar Prayogo, kemarin.

Undang-Undang tersebut, kata Prayogo, mengatur barang siapa yang merusak fasilitas jalan dan mengganggu fungsi jalan, dikenakan penjara 1 tahun atau denda Rp 24 juta.

Tak hanya itu, lanjut dia, saat membawa kendaraan tersebut, sang sopir tidak memegang SIM. Alasannya, karena pernah ditilang di wilayah Jawa Barat dan tidak mengurus SIM tersebut hingga saat ini.

Prayogo menjelaskan, kronol­ogis ambruknya JPO tersebut. Saat itu, truk bergerak menuju arah Jakarta. Awalnya, truk yang memuat crane tersebut sukses melewati dua JPO, na­mun ketika di JPO Tol BSD, tersangkut sekitar pukul 22.00 WIB. "Ketinggian sebenarnya di JPO 5 meter. Ada tiga JPO di tol ini. Tingginya crane 4,8 meter. Pertama dan kedua tidak ada masalah, di JPO ketiga nyangkut," terangnya.

Tersangkutnya crane di JPO ketiga, dia menduga, karena kontur jalan yang meninggi. "Bisa juga karena kedua sling atau tempat cantolannya lepas," kata dia.

Sedangkan Kepala Divisi Manajemen Operasi PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JLJ), Yusef Supriatna menegaskan, tinggi JPO sudah sesuai stan­dar dan tidak ada kesalahan konstruksi bangunan. "Standar tingginya 5,1 meter dan tinggi maksimum kendaraan 4,2 me­ter," ujar Yusef, kemarin.

Dengan demikian, dia menya­takan, tertabraknya JPO oleh truk trailer pembawa crane, bukan karena jembatan. "Tidak ada indikasi kendaraan melebihi tinggi maksimum, buktinya di JPO sebelumnya bisa lolos," jelasnya.

Menurut General Manager Corporate Affairs PT Nusantara Infrastructure, Deden Rochmawaty, JPO tersebut pernah ambruk pada 2007 dan kembali dibangun. "Jembatan tersebut memenuhi semua standar per­syaratan untuk jembatan yang melintang di badan jalan tol," ujar Deden, kemarin.

Menurut Deden, JPO tersebut juga dibangun sesuai Standar Geometri Jalan Raya Dalam dan Luar Kota, seperti Clearance 4,2 meter. Jembatan yang roboh ini, lanjutnya, memiliki kondisi yang masih layak dan tidak memiliki masalah teknis.

Lebih lanjut, kata Deden, pengecekan dilakukan secara periodik selama dua kali dalam setahun, oleh tim manajemen BSD. "Penanda ketinggian mak­simum juga terpasang dengan baik pada setiap jembatan di tol BSD," tutupnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA