Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kekerasan Terhadap Etnis Uighur Ubah Hubungan Diplomatik di Asteng dan Astim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jonris-purba-1'>JONRIS PURBA</a>
LAPORAN: JONRIS PURBA
  • Senin, 07 Oktober 2024, 09:57 WIB
Kekerasan Terhadap Etnis Uighur Ubah Hubungan Diplomatik di Asteng dan Astim
Ilustrasi
rmol news logo Kekejaman Tiongkok terhadap komunitas Uighur di Turkistan Timur yang meningkat telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan organisasi hak asasi Uighur. Pusat Studi Uighur (CUS) mengklaim bahwa isu Uighur yang sedang berlangsung telah mengubah ranah hubungan diplomatik di Asia Tengah dan Asia Timur.

Beijing Bulletin melaporkan, saat ini, kelompok etnis minoritas Uighur dari Turkistan Timur mengalami penindasan sistematis dari pemerintah Tiongkok. Berbagai laporan menunjukkan bahwa pemerintah Tiongkok telah menerapkan kebijakan yang mencakup pengawasan massal, penahanan di luar hukum, dan upaya untuk menghapus budaya dan identitas kelompok etnis Uighur.

Dampak dari situasi ini tidak hanya dirasakan oleh orang-orang Uighur sendiri tetapi juga telah mengubah dinamika hubungan internasional dalam berbagai aspek. Kelompok hak asasi Uighur menghargai langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Jepang dan Korea Selatan atas masalah hak asasi manusia Uighur.

Namun, pernyataan itu juga mengklaim bahwa, meskipun Jepang dan Korea Selatan telah dengan lantang mengkritik dan memberikan sanksi kepada pemerintah Tiongkok atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, tentu saja, hal ini juga merugikan kedua negara.

Kedua negara mengalami ketegangan dalam hubungan diplomatik dengan Tiongkok, dan meskipun mereka dengan tegas enggan terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, kedua negara juga merasakan kerugian akibat menurunnya hubungan perdagangan dan investasi dengan Tiongkok.

Pusat Studi Uighur lebih lanjut mengklaim bahwa pemerintah Tiongkok pada tahun 2017 telah menerapkan kebijakan ketat dan tindakan represif terhadap etnis minoritas Uighur yang menempati wilayah Turkistan Timur.

Beberapa warga Uighur ditangkap dan diculik secara paksa untuk dimasukkan ke dalam kamp penahanan, yang menurut pemerintah Tiongkok adalah kamp pendidikan ulang.

Di kamp-kamp tersebut, banyak warga Uighur yang disiksa secara fisik dan mental, mereka dipaksa melakukan berbagai pekerjaan tanpa upah, mereka diminta untuk setia kepada partai komunis, dan mereka dipaksa untuk tidak menjalankan agama seperti berdoa dan berpuasa. Selain itu, mereka juga diharuskan berbicara bahasa Mandarin terlepas dari kondisinya, tambah pernyataan itu.

Selain dipaksa masuk ke kamp penahanan, banyak warga Uighur juga mengalami diskriminasi di beberapa tempat umum, seperti di sekolah dan di perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka kerap dituduh sebagai pemberontak etnis, radikal, dan teroris. Mereka dipekerjakan tidak sesuai tugasnya dan bahkan digaji dengan nilai terendah dibanding etnis lainnya.

Di sekolah, anak-anak Uighur juga kerap mengalami perundungan dari siswa lain, pemerintah Tiongkok juga secara sepihak memindahkan mereka ke sekolah yang menggunakan bahasa Mandarin setiap hari, hal ini tentu saja membuat anak-anak Uighur kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak dan keterbatasan dalam memahami budaya mereka sendiri.rmol news logo article
EDITOR: JONRIS PURBA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA