Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pegawainya Kocar-kacir, Tinggalkan Tas Berserakan

Tempat Pengisian Elpiji Nakal Digerebek Polisi

Kamis, 18 Juni 2015, 11:32 WIB
Pegawainya Kocar-kacir, Tinggalkan Tas Berserakan
ilustrasi/net
rmol news logo Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) PT Putra Panca Gasindo, di Jalan Milenium Raya Blok F 2 Nomor 1, Panongan, Kabupaten Tangerang, Banten, terlihat sepi. Pagar besi biru setinggi empat meter sebagai akses masuk, tertutup rapat.
 
Mengintip dari celah pagar, terlihat sebuah motor bebek parkir di pos security. Suara televisi terdengar cukup kencang dari dalam pos itu. Mengucapkan salam, seorang pria datang meng­hampiri dan membukakan pagar yang dislot dari dalam.

"Masuk saja, tapi nggak ada orang di dalam, hanya saya sendi­ri," ujar seorang satpam pria yang enggan disebutkan namanya.

Melewati pagar besi, terlihat seluruh area pengisian SPBE, tanpa penghalang. Cukup luas, nyaris separuh lapangan bola. Suasananya hening. Tidak terlihat aktivitas pengisian gas. Bahkan, akses masuk menuju nozzle pengisian tabung-tabung gas melon ukuran 3 kg ditutup kayu.

Sebelumnya, SPBE ini buka sejak Subuh. Truk-truk milik agen elpiji silih berganti datang untuk mengisi tabung yang kosong. Setelah diisi ulang, tabung-tabung elpiji itu kemu­dian didistribusikan kepada para agen di seluruh Tangerang.

"Tutup. Sudah disegel polisi," kata satpam pria yang berjaga menggunakan kaos biru bertulis­kan "security" di punggungnya.

Pekan lalu, puluhan polisi Polda Metro Jaya datang ke tempat ini. Sang security ke­betulan sedang berjaga saat rombongan itu datang. "Polisi razia tempat ini sejak tanggal 8 Juni," tuturnya.

Saat itu polisi berpakaian preman datang menggunakan empat mobil Avanza. Mereka meminta seluruh pekerja untuk pulang. Tidak ada karyawan yang ditangkap. SPBE ini pun disegel. Hanya security yang tetap masuk untuk menjaga tempat ini selama 24 jam.

Keamanan tempat ini cukup ketat. Setiap sudut dipasang kamera CCTV. Termasuk di hala­man luar yang berbatasan dengan sejumlah pabrik. Melangkah ke dalam, terdapat sebuah bangunan mirip rumah di tengah area SPBE yang dipergunakan untuk kantor. Bangunan itu tidak dibalut police line. Di sisi kanan bangunan, ter­lihat dua ruangan untuk istirahat pegawai dan mushola.

Kedua ruangan berantakan. Kaos milik pegawai hingga tas berserakan. Menurut sang penjaga keamanan, para pekerja tunggang langgang mening­galkan SPBE saat polisi meng­gerebek tempat ini.

Di balik bangunan kantor, terdapat tempat mirip hanggar untuk pengisian gas ke dalam tabung melon. Sebanyak 24 nozzle tersedia atas empat line. Ribuan tabung gas tersedia pun ikut dililit garis polisi. Area ini terlarang untuk dilintasi.

Memandang jauh ke belakang ada dua tangki besar untuk me­nyimpan gas elpiji yang diangkut truk dari Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setiap hari, truk tanker datang membawa elpiji. Elpiji dip­indahkan dari truk ke tangki lewat empat buah tiang atau pulau. Di setiap pulau terdapat enam selang atau noozle untuk menyuntikkan gas ke dalam tabung.

Di SPBE ini adalah 20 pegawai yang bertugas mengisi tabung-tabung gas yang kosong. Mereka bekerja dalam dua shift. Setelah diisi elpiji, tabung ukuran 3 kilogram itu dimuat ke truk.Setiap ada 15 truk berukuran sedang yang mengangkut tabung elpiji yang sudah diisi ulang. Setiap truk bisa mengangkut lebih dari 500 tabung.

Aktivitas pengisian gas ke tabung 3 kg sudah berlangsung sejak pagi buta. Caranya mudah. Nozzle ditancapkan ke kepala tabung yang hendak diisi. Tak berapa lama tabung sudah terisi elpiji sesuai ukuran yang diatur di mesin pengisian. "Kalau isinya kurang, pegawai pasti tidak tahu. Karena dia (pegawai) hanya kerja saja. Semua sudah diprogram," kata security itu.

Hingga siang hari, tidak ada aktifitas di SPBE PT Putra Panca Gasindo. Satpam pria pengganti sudah datang. Stasiun pengisian elpiji ini hanya dijaga seorang satpam setiap shift.

SPBEini disegel polisi lantaran mengurangi takaran elpiji yang di­isikan ke tabung gas 3 kg. "Alatnya diatur sedemikian rupa, sehingga setiap tabung hanya diisi 2,75 kilo­gram elpiji," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mujiono.

Berdasarkan hasil penguku­ran bersama Badan Metrologi Serang terhadap tabung isi ulang di tempat ini, isinya ternyata tak sampai 3 kg. Ada yang kurang hingga 0,31 kg dari ukuran yang seharusnya.

"Padahal, menurut SK Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian Perdagangan, batas toleransi berkurangnya isi tabung gas elpiji 3 kilogram yaitu 0,09 kilogram," tandas Mujiono. Peraturan yang dimaksud­nya yakni SK Nomor 31/DJPDN/Kep/ XI/99 tentang Pedoman Pengawasan dalam Keadaan Terbungkus.

Polisi akhirnya menahan JS yang menjabat manajer dan teknisi DS. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Sementara IJL pemilik SPBE ini kabur.

Tak hanya itu, polisi menyita 2.252 tabung gas yang sudah diisi elpiji tak sesuai takaran. Tabung-tabung itu tetap berada di SPBE ini hanya dipasang garis polisi. Juga 24 alat pengisian elpiji di tempat ini.

Sejak SPBE, kedua puluh pegawai praktis tak bisa bekerja. Mereka dirumahkan tanpa batas waktu yang jelas. Para pegawai resah karena kehilangan peker­jaan jika penyegelan berlangsung lama. Apalagi sudah memasuki Ramadhan. "Nasib kami ter­katung begini, bisa-bisa nggak dapat THR," kata penjaga yang telah bekerja selama 6 tahun den­gan status kontrak ini.

Berat Gas Melon Kurang dari 7,9 Kg, Laporkan ke Polisi

Aksi curang yang dilaku­kan Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) PTPutra Panca Gasindo diduga sudah ber­langsung lama. Mesin pengi­sian elpiji ke tabung 3 kg diutak-atik untuk mengurangi takaran.

Pengawas dari Pertamina ru­tin memeriksa tempat pengisi elpiji bersubsidi ini. Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mujiono, set­elah pengawas pergi, settingan mesin pengisian elpiji diubah, dari takaran 3 kg menjadi 2,75 kilogram. "Memang secara berkala diawasi. Tetapi alat (pengisian elpiji) sudah dia­tur," paparannya. Perubahan takaran ini cuma butuh waktu lima menit.

Mujiono menjelaskan, alat pengisian elpiji di SPBEini masih konvensional. Setiap hari bisa diubah sesuai kehendak pengelola SPBE. Sebelum truk-truk yang mengangkut tabung 3 kg yang akan diisi ulang datang, settingan diubah menjadi 2,75 kg. Namun ketika pengawas dari Pertamina da­tang, settingan dikembalikan ke takaran 3 kg.

Mujiono berpendapat perlu segera dilakukan evaluasi agar mesin pengisian elpiji tak bisa diutak-atik. "Nanti, kita tan­yakan ke Pertamina, termasuk pengawasan SPBEdi wilayah. Polisi tidak mungkin mengawasi satu per satu. Nanti, kita ker­jasama dengan Pertamina dan stakeholder terkait," katanya.

Polisi mencurigai aksi curang ini sudah berlangsung lama. "Kerugiannya cukup banyak. Satu tabung berkurang sekitar 250 gram. Kalau 12 tabung, sisa-sisa dikumpul­kan sudah bisa menjadi satu tabung 3 kg. Padahal, setiap harinya, mereka memproduksi 10 ribu tabung. Jadi, 10 ribu dibagi 12, itu kerugiannya. Masyarakat sangat dirugikan," tegas Mujiono.

Bagaimana cara membeda­kan tabung melon yang isinya tak sesuai takaran? Kepala Sub Direktorat Sumber Daya Lingkungan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Adi Vivid mengatakan, sulit mengeta­huinya secara visual. Tapi jika masyarakat ragu, bisa meminta dilakukan penimbangan.

"Cara cek manual, berat kosong tabung ini 5 kilo­gram. Ditambah isi 3 kilogram, artinya beratnya menjadi 8 kilogram. Sementara, ambang batasnya adalah 0,09 kilogram. Jadi, beratnya tidak boleh kurang dari 2,9 kilogram. Jika ditambah dengan berat tabung, maka total beratnya tidak boleh kurang dari 7,9 kilogram. Kalau (timbangan) kurang banyak, segera lapor­kan. Nanti, kita tindak lanjuti," ujar putra bekas kapolri Da’i Bachtiar ini.

Sebelumnya, bekas Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengung­kapkan adanya pengurangan takaran elpiji tabung 3 kg. Kata dia, setiap tabung gas 3 kg tak diisi penuh. Masih menyisakan ruang 5-10 persen.

Faisal menyebutkan rekan­nya mencoba menimbang ulang tiap tabung gas di SPBE. Namun dilarang. "Ada kawan saya yang beli alat timbang Rp 5 miliar, tapi tidak boleh sama Pertamina karena tidak boleh ada pengukuran ulang. Negara apa ini?" katanya heran.

"Timbangan adalah alat vital dalam perdagangan. Jika mem­permainkan timbangan sudah mendarah daging, sistemik dan massif, peradaban bakal teran­cam," tandas Faisal. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA